JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap guru Jakarta Intercultural School (JIS) Neil Bantleman dengan pidana 10 tahun penjara dan membayar denda Rp100 juta dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Neil 12 tahun penjara.

Vonis dibacakan oleh mejelis hakim yang diketuai hakim Nur Aslam Bustaman. Nur Aslam menyatakan dalam menjatuhkan vonis terhadap Neil, majelis hakim tidak kompak. Nur Aslam menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Nur Aslam ingin menghukum Neil 15 tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan JPU. Namun dua hakim lain, Ahmad Rifai dan Baktar Jubri Nasution, ingin menghukum 10 tahun penjara.

Akhirnya majelis hakim PN Jaksel memutuskan terdakwa Neil terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan kekerasan seksual. "Memutuskan terdakwa dihukum pidana kurungan 10 tahun penjara," ucap Nur Aslam saat membacakan putusan sidang dua guru JIS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/4).

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan terdakwa terbukti  bersalah sesuai dakwaan primer Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Apa yang dilakukan Neil tidak sepantasnya dilakukan sebagai seorang pendidik. Perbuatan Neil juga telah mencoreng nama baik pendidikan di Indonesia.

Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim mengatakan keterangan Neil kerap berbelit-belit selama persidangan. Selain itu ada sejumlah materi persidangan yang terpublikasi ke media massa.

Setelah vonis, hakim memberikan kesempatan kepada Neil untuk berpikir apakah menerima vonis yang dijatuhkan atau melakukan upaya hukum lain. Setelah mempertimbangkan bersama kuasa hukum, Neil memutuskan untuk banding.

"Saya akan mengajukan banding," kata Neil kepada majelis hakim. Pendukung Neil di ruang sidang langsung berteriak atas ucapan itu.

Sementara itu kuasa hukum Neil menyayangkan vonis tersebut. Hakim dinilai tidak mendasarkan pada fakta dan bukti yang diajukan selama persidangan. Salah satunya adalah Berita Acara Sumpah oleh salah satu korban D di Polda Metro Jaya yang menyatakan dirinya tidak pernah disodomi.

"Tapi itu tidak dimasukkan sebagai bukti, dan hakim yang menyatakan korban konsisten bahwa disodomi tidak benar," kata Hotman Paris Hutapea usai sidang.

Selain itu bukti visum dari rumah sakit di Singapura yang menyatakan korban AL tidak disodomi juga tidak menjadi pertimbangan hakim.

"Ini semua terkait dengan uang jutaan dollar," teriak Hotman di ruang sidang.

Kepentingan uang yang dimaksud Hotman adalah gugatan perdata yang dilayangkan ibu korban MAK, Theresia, terhadap JIS. Awalnya pada April 2014 nilai gugatan yang diajukan ibu korban adalah sebesar US$12 juta atau sekitar Rp144 miliar. Namun pada bulan Mei, dia menaikkan gugatan menjadi US$125 juta alias hampir mencapai Rp1,5 triliun.

JPU tidak banyak berkomentar atas putusan hakim itu. Namun JPU menegaskan dirinya juga akan melakukan banding terhadap vonis atas Neil. JPU menuntut 12 tahun penjara.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert Blake langsung menyatakan kekecewaan atas putusan hakim karena kurangnya bukti-bukti yang kredibel. "Kami berharap dalam proses hukum selanjutnya, semua fakta yang ada akan dipertimbangkan. Kami juga berharap proses hukum, sebagaimana yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar di Indonesia, dapat dilaksanakan secara adil dan tidak memihak," kata Blake.

BACA JUGA: