JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perburuan para buron pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) beserta asetnya yang ada di luar negeri oleh pemerintah Indonesia masih masih dipertanyakan. Hal itu karena masih banyak kendala untuk memburunya, mulai dari persoalan internal penegak hukum juga regulasi birokrasi saat eksekusinya. Tak ada yang menyangkal jika eksekusi para buron BLBI sangat lambat. Bukan karena lembaga yang menangangani dalam hal ini Central Authority tidak mengetahui keberadaan mereka, tetapi prosesnya eksekusinya yang sulit dan berbelit.

Di antara kesulitan perburuan aset mereka panjangnya birokrasi upaya perburuan tersebut. Di Indonesia lembaga yang punya otoritas adalah Central Authority yang berada di bawah kendali Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Luar Negeri. Sementara yang mengeksekusinya adalah Kejaksaan, KPK dan Kepolisian. "Ini berbeda dengan di luar negeri yang langsung di bawah lembaga kehakiman, sehingga kebijakannya cepat," kata Tama S Langkun kepada Gresnews.com, Senin (12/1).

Sementara di Indonesia, ketika diketahui ada buron yang tertangkap di luar negeri, pihak Kejaksaan tidak bisa langsung mengeksekusi. Kejaksaan masih masih harus berkirim surat melalui Central Authority. Setidaknya ada enam tahap yang harus dilalui sebelum keluar perintah perburuan tersebut. Begitu juga ketika mendapat respon dari negara lain, kebijakan eksekusinya juga melalui enam tahap. "Kasus Joko Candra misalnya, dua tahun Kejagung baru bisa bergerak," kata Tama.

Kejagung sebagai eksekutor dalam mengejar buron dan berburu aset punya peran penting. Jika ada komitmen kuat dari pimpinan Kejakgung khususnya, maka pengejaran buron dan pengembalian asetnya akan mudah dan cepat. Namun saat ini, yang menjadi soal adalah masalah internal di Kejaksaan.

Komitmen dari pimpinan Kejagung tidak begitu terlihat. Salah satu indikasinya, Kejagung tidak transparan siapa saja yang saat ini jadi buronan BLBI. Sejatinya, Kejagung terbuka dan mengumumkan siapa buron BLBI saat ini.

Bahkan ICW pernah mempertanyakan tidak transparannya Kejagung mempublikasikan siapa saja buron BLBI hingga saat ini. Jika dilihat di lama website Kejagung, jumlah buronan BLBI hanya tujuh orang padahal, catatan dari ICW, jumlah buron BLBI yang masih buron masih ada 25 orang. "Sebenarnya mudah mengejar DPO BLBI, tinggal komitmen pimpinan Kejakgung, itu saja," jelas Tama.

Komitmen Kejagung yang terkesan lemah sebenarnya diatasi jika Kejagung lebih progresif mengejar para buron BLBI tersebut. Namun, kondisi birokrasi yang panjang seperti dijadikan dalih dan alasan Kejagung untuk mengeksekusinya.

Dalam setiap kesempatan, Kejagung selalu berdalih bahwa proses eksekusi aset dan buron BLBI masih dikoordinasikan dengan negara terkait serta dengan pihak Central Authority. "Kejagung harusnya mempunyai ukuran waktu untuk koordinasi. Misalnya, triwulan. Jadi, jangan terlalu lama, karena takutnya aset pelaku sudah dipindahkan," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Hifzil Alim kepada Gresnews.com.

 

BACA JUGA: