JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akhirnya memvonis bersalah dua guru Jakarta Intercultural School (JIS), Neil Bentleman dan Ferdinant Tjong. Namun keduanya menilai putusan majelis hakim tidak adil dan banyak mengabaikan fakta-fakta persidangan. Putusan majelis hakim dianggap hanya mengikuti alur cerita yang sengaja didesain oleh orang tua korban seperti tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun oleh kepolisian.

Neil dan Ferdi divonis pidana 10 tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim di PN Jaksel yang diketuai oleh Nuraslam Bustaman dengan anggota Achmad Rivai, SH. dan H. Baktar Jubri Nasution. Pembacaan vonis dimulai sejak pagi hingga malam. Pembacaan vonis diterjemahkan ke dalam Inggris.

Dalam pertimbangannya hakim menyatakan terdakwa, baik Neil maupun Ferdi, terbukti bersalah sesuai dakwaan primer Pasal 82 UU Perlindungan Anak. Apa yang dilakukan Neil, menurut majelis hakim, tidak sepantasnya dilakukan oleh Neil sebagai seorang pendidik. Perbuatan Neil dan Ferdi juga dinilai telah mencoreng nama baik pendidikan di Indonesia.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim mengatakan Neil dan Ferdi dalam keterangannya kerap berbelit-belit selama persidangan. Begitu juga adanya materi persidangan yang terpublikasi di luar sidang melalui media massa.

Pihak Neil dan Ferdi mengaku kecewa atas putusan tersebut. Keduanya menyatakan banding atas vonis tersebut. "Neil dan Ferdi sangat, sangat kecewa dan kaget luar biasa dengan putusan majelis hakim ini. Mereka tidak menyangka dengan bukti-bukti yang sangat lemah yang disodorkan oleh JPU, majelis hakim akan mengambil keputusan ini. Karena itu mereka akan terus berjuang mencari kebenaran," kata Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum kedua guru JIS, di Jakarta, Kamis (2/4).

Hotman menambahkan, putusan pengadilan ini sangat memalukan penegakan hukum di Indonesia. Tidak hanya majelis mengesampingkan seluruh saksi tanpa dasar yang jelas, tapi juga kontradiktif dalam pertimbangan hukumnya sendiri. Dengan mendengarkan pertimbangan hakim maka guru manapun juga bisa saja divonis melakukan pelecehan seksual terhadap murid.

Kasus yang melibatkan Neil dan Ferdi, dinilai Mahareksa Dillon, kuasa hukum kedua guru JIS lainnya, sangat tidak wajar, tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan terlihat sangat dipaksakan. Terbukti selama persidangan, JPU tidak berhasil menunjukkan alat bukti yang kuat baik mengenai saksi fakta, lokasi dan waktu terjadinya peristiwa yang dituduhkan ini.

"Bahkan, secara medis, anak yang dilaporkan mengalami kekerasan seksual diketahui kondisi anusnya normal," kata Dillon.

Fakta medis berikutnya adalah keterangan Dr Lutfi dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) di persidangan yang dihadirkan sebagai ahli. Menurut Dr Lufti, MAK atau anak pertama yang mengaku menjadi korban sodomi, tidak pernah mengidap penyakit herpes. Laporan adanya nanah di anus MAK bukan disebabkan oleh virus melainkan diduga bakteri.

Dr Lutfi juga menyatakan, hasil pemeriksaan UGD yang digunakan oleh ibu MAK untuk melaporkan kasus dugaan sodomi anaknya ke polisi baru pemeriksaan awal. Hotman Paris mengatakan, berdasarkan keterangan ahli, untuk menentukan ada tidaknya sodomi harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hal itu tidak pernah dilakukan oleh ibu MAK.

"Dengan hasil pemeriksaan yang absurd itulah ibu MAK berkoar-koar tentang sodomi yang dialami anaknya ke polisi dan media. Padahal fakta medis dan fakta peristiwanya tidak pernah ada," imbuh Hotman.

Sandiaga Uno, salah satu orangtua siswa di JIS, mengaku terkejut mendengar putusan hakim yang dinilai banyak menyimpang dari fakta-fakta persidangan. "Saya sangat sedih mendengar semua cerita ini. Sekali lagi kita harus kecewa dan semakin tidak percaya dengan penegakan hukum di negeri yang kita cintai. Kasus ini merupakan pendzoliman dan kriminalisasi, tidak hanya kepada Neil dan Ferdi, tetapi juga kepada profesi guru. Kejadian ini dapat terjadi kepada siapa saja dan kapan saja, jika tuduhan-tuduhan yang dilontarkan hanya didasarkan oleh cerita dan laporan yang tidak berdasar dan bukti yang tidak sahih. Saya berharap Neil dan Ferdi akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilannya, karena saya yakin mereka orang baik dan tidak bersalah," tegas Sandiaga.

Sejak pertama kasus ini bergulir, menurut pihak JIS, memang banyak sekali ketidakwajaran yang muncul. Diantaranya, proses persidangan yang tertutup dan sangat membatasi akses publik untuk mendapatkan informasi. Majelis hakim pun melarang pihak-pihak terkait termasuk pengacara untuk memberikan informasi mengenai proses persidangan ke media. Padahal kasus ini menyangkut nasib guru dan institusi pendidikan yang sedang menjadi korban kriminalisasi dengan motif mendapatkan uang triliunan rupiah.

Bahkan pihak JIS juga mengungkapkan, seiring dengan pelaporan kasus dugaan tindak kekerasan seksual di JIS, ibu MAK yang berinisial TPW juga menggugat secara perdata JIS di PN Jakarta Selatan. Awalnya, nilai gugatan sebesar US$12 juta. Namun  kemudian, TPW meningkatkan tuntutannya menjadi US$125 juta atau senilai Rp1,5 triliun seiring dengan tuduhan keterlibatan dua guru JIS dalam kasus ini.

Tracy, istri Neil Bantleman, mengaku kecewa atas vonis terhadap suaminya. Dirinya yakin  Neil tidak pernah melakukan apa yang dikatakan hakim. Ada banyak kejanggalan kasus sejak dari tahap penyidikan sampai dengan persidangan dengan bukti-bukti yang lemah dan dipaksakan tidak menjadi perhatian hakim.

Begitu juga  cerita dan tuduhan yang tidak berdasar seakan sudah menjadi prasangka yang dipercaya telah terjadi, padahal banyak fakta yang membuktikan sebaliknya. "Saya dan suami akan terus berjuang mendapatkan kebenaran dan keadilan," kata Tracy.

Pihak JIS sendiri menegaskan akan tetap mendukung Neil dan Ferdi memperjuangkan keadilan mereka. Pihak sekolah juga berkeyakinan bahwa kasus pekerja kebersihan PT ISS dan dua guru JIS, tidak pernah terjadi. Semua cerita yang akhirnya menjadi dasar hakim untuk menghukum para pekerja kebersihan dan dua guru JIS hanya didasarkan pada opini publik yang sengaja didesain sejak awal.

"Kami tidak dapat memahami bagaimana keputusan tersebut dapat dibuat ketika tuduhan kasus ini sangat lemah dan tidak berdasar serta tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat. Kasus ini sangat dipaksakan dan merupakan fitnah kepada Neil dan Ferdi yang merupakan guru teladan yang dihormati dan sangatlah mendedikasikan hidupnya kepada pendidikan dan anak murid mereka," ujar Kepala Sekolah JIS Tim Carr.

BACA JUGA: