JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 11 miliar. Pernyataan itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) dalam dakwaannya yang dibacakan pada  sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis kemarin.  

Jaksa menilai Waryono Karno bersalah karena diduga melakukan korupsi dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain. Jaksa Fitroh Rochyanto menyebutkan perbuatan Waryono dilakukan bersama-sama dengan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM, Sri Utami.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masung-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan kejahatan," ujar Jaksa Fitroh.

Modus yang dilakukan Waryono Karno adalah dengan memerintahkan pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan pada Setjen Kementerian ESDM yang tidak dibiayai APBN. Ia juga memerintahkan melakukan pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan umum dalam kegiatan sosialisasi Sektor Energi dan menghindari pelelangan umum dalam beberapa kegiatan.

Jaksa Fitroh mengungkap setidaknya ada tiga kegiatan yang dimanipulasi oleh Waryono dan anak buahnya. Pertama Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi pada 2012, Kegiatan Sepeda Sehat Dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi Tahun 2012, dan terakhir Perawatan Gedung Kantor Sekretariat Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun Anggaran 2012.

Awalnya, dengan dalih penyerapan anggaran yang selalu rendah dan banyak kegiatan Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM yang tidak dibiayai APBN. Sehingga pada sekitar akhir tahun 2011 Waryono mengadakan rapat inti yang dihadiri Kepala Biro dan Kepala Pusat antara lain Rida Mulyana Kepala Biro Perencanaan, Didi Dwi Sutrisnohadi Kepala Biro Keuangan, Arief Indarto Kepala Biro Umum, Susyanto Kepala Biro Hukum dan Humas, Indriyati  Kepala Biro Kepegawaian, Ego Syahrial Kepala Pusat Data dan Informasi, Agus Salim Kepala Pusat PPBMN dan Sri Utami.

Dalam rapat inti tersebut Waryono Karno menyampaikan bahwa Sekretariat Jenderal ESDM membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan yang tidak bisa dibiayai APBN. Untuk itu Terdakwa meminta agar mencari dana yang diambilkan dari hasil pengadaan barang jasa kegiatan-kegiatan di lingkungan Biro dan Pusat, pelaksanaannya dibawah koordinator Sri Utami. "Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 115 ayat (1) Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah," ujar Jaksa Fitroh.

Jaksa Fitroh memaparkan ada sejumlah manipulasi yang dilakukan mereka,diantaranya;

1. Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi. Kegiatan sosialisi di Biro Hukum Setjen Kementerian ESDM  dengan anggaran Rp5,309,789 miliar yang semula untuk 16 kegiatan dengan nilai anggaran sekitar Rp415 juta sampai dengan Rp755 juta. Waryono Karno meminta kepada kepada Kepala Biro Humas merevisi anggaran menjai 48 paket dengan nilai Rp 100 juta. Hal ini untuk menghindari pelelangan umum.

Apa yang dilakukan Waryono ini dinilai jaksa bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3) huruf c Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Bahkan dalam rangka pembuatan pertanggungjawaban seolah-olah ada sosialiasi kebijakan sektor ESDM. Maka Jasni, Poppy, Jasni, Johan yang merupakan staf Kesetjenan  meminta bantuan Bayu Prayoga beserta timnya untuk membuat dokumentasi seolah-olah dilaksanakan sosialiasi kebijakan sektor ESDM di beberapa kota oleh sejumlah perusahaan dengan biaya sebesar Rp300 juta

"Hasil dokumentasi tersebut oleh Poppy, Jasni dan Johan digunakan untuk menyusun 48 laporan pertanggungjawaban seolah-olah dilakukan sebagaimana mestinya," ungkap Jaksa Fitroh.

Pertanggungjawaban fiktif kemudian digunakan mengajukan pencairan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), atas pengajuan tersebut pada bulan Juni sampai dengan Juli 2012 KPPN kemudian membayar dengan cara transfer ke rekening masing-masing perusahaan yang seluruhnya sebesar Rp4,180,188,669 miliar setelah dipotong PPN dan PPh.

Ironisnya, setelah ada pembayaran dari KPPN ke masing-masing perusahaan, kemudian ketiga orang tersebut mendatangi satu persatu perusahaan guna menarik uang pembayaran tersebut secara tunai dan sebagai imbalan mereka memberikan fee sebesar 2% sampai dengan 5 % sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya.

Selanjutnya uang yang telah ditarik disetorkan kepada Sri Utami melalui Eko Sudarmawan sebesar Rp2,964,080,536 miliar dengan rincian Poppy mendapat sebesar Rp884,126, Jasni sebesar Rp1,109,774,536 miliar dan Johan sebesar Rp970,18 juta.

2. Kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi Tahun 2012.

Pada tahun anggaran 2012 Biro Umum Setjen ESDM mendapatkan alokasi anggaran untuk kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi sebesar Rp4,175,5 miliar untuk 6 paket kegiatan yang dilaksanakan di 6 kota yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta dan Denpasar.

Untuk menghindari lelang dan dapat dilakukan penunjukan langsung Waryono memerintahkan Arief Indarto selaku Kepala Biro Umum untuk mengajukan revisi anggaran dan melakukan pemecahan paket pekerjaan, hal itu bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3) huruf c Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Atas perintah Waryono, Arief  pada 2 Agustus 2012 mengajukan perubahan/revisi DIPA dengan Nota Dinas Nomor : 0712/82/SJU-IV/2012 tentang usulan Revisi DIPA Tahun 2012 Setjen ESDM, yang isinya mengusulkan kegiatan penyelenggaraan sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi yang awalnya 1 paket kegiatan dilaksanakan di 6 kota menjadi 43 paket kegiatan dengan nilai setiap paket dibawah Rp100 juta dilaksanakan di seluruh Indonesia. Atas usulan tersebut, pada tanggal 16 Agustus 2012 Terdakwa menyetujuinya dengan Nota Dinas Nomor : 0501/82/KPA/2012.

Sri kembali  meminta bantuan Jasni, Poppy dan Johan agar melaksanakan kegiatan sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi secara formalitas saja atau hanya menyiapkan dokumen pertanggungjawabannya saja, dan sebagai imbalan mereka akan mendapatkan uang sebesar 15 % dari nilai kontrak.

Selanjutnya dari 43 paket sepeda sehat dibagi untuk Poppy sebanyak 17 paket dengan anggaran sebesar Rp1,425 miliar, Jasni sebanyak 14 paket dengan anggaran sebesar Rp1,4 miliar dan Johan sebanyak 12 paket dengan anggaran sebesar Rp1,2 miliar. Ketiganya kembali mencari pinjaman perusahaan guna dijadikan seolah-olah sebagai rekanan yang melaksanakan kegiatan dengan memberikan imbalan uang sebesar 2% sampai dengan 5% dari nilai pekerjaan.

Bahwa dalam rangka pembuatan pertanggungjawaban seolah-olah ada kegiatan sosialisasi sepeda sehat sebanyak 43 paket, Poppy meminta bantuan Bayu Prayoga beserta timnya untuk membuat dokumentasi seolah-olah ada pelaksanaan kegiatan sepeda sehat di 6 kota yakni di Kabupaten Purworejo, Tegal, Banyumas, Cilacap, Kota Surakarta, dan Kota Yogyakarta dengan biaya sebesar Rp500 juta.

Dari pertanggungjawaban fiktif itu, KPPN lagi-lagi harus merogoh kocek cukup dalam sebesar Rp3,706,704,425 miliar. Kemudian, modus yang sama kembali dilakukan ketiganya dengan mendatangi satu persatu perusahaan itu dengan imbalan 2% sampai 5%.

3. Perawatan Gedung Kantor Sekretariat Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun Anggaran 2012.

Untuk kegiatan ini Biro Umum Setjen ESDM mendapat anggaran Perawatan Gedung sebesar Rp56,507 miliar. Namun, karena tidak ada data pendukung, anggaran tersebut diblokir Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan.

Waryono langsung mencari akal dengan meminta permohonan buka blokir. Ia mengajukan revisi anggaran dengan data-data pendukungnya dan menyatakan bertanggungjawab atas segala kegiatan di Setjen ESDM.

"Kemenkeu, akhirnya membuka blokir dengan hanya memberikan Rp37,817 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp17,539 miliar digunakan untuk Perawatan dan renovasi tiga Gedung Setjen ESDM di Plaza Sentris, Jalan Pengangsaan Timur, dan Jalan Medan Merdeka Selatan," ujar Jaksa KPK lainnya Dody Sukmono.

Namun dari perawatan tiga gedung tersebut, Waryono justru menguntungkan pihak lain dalam hal ini yang melaksanakan pekerjaan. Biaya untuk perawatan gedung di Plaza Centris hanya sekitar Rp616 juta. Tetapi negara harus membayar Rp1,621,184 miliar. Hal itu juga terjadi pada Perawatan Gedung di Jalan Pegangsaan Timur, Cikini, Jakarta Pusat. Biaya yang dikeluarkan negara sebesar Rp2,399 miliar. Tetapi yang digunakan untuk pekerjaan lapangan hanya sekitar Rp1,495 miliar.

Tak jauh berbeda dengan dua gedung sebelumnya. Perawatan di Jalan Medan Merdeka Selatan juga sama. Negara membayar lebih besar yaitu Rp5,545 miliar dari biaya yang dibutuhkan senilai Rp4,215 miliar. Sisanya dibagi-bagikan kepada pihak lain.

Atas perbuatannya tersebut, Waryono dianggap merugikan negara sebesar Rp11.124.736.447. Sehingga ia diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana dalam dakwaan pertama.

BACA JUGA: