JAKARTA, GRESNEWS.COM - Persidangan kasus gugatan perdata terhadap JIS (Jakarta Intercultural School) senilai US$125 juta atau sekitar Rp1,6 triliun terus berlangsung dengan menghadirkan ahli dari pihak tergugat. Para ahli dalam persidangan menyatakan pemeriksaan medis yang dilakukan Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), SOS Medika dan Rumah Sakit Bhayangkara tidak bersifat konklusif karena masih perlu pemeriksaan lanjutan.

"Ahli yang kami hadirkan menyatakan keterangan medis penggugat tidak konklusif," kata kuasa hukum JIS Judiati Setyoningsih saat berbincang dengan Gresnews.com, Sabtu (9/5).

Salah satu hasil pemeriksaan yang dijadikan dasar kasus gugatan perdata JIS adalah dari RSPI. Dokter Lutfi dalam keterangannya memang menyebut bahwa di lubang pelepas korban berinisial RAK ditemukan nanah. Namun dokter Lutfi tidak menjelaskan penyebab nanah tersebut. Sehingga menurut ahli pihak JIS Kevin Baird, itu masih perlu pemeriksaan tambahan.

"Betul ada nanah tapi apakah nanah itu disebabkan oleh sodomi atau tidak, virus atau tidak? Jadi tidak konklusif sebab penyebab nanah macam-macam," jelas Judiati.

Judiati menegaskan, hingga saat ini pihaknya tidak menemukan ada bukti sodomi. Meskipun dalam kasus pidana para terdakwa baik pekerja kebersihan dan guru terbukti bersalah. Judiati tetap berharap majelis hakim yang diketuai Haswandi akan melihat secara obyektif fakta persidangan.

Apalagi dalam kasus pidana putusannya belum inkracht karena masih dilakukan banding. "Kalaupun inkracht, putusan itu dapat dijadikan dasar hakim ambil keputusan, jadi di sini tidak harus," kata Judiati.

Apalagi sejak awal tim kuasa hukum tergugat melihat kasus ini janggal. Seperti surat keterangan rumah sakit yang diajukan pihak penggugat. Ada dua surat keterangan yang janggal.

Pertama, surat keterangan dari RSPI yang menyatakan bahwa anak mengidap penyakit herpes genetalis akibat sodomi. Namun setelah diklarifikasi ke RSPI, surat keterangan tersebut sengaja diminta orangtua anak untuk kepentingan pengganti biaya pengobatan di tempat suaminya bekerja. Pihak RSPI mengaku tidak tahu jika surat tersebut akan digunakan di luar penggantian pengobatan.

Kedua surat keterangan dari Rumah Sakit Amanda Bekasi. Surat itu dikeluarkan dokter umum tanpa ada nomor register dan kop rumah sakit. Sang dokter dalam keterangan itu menyimpulkan hasil rekap lab SOS Medika, RSPI dan RS Bhayangkara bahwa anak terkena herpen genetalus akut.

"Setelah diklarifikasi pihak Amanda menyatakan bahwa surat itu tidak teregister dan bukan surat resmi dari rumah sakit," kata Judiati.

Sayangnya pihak penggugat ketika dicoba dimintai tanggapannya tak menjawab. Salah seorang tim kuasa hukum penggugat, Cinta Indah K Trisulo, tidak menjawab panggilan telepon seluler Gresnews.com.

Seperti diketahui, Ibunda RAK, TPW menggugat perdata JIS serta PT ISS. TPW meminta ganti kerugian atas kejahatan sodomi yang dilakukan para tergugat terhadap RAK. TPW menyatakan anaknya positif mengidap herpes genital yang disebabkan virus herpes simpleks 2 (HSV-2). Tes tersebut yang dilaksanakan pada Maret 2014 mengemukakan hasil positif terhadap pembentukan antibodi IgM terhadap HSV-2. Namun terbukti negatif untuk pembentukan antibodi IgG terhadap HSV-2.

"Tes IgM memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi," kata Profesor Kevin Baird dari Universitas Oxford dalam kesaksiannya, Jakarta, Senin 27 April 2015.

Baird menjelaskan, diperlukan tes IgG lanjutan untuk verifikasi kebenaran MAK terinfeksi herpes atau tidak. Sementara pemeriksaan lanjutan tersebut tidak pernah dilakukan.

Namun, pengacara yang mewakili TPW dalam kasus gugatan perdata JIS ini tetap menyerahkan dokumen pendukung untuk memperkuat tuntutan mereka. Yakni berupa hasil laboratorium dari RS Bhayangkara tertanggal 16 Juli 2014, yang menyatakan hasil tes IgG terhadap HSV-2 MAK, negatif dengan hasil tes IgM di ambang batas positif. Hasil tes IgG kedua negatif yang dilakukan 4 bulan setelah tes pertama menunjukkan MAK tidak terinfeksi HSV-2.

Baird sebelumnya juga sempat mengatakan, MAK tidak terinfeksi herpes genital atau infeksi penyakit menular seksual lainnya, dengan menggunakan hasil tes laboratorium RS Bhayangkara sebagai dasar pernyataannya. "Kedua hasil laporan laboratorium pada Maret dan Juli itu mengklarifikasi bahwa MAK tidak terinfeksi HSV-2. Yang artinya tidak mengidap herpes genital. Hal itu merupakan sebuah fakta, bukan opini," kata Baird.

Pada kesempatan sama, dokter ahli bidang forensik, dr Ferryal Basbeth menyatakan, dari hasil kesimpulan akhir yang dijadikan bukti ke persidangan membuktikan kasus ini direkayasa sejak awal. Bila merujuk hasil pemeriksaan medis, hasil pemeriksaan dari SOS Medika, RSPI, dan RS Polri sudah dapat menyimpulkan kondisi organ tubuh MAK masih normal.

Ferryal menegaskan, prosedur pemeriksaan organ tubuh MAK juga patut dipertanyakan. Seharusnya pemeriksaan terhadap organ anak harus dilakukan pembiusan. Tujuannya untuk memaksimalkan pemeriksaan atau mengantisipasi anak bila tidak kuat menahan rasa sakit.

"Pemeriksaan tersebut seharusnya dilakukan melalui proses anastesi dan prosedur anuskopi harus dilakukan di ruang operasi bukan di ruang UGD. Sehingga hasilnya bisa mendeteksi penyakit seks menular," ujar dia.

Bila merujuk hasil pemeriksaan dr Lutfi dari RS Pondok Indah (RSPI), kata Ferryal, terlihat jelas pemeriksaan visum terhadap MAK tersebut belum tuntas. Sehingga hasil dari temuannya belum dapat disimpulkan secara mendalam.

"Saat dr Lutfi memberikan obat flagyl, hal ini diperlukan untuk mengobati efek infeksi umum yang disebabkan amuba. Bukan yang disebabkan penyakit seksual menular seperti gonorrhoea atau chlamydia. Nanah yang terdapat di organ tubuh MAK bukan disebabkan oleh infeksi virus, namun diakibatkan karena bakteri," kata Ferryal.

Apabila kondisi tersebut diakibatkan kekerasan seksual beramai-ramai, maka akan menimbulkan organ tubuh rusak. Nyatanya semua visum menyatakan organ tubuh normal. Kalau organ robek, maka penyembuhan antara seminggu hingga 2 minggu. Bila anak mendapat kekerasan seksual orang dewasa pasti organ rusak.

Menurut Ferryal, dengan mengacu pada tuduhan kejadian dalam kurun waktu Desember 2013 sampai Maret 2014, seharusnya organ tubuh MAK rusak. Selain itu bila pelaku kekerasan seksual memiliki penyakit herpes, maka korban kekerasan seksual pasti akan tertular.

Sedangkan Baird membenarkan, diagnosa Lutfi yang terbukti efektif terlihat setelah 4 hari MAK menjalani pengobatan dan kembali ke klinik, ternyata tidak ditemukan prockitis dan terbukti sembuh. "Flagyl terbukti menghilangkan gejala dan keluhan. Kalau benar ia terkena herpes, gonorrhea atau chlamydia tidak bisa sembuh dengan flagyl," ujar Baird.

BACA JUGA: