JAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan terpidana Antasari Azhar untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) perkara berkali-kali mengundang kontroversi, ada yang menolak banyak pula yang mendukung. PK ini upaya hukum luar biasa bagi seorang terpidana untuk mohon peninjauan ulang atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Putusan itu dapat berupa putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi atau berupa putusan Mahkamah Agung (MA).

Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum acara pidana hanya membolehkan terpidana atau ahli warisnya sebagai pihak yang dapat mengajukan upaya PK sebagai mana disebut dalam Pasal 263 ayat (1). Alasan PK disebut dalam Pasal 263 Ayat (2): 1. Apabila ada keadaan baru atau novum; 2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat saling pertentangan; 3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan.

"PK adalah upaya hukum luar biasa terhadap putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tujuannya untuk menegakkan keadilan jika memang ada dasar substantif berupa bukti atau keadaan baru (novum). Karena tujuan hukum adalah keadilan, maka memang tidak wajar jika dibatasi," kata pengamat hukum tata negara Universitas Brawijaya Malang Muhammad Ali Syafaat kepada Gresnews.com, Jumat (3/7).

Menurut Muhammad Ali, konsekuensi ketika PK bisa diajukan berkali-kali adalah menumpuknya perkara. Namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghalangi mencapai tujuan hukum tersebut (keadilan). Kondisi ini dapat diatasi oleh Mahkamah Agung (MA) dengan membuat manajeman penanganan perkara yang lebih cepat, khususnya untuk PK yang sudah pernah diajukan. "Belum tentu juga semua terpidana akan melakukan PK secara terus menerus, tetapi kesempatan PK tetap harus ada," ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 268 Ayat (3) UU KUHAP yang dimohonkan Antasari Azhar di Gedung MK Jakarta, Kamis (6/3). Dalam pertimbangannya, MK berpendapat bahwa Pasal 268 Ayat (3) tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sehingga PK bisa dilakukan berkali-kali.

Dalam pasal 268 Ayat (3) KUHAP menyatakan PK hanya bisa diajukan satu kali. Pasal ini menghalangi Antasari yang diganjar 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Nazaruddin Zulkarnaen untuk kembali mengajukan PK kedua setelah sebelumnya PK Antasari ditolak MA.

"Putusan MK tentang PK bisa lebih dari satu kali merupakan putusan yang arief dan bijaksana dalam memahami dengn sungguh-sungguh tentang tujuan hukum yang harus memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan,” kata Ketua Ikatan Hakim Indonesia(IKAHI) cabang MA yang juga Hakim Agung MA, Gayus Lumbuun, kepada Gresnews.com, Jumat (7/3).

Menurut Gayus, semangat putusan MK tersebut sesungguhnya bukan hal baru sebagai terobosan hukum untuk memberikan jaminan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan kepada masyarakat. Sebelumnya MA melalui Sema Nomor 10 tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan PK yang isinya memberikan kesempatan untuk boleh mengajukan PK lebih dari satu kali baik terhadap perkara Perdata maupun Pidana tertanggal 12 Juni 2009. "MA lebih dulu melakukan terobosan hukum tersebut melalui Sema," ujarnya.

Memberikan kesempatan PK lebih dari satu kali juga tidak menjadikan menumpuknya perkara karena persyaratan dalam mengajukan PK sebagaimana diatur pada Pasal 263 Ayat (2): "Harus adanya keadaan baru (novum) tetap berlaku".

Ia mengingatkan apabila dalam revisi KUHAP tidak menyikapi putusan MK tersebut dengan memberikan jalan keluar untuk memberikan aplikasi semangat putusan itu maka MA dengan kewenangannya bisa membuat peraturan untuk mengisi kekosongan hukum dalam menjalankan kekuasaan kehakiman demi hukum keadilan dan kebenaran.

Hal senada disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur. "MA menghormati putusan MK yang membolehkan peninjauan kembali berkali-kali, namun masyarakat harus mengingat bahwa PK merupakan upaya hukum yang benar-benar luar biasa," kata Ridwan Mansyur kepada Gresnews.com, Kamis (6/3).

Ia menambahkan lantaran putusan telah berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi maka proses PK tidak menunda pelaksanaan hukuman, baik pidana, perdata atau tata usaha Negara (TUN).

Terkait dikhawatirkannya penumpukan perkara, Ridwan mengaku, MA tengah menyiapkan upaya pembatasan perkara yang diajukan ke MA. Baik untuk tindak pidana ringan, pidana singkat atau upaya hukum cukup selesai di tingkat banding.

BACA JUGA: