JAKARTA, GRESNEWS.COM - MPR mengganti frasa "Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara" dengan "Sosialisasi 4 Pilar MPR RI" agar tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. MK sendiri telah menyetujui nama baru program MPR RI itu pada tanggal 16 Februari lalu. MK menilai tak ada yang bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara dalam frasa baru itu. Hal ini berbeda saat program itu masih menggunakan nama "Sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara".

Sebelumnya, pada April 2014, MK memang memutuskan frasa "Sosialisasi 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Karena seolah menyejajarkan Pancasila yang notabene merupakan dasar negara dengan tiga pilar lainnya yakni UUD, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

"Dengan pergantian frasa ini, MK berpendapat nama program yang digunakan MPR tidak bertentangan dengan putusan MK," kata Ketua MPR, Achmad Basarah dalam Diskusi "Sosialisasi 4 Pilar MPR RI" di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (2/3).

Untuk itulah, dengan berdasar pemahaman saling menghormati lembaga-lembaga, MPR telah mengambil politik jalan tengah. Yakni tetap menghormati putusan MK yang tak bisa diganggu gugat namun di sisi lain tetap melanjutkan warisan substansi sosialisasi dari pimpinan MPR sebelumnya, Taufik Kiemas.

Dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, pertama, Pancasila dijadikan sebagai dasar dan ideologi negara. Kedua, UUD Republik Indonesia Tahun 1945 digunakan sebagai konstitusi negara dan ketetapan MPR. Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara. Dan keempat, Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.

Menurutnya, sejak awal MPR tak pernah berniat menyejajarkan Pancasila dengan tiga pilar yang lain. Namun, sayangnya diksi "pilar" diartikan sebagai tiang yang berdiri tegak dan sejajar. "Saya berharap empat pilar MPR ini dapat menjadi prinsip saling menghargai tiap-tiap lembaga negara," katanya.

Ke depannya, ia menginginkan adanya satu badan khusus yang bertanggung jawab membangun mental ideologi bangsa yang memasukkan ruh empat pilar MPR RI. Sebab, pemahaman dan penghapusan Pancasila dari implementasi keseharian sudah amat masif. Misalnya saja, ketegangan yang terjadi antar lembaga negara, bahkan sampai taraf saling menjatuhkan akibat tak berpegang teguh pada Pancasila sebagai dasar negara dan tiga pilar lainnya.

Ketua MK Arif Hidayat membenarkan pemakaian frasa "Sosialisasi 4 Pilar MPR RI" tak bertentangan dengan putusan MK No 100/2013 yang menganulir nomenklatur 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. "Apa yang  sekarang dilakukan badan sosialisasi MPR sudah sangat berbeda dengan istilah yang dibatalkan putusan MK," katanya dalam kesempatan yang sama.

Ia menyatakan pembatalan 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara berguna untuk menyadarkan semua kalangan untuk kembali pada konstitusi yang benar, yakni Pancasila. Sebab, Pancasila merupakan politik hukum yang bersifat ideal, sehingga setiap aspek kehidupan harus mengacu pada kelima sila di dalamnya.

BACA JUGA: