JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI) mengajukan gugatan atas Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait obyek gugatan praperadilan. Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan putusan yang tidak sesuai dengan aturan seperti menambah dan mengurangi adalah tidak sah dan tidak mengikat.

Dalam sidang perdana pengujian Pasal 77 KUHAP, pemohon yang merupakan Ketua Umum DPP SBSI Muchtar Pakpahan diwakili Kuasa Hukumnya, Hendri Lumbanraja. Hendrik menjelaskan Pasal 77 KUHAP mengatur secara limitatif objek praperadilan hanya melingkupi sah atau tidaknya tindakan penegak hukum seperti penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan serta ganti rugi dan rehabilitasi.

"Tapi tidak termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka," ujar Hendri dalam sidang pengujian KUHAP di MK, Jakarta, Senin (23/3).

Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 77 KUHAP sah menurut UUD 1945. Sehingga putusan yang tidak sesuai aturan tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak mengikat. Pasalnya Pasal 77 dijadikan dasar hukum bagi Hakim Praperadilan Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi untuk menerima permohonan tidak sahnya penetapan tersangka.

Akibat Sarpin menerima permohonan Budi dalam praperadilan, muncul pengaruh pada kasus lainnya yang ikut mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Sehingga terjadi penyimpangan kaidah normatif hukum yang dilakukan Sarpin.

Terkait hal ini, jika MK mengabulkan permohonan pemohon maka penetapan tersangka Budi Gunawan yang diputus pengadilan negeri Jakarta Selatan tidak masuk ke dalam objek praperadilan. Sehingga ia mengharapkan putusan MK bisa menghentikan fenomena penyimpangan kaidah hukum.

Menanggapi penjelasan Hendri, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai permohonan pemohon tidak lazim. Sebab pemohon sudah sepakat Pasal 77 sudah bagus dan jangan sampai ditafsirkan lain. Sehingga permohonan pemohon yang meminta agar MK memberikan payung hukum, dinilai tidak diperlukan.

"Tanpa MK payungi melalui putusan, Pasal 77 sudah sah," ujar Suhartoyo pada kesempatan yang sama.

Ia menjelaskan persoalan pemohon lebih pada penerapan oleh para hakim. Itu berarti persoalannya ada pada wilayah implementasi yang bukan wilayah MK. Sebab kewenangan MK hanya menentukan apakah Pasal 77 bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.

Selanjutnya, Hakim Konstitusi Aswanto juga memberikan komentar. Ia mengatakan Pasal 77 KUHAP sudah beberapa kali diuji meski keinginan pemohon berbeda-beda. Dalam pengujian pemohon ini, ia menilai belum nampak kerugian konstitusional pemohon.

"Di dalam dalil pemohon merupakan penulis buku yang menggagas pembentukan KPK. Lalu sebagai ketua serikat buruh. Ini harus dielaborasi dimana kerugiannya. Paling tidak ada kerugian konstitusional dengan norma ini," ujar Aswanto menjelaskan.

BACA JUGA: