JAKARTA, GRESNEW.COM - Keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Hendra Saputra officeboy PT Rifuel  satu tahun penjara terkait korupsi proyek videotron di Kementerian Koperasi tidak lantas membuat Jaksa puas. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pun mengajukan banding atas putusan tersebut.

Menurut Kepala Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Waluyo, jaksa punya alasan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. "Ada perbedaan analisa yuridis dengan tuntutan JPU. Ada peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya atau hukumanya kurang dari dua pertiga," ujar Waluyo saat dikonfirmasi Gresnews.com, Rabu (10/9).

Saat  ditanya hukuman yang diharapkan kejaksaan kepada Hendra, Waluyo hanya menjawab diplomatis. Menurutnya keadilan itu relatif, jadi tidak bisa disamakan, tanpa menjelaskan maksud perkataannya itu.

Sementara itu, tim penasihat hukum Hendra mengaku siap meladeni permohonan banding jaksa yang telah diajukan Selasa pekan lalu. Ahmad Taufik, salah satu kuasa hukum Hendra berharap dalam putusannya majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bisa jernih melihat fakta dalam perkara itu.
"Jaksa banding. Hendra juga banding. Sejam setelah jaksa," tulis Taufik melalui pesan singkatnya

Namun, Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Hatta, mengaku belum bisa memberikan keterangan soal kabar pengajuan banding atas kasus Hendra. Ia mengaku sedang mengikuti seminar di Komisi Yudisial. Ia berjanji akan mengkonfirmasi hal ini secepatnya kepada panitia muda.

Sebelumnya, pada 27 Agustus lalu, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, menjatuhkan putusan pidana penjara selama satu tahun terhadap Direktur PT Imaji Media sekaligus pesuruh PT Rifuel, Hendra Saputra, dalam kasus korupsi pengadaan videotron pada Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun anggaran 2012.

Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati menyatakan, pria tidak tamat sekolah dasar itu terbukti merugikan keuangan negara pada lembaga pimpinan Menteri Syarief Hasan sebesar Rp 4,78 miliar.
Hakim Nani juga mengganjar Hendra pidana denda sebesar Rp 50 juta. Bila tidak dibayar, maka Hendra mesti menggantinya dengan pidana kurungan selama satu bulan.

Dalam pertimbangannya hakim menyatakan hal yang memberatkan Hendra adalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Sementara hal-hal meringankan Hendra adalah mengakui perbuatan secara polos dan belum pernah dihukum, serta sopan selama persidangan.

Menurut Hakim Ketua Nani, Hendra terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan primer. Yakni Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Namun Hakim Nani mengakui menjatuhkan putusan dengan menyimpangi aturan pasal 2 UU Tipikor. Alasannya Hendra adalah alat yang digunakan saksi Riefan Avrian. Hendra juga adalah korban yang diskenarionakan Riefan.

Dalam uraian fakta persidangan Hakim Ketua Nani menyatakan Hendra terbukti adalah Direktur PT Imaji Media yang juga bekerja sebagai pesuruh di PT Rifuel. Tugasnya adalah membersihkan kantor, menyetir, membelikan makanan, dan menyediakan minuman bagi karyawan dan tamu. Berdasarkan saksi Sarah Salamah, dia pernah meminjam KTP Hendra, dan Hendra tidak menanyakan untuk keperluan apa peminjaman itu.

"Saksi Riefan Avrian menjadikan Hendra sebagai Direktur PT Imaji Media karena pegawainya yang lain tidak ada yang mau," lanjut Hakim Ketua Nani.

Hakim Nani melanjutkan, Riefan menyadari terdakwa adalah pesuruh dan tidak lulus sekolah. Motivasi pendirian PT Imaji Media adalah mengikuti lelang pengadaan videotron di Kemenkop UKM RI.

"Majelis hakim menilai perbuatan Hendra dengan menandatangani akta perusahaan, meminjamkan KTP, datang ke Kemenkop UKM menandatangani perjanjian pekerjaan, membuka rekening di Bank BRI, dan memberi kuasa kepada Riefan dilakukan secara sadar dan cakap. Terdakwa melakukan hal itu karena takut kehilangan pekerjaan. Maka Hendra sebagai subyek hukum seharusnya bisa memahami perbuatannya menimbulkan dampak hukum dan harus mempertanggungjawabkan," ujar Hakim Ketua Nani.

Hakim Ketua Nani juga menyatakan Hendra terbukti memperkaya orang lain dan korporasi. Yakni Riefan dan PT Rifuel. Hendra juga terbukti merugikan keuangan negara. Rinciannya yakni persiapan dan pekerjaan konstruksi baja sebesar Rp 1,28 miliar, pemasangan sambungan listrik dari PLN ke layar LED videotron dua paket senilai Rp 1,2 miliar, biaya pengiriman dan pemasangan genset sebesar Rp 1,59 miliar, dan ongkos sewa gudang penyimpanan modul videotron dan genset sebesar Rp 700 juta.

Hendra juga mesti bertanggung jawab atas penggelembungan biaya sebesar Rp 2,69 miliar. Dengan rincian ongkos sewa gudang, pengadaan tangki bahan bakar kapasitas enam ribu liter, biaya pengadaan dan pengiriman genset, serta kelebihan volume pekerjaan pembuatan pondasi rangka videotron. Hakim Nani memaparkan, Hendra sebenarnya adalah alat yang digunakan saksi Riefan Avrian, anak Menteri Syarief Hasan, buat memenangkan pekerjaan pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM pada 2012. "Hendra adalah korban rekayasa yang diskenariokan saksi Riefan Avrian," ujar Hakim ketua Nani.

Dalam amar putusannya, Hakim Ketua Nani menyelipkan pesan moral buat semua orang, supaya mengambil hikmah dari kasus ini. Menurut Hakim, penjatuhan pidana terhadap Hendra dimaksudkan pula sebagai pembelajaran bagi orang lain. Khususnya orang-orang dengan posisi rawan dimanfaatkan oleh para pelaku korupsi. "Orang yang berposisi rentan untuk dijadikan alat bagi pihak yang memiliki kekuasaan, agar berani menolak perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang diperintahkan pimpinan atau pihak yang lebih kuat," sambung Hakim Ketua Nani.

BACA JUGA: