JAKARTA, GRESNEWS.COM – Penyelisikan terhadap tewasnya petugas kebersihan Jakarta Intercultural School (JIS) Azwar saat dalam pemeriksaan polisi Polda Metro Jaya kembali dibuka. Dilakukannya penyelidikan kasus tersebut setelah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyurati Propam Polda Metro Jaya memita dilakukan penyelidikan atas tewasnya, tersangka kasus kekerasan seksual terhadap siswa taman kanak-kanak JIS.    

Propam Polda Metro Jaya akhirnya melakukan investigasi untuk mengungkap dugaan penyiksaan terhadap terpidana petugas kebersihan PT ISS, saat proses pemeriksaan kasus pelecehan seksual di JIS. Polisi akan menelusuri kejanggalan-kejanggalan yang terjadi selama proses penyidikan kasus ini.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala mengakui, polisi mulai melakukan investigasi setelah Kompolnas mengirim surat ke Polda Metro Jaya agar melakukan investigasi laporan
penyiksaan tersebut pada Februari lalu. Surat juga dikirimkan ke Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial, untuk mengawasi jalannya persidangan kasus JIS yang saat itu masih berjalan dengan terdakwa dua guru JIS.

"Saat ini Propam Polda Metro Jaya sedang melakukan investigasi. Kita harapkan secepatnya selesai sampai tuntas, Propam sudah merespons surat dari kita," kata Adrianus dalam keterangannya kepada media, Jumat (8/5).

Hasil investigasi Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ) tersebut juga harus mengungkap penyebab kematian Azwar yang meninggal saat berada dalam proses pemeriksaan para penyidik Polda Metro Jaya. Azwar adalah salah satu pekerja kebersihan PT ISS yang ikut ditangkap polisi setelah mendapat laporan dugaan sodomi terhadap MAK.

Kejanggalan yang sangat jelas adalah saat jenazah dikembalikan ke keluarganya, Azwar terlihat bengkak, matanya lebam dan bibirnya pecah. Pihak penyidik saat berdalih Azwar meninggal karena bunuh diri.

Selain Azwar, ada lima pekerja kebersihan PT ISS diduga mengalami penyiksaan seperti ditendang, dipukul dan tubuhnya disundut rokok serta jari dijepit bangku sambil diduduki polisi. Menurut Adrianus, bukti
dugaan penyiksaan tersebut sudah kuat dengan adanya foto, pengakuan para terpidana dan keterangan keluarga mereka. Selama proses penyelidikan, mereka tidak didampingi pengacara.

Mereka disiksa supaya mengakui telah melakukan pelecehan seksual terhadap MAK seperti laporan TPW selaku orang tua pada bulan Maret 2014 lalu. Akhirnya, Azwar meninggal karena tidak kuat menahan siksaan
tersebut. Mereka pun mencabut  keterangan yang ada dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) dalam sidang perdana mereka bulan Agustus 2014.

Pada akhir Desember 2014 lalu, para petugas kebersihan ini telah divonis hukuman 7-8 tahun atas tuduhan pelecehan seksual terhadap MAK. Saat ini mereka sedang melakukan tahap banding di tingkat pengadilan demi mendapat keadilan dan terbebas dari hukuman untuk tuduhan yang mereka tidak lakukan terhadap MAK.

"Kita minta investigasi semuanya termasuk untuk makam almarhum Azwar, harus digali untuk mencari bukti penyiksaan tersebut," kata Adrianus.

Sementara itu, anggota PP Muhammadiyah sekaligus Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, menambahkan, untuk almarhum Azwar, jika melihat dari fisik sebelum dimakamkan, maka kecil kemungkinan korban bunuh diri. Sebab ada bekas kekerasan di tubuh Azwar yang tidak masuk akal jika yang bersangkutan melakukan bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai.

"Secara kasat mata, dari fisik sesuai foto yang saya terima maka kondisi almarhum Azwar bukanlah kondisi seseorang bunuh diri. Pengalaman saya 15 tahun bergulat di dunia penelitian kriminal, terpaksa harus saya simpulkan Azwar bukanlah bunuh diri," jelas Mustofa, yang pernah menjadi Tim Pencari Fakta meninggalnya artis Alda.

Jadi, polisi tidak hanya cukup melakukan investigasi, tetapi juga harus melakukan autopsi terhadap jenazah korban. Selama ini, polisi selalu menolak untuk melakukan autopsi terhadap jenazah Azwar. Dengan autopsi, fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi di balik kematiannya akan bisa terungkap dengan jelas.

BACA JUGA: