JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Rifuel Riefan Avrian tidak hanya dijatuh hukuman 6 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tetapi, terdakwa kasus korupsi dalam pengadaan proyek videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp5,392 miliar.

Ketua majelis hakim tindak pidana korupsi menilai pekerjaan yang dilakukan PT Imaji Media yang dikendalikan oleh Riefan tidak sesuai dengan perjanjian kontrak kerjasama yang dibuat. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembanguan (BPKP) menemukan adanya kejanggalan dalam proyek pengadaan tersebut.

Diantaranya, kata Hakim Nani, layar LED Videotron hanya diadakan satu unit, dari yang seharusnya dua unit. Kemudian, generator yang digunakan juga tidak sesuai perjanjian yaitu hanya 400 kilovolt ampere (Kva). Tak hanya itu, biaya sambungan listrik yang sebesar Rp1,2 miliar juga tidak pernah dilakukan Riefan.

Akal bulus lainnya, anak dari mantan Menkop UKM Syarief Hasan ini juga mengurangi spesifikasi tangki Bahan Bakar Minyak untuk genset yang seharusnya 600 liter, menjadi 500 liter. Selain itu, biaya pengiriman dan pemasangan genset senilai Rp1,59 miliar juga tidak pernah ada, karena biaya itu memang sudah termasuk dengan unit pembelian.

Dan terakhir, biaya sewa gudang  Rp700 juta juga hanya akal-akalannya belaka. "Semua perubahan yang dilakukan terdakwa tidak pernah ada dalam adendum perjanjian," tegas Hakim Ketua Nani, Rabu (17/12).

Menurut Hakim Nani, PT Imaji Media yang dikomandoi oleh Riefan seolah-olah telah melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan perjanjian. Padahal, anak mantan Menkop Syarief Hasan itu tidak mengerjakan seluruh item proyek pengadaan tersebut.

Dan ironisnya, Riefan telah menerima seluruh pembayaran dari proyek tersebut sebesar Rp23 miliar. Untuk itu, lanjut Nani, Riefan harus mengganti jumlah kerugian negara yang disebabkan kelakuan busuknya tersebut dengan memangkas sejumlah item dalam proyek videotron.

"Jika tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita jaksa. Jika harta bendanya tidak cukup, maka dipidana penjara yang lamanya sudah ditentukan pengadilan," tandasnya.

Nani pun menjelaskan, dasar hukum adanya pidana tambahan dalam hal membayar uang pengganti ini ada di dalam Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Dalam pasal itu, ada beberapa hal yang menjadi tanggung jawab terdakwa.

Diantaranya harta bendanya yang bergerak maupun tidak bergerak dirampas oleh negara, kemudian membayar uang pengganti, dan terakhir penutupan seluruh perusahaan yang terkait dengan tindak pidana itu selama satu tahun.

"Kerugian negara Rp5,392 miliar, adalah tanggung jawab terdakwa karena tidak ada orang lain yang menerima. Hanya terdakwa yang menggunakan, sehingga terdakwa harus dihukum membayar uang pengganti," ucap Hakim Nani.

Sementara itu, terkait permintaan jaksa penuntut umum dalam surat tuntutannya yang meminta jika terdakwa telah membayar sebagian kerugian negara tetapi masih ada kekurangan sehingga hukuman pengganti uang tambahan dikurangi, ditolak majelis hakim.

Nani yang memimpin sidang ini mengatakan tidak ada dasar hukum dalam mengurangi hukuman jika sebagian uang pengganti dibayar. Sehingga majelis hakim yang akan memutuskan berapa hukuman pidana tambahan jika Riefan tidak sanggup membayar uang pengganti tersebut.

"Untuk pembelaan pribadi terdakwa terkait permintaan ‎jasa penilai aset itu menjadi kewenangan Jaksa sebagai pelaksana putusan Hakim," imbuhnya.

Hakim anggota Sofialdi menuturkan, sebenarnya total kerugian dari proyek yang digarap Riefan ini senilai Rp8 miliar. Tetapi, Riefan telah mengembalikan sebagian uang tersebut sehingga uang pengganti yang harus dibayar dikurangi dari jumlah uang sudah disetor Riefan kepada negara.

"Uang yang sudah dikembalikan terdakwa senilai Rp2,695 miliar dari total kerugian negara Rp8 miliar. Sehingga total kerugian negara yang harus ditanggung terdakwa Rp5,392 miliar," pungkasnya.

BACA JUGA: