JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy dengan hukuman pidana 7,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ia dinilai bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto meyakini pejabat pembuat komitmen pada proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi. "Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Ramadhani Ismy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa KPK Fitroh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (1/12).

Tak hanya itu, Ramadhani juga dituntut pidana tambahan yakni membayar uang pengganti Rp3,204 miliar. Bila dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, Ramadhani tidak membayarnya, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dipidana dengna pidana penjara selama 3 tahun," sambung jaksa.

Jaksa Fitroh mengungkapkan, dalam proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2006, Ramadhani sebagai PPK membuat telaahan staf yang menyatakan pelelangan dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Ramadhani beralasan pekerjaan tahun 2006 merupakan satu kesatuan konstruksi bangunan dengan pekerjaan tahun 2004.

Padahal, pekerjaan pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2006 bukan merupakan pekerjaan lanjutan dan bukan satu kesatuan konstruksi dari pekerjaan dermaga bongkar Sabang tahun 2004. Kemudian Ramadhani menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) pembangunan dermaga bongkar Sabang tahun 2006 Rp8,1 miliar tanpa melalui survei daftar harga pasar.

"HPS hanya berdasarkan Engineering Estimate (EE) yang dibuat Ananta Sofwan yang nilainya sudah di mark up," tandasnya

Selanjutnya, terdakwa meminta panitia melakukan penunjukkan langsung kepada PT Nindya Sejati JO. Untuk melengkapi persyaratan formal, Ramadhani sebut jaksa membuat dokumen-dokumen terkait proses penunjukan langsung Nindya Sejati dan meminta panitia pengadaan menandatangani dokumen-dokumen penunjukan langsung.

Padahal tata cara penunjukan langsung tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Selanjutnya pada  tanggal 16 Juni 2006, Ramadhani menetapkan Nindya Sejati sebagai pelaksana pekerjaan proyek dermaga bongkar Sabang tahun 2006. Dalam prosesnya, panitia pengadaan kemudian menetapkan nilai kontrak Rp8,023 miliar.

Menurut jaksa dalam melaksanakan pekerjaan Dermaga Bongkar Sabang tahun 2006, Nindya Sejati mengalihkan pekerjaan utama (mensubkontrakan) pekerjaan pile cap, balok, plat, plat injak dan pasangan batu di bawah plat injak dan pekerjaan tambahan yaitu pekerjaan persiapan dan pekerjaan pemancangan (trestle) ke CV SAA Inti Karya Teknik.

"Meskipun pekerjaan tidak selesai 100 persen, terdakwa tetap menerima pekerjaan tahap 1 dan membuat bea surat terima yang intinya hasil pemeriksaan pekerjaan sudah dikerjakan sesuai ketentuan yang tercantum dalam RKS dan gambar dan kemajuan pelaksanaan pekerjaan telah mencapai 100 persen," sambung jaksa.

Setelah itu, Ramadhani lantas mengusulkan pembayaran 100 persen sebesar Rp8,412 kepada kuasa pengguna anggaran. Atas usulan tersebut, Nindya Sejati menerima pembayaran dari BPKS Rp7,145 miliar.

Terjadinya penyimpangan pada proyek tahun 2006 telah merugikan keuangan negara Rp2,912 miliar. Penyimpangan yang modusnya sama ditegaskan jaksa juga dilakukan Ramadhani pada proyek tahun 2007-2011. Akibat dari penyimpangan pada proyek tahun 2004, 2006-2011, Ramadhani memperkaya diri sebesar Rp3,204 miliar. Total kerugian keuangan negara pada proyek yang dikerjakan mulai tahun 2004, 2006-2011 mencapai Rp313,345 miliar.

BACA JUGA: