JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kriminalisasi yang masif dalam kurun tiga bulan terakhir memiliki tujuan tertentu. Sebab kriminalisasi merupakan penggunaan sistem peradilan pidana sebagai alat menghukum untuk membuat orang menjadi kapok  atau menciptakan teror  untuk tidak meniru perbuatan orang yang sudah dikriminalisasi.

Menurut anggota Tim Advokasi Anti Kriminalisasi dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Asfinawati, selama 3 bulan terakhir telah ada 42 orang menjadi korban kriminalisasi. Mereka dikenakan pasal dalam  dalam 13 kasus. Ciri adanya tindakan kriminalisasi adalah menunjuk seseorang menjadi tersangka, lalu baru menentukan pasal kesalahan yang akan menjeratnya.

"Bukti adanya kriminalisasi diperkuat dengan bergantinya pasal yang akan dikenakan. Misalnya Denny Indrayana akan dikenakan pasal lain lagi. Lalu Abraham Samad dilaporkan Hasto Kristianto ke KPK karena persoalan rumah kaca dan dilaporkan lagi karena kasus etik," ujar Asfinawati dalam diskusi Anti Kriminalisasi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jakarta, Minggu (19/4).

Indikator lain telah terjadinya kriminalisasi, yaitu waktu penanganan di kepolisian sangat cepat. Ia menyatakan telah mengadvokasi 3 kasus berskala nasional ke polres. Tapi responsnya sangat lambat. Misalnya seperti kasus Rembang soal pabrik semen. Kalau tiba-tiba ada sebuah kasus yang ditangani sangat cepat dalam waktu dua hari maka bisa dipastikan ada progres luar biasa yang dilakukan kepolisian tapi perlu dicurigai bukan untuk keadilan.

Lalu kemungkinan kriminalisasi terjadi ketika kasus yang telah melalui proses penyidikan dan penahanan seseorang berujung tidak jelas dan tidak ada tindak lanjut. Ia mencontohkannya dengan menunjuk kasus BIbit-Chandra. Menurutnya penyidikan dan pengadilan malah menjadi alat yang bukan seharusnya yaitu alat untuk menghukum seseorang.

Kriminalisasi dilakukan bukan untuk maksud penahanan tapi hanya sebagai gertak untuk membuat kapok orang lainnya. Ia menilai kalau kriminalisasi dilakukan secara massif seperti yang terjadi saat ini dalam 3 bulan terakhir terjadi pada 42 orang dalam 13 kasus maka kriminalisasi ini akan menciptakan teror bagi masyarakat.

Namun politisi PDIP Junimart Girsang justru berpandangan berbeda. Menurutnya langkah kepolisian dengan mentersangkakan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto bukanlah kriminalisasi. Sebab harus dibedakan antara sebuah lembaga dengan personal. Sehingga ketika ada seseorang yang ditersangkakan jangan melulu dikaitkan dengan lembaga dan dikatakan sebagai kriminalisasi.

"Langkah kepolisian ini harus diapresiasi karena bisa menegakkan hukum dengan gagah berani," ujar Junimart saat dihubungi Gresnews.com, Minggu (19/4).

Sebaliknya, ia menuding penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan korupsi justru menunjukkan adanya masalah ‘perdagangan’ kekuasaan hukum. Sebab buktinya penetapan Budi tidak sah dalam praperadilan. Ia pun mempertanyakan dari mana bukti-bukti penetapan tersangka yang didapatkan KPK.  

BACA JUGA: