JAKARTA, GRESNEWS.COM –  Indonesia Police Watch (IPW) mencium bau tidak sedap dalam pelaksanaan tender proyek pengadaan Surat  Tanda Nomor Kendaraan  (STNK) di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. "Setidaknya ada tiga keanehan di balik proyek  pengadaan STNK tersebut, " sebut Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui pesan BlackBerry kepada Gresnews.com, Rabu (30/10).

Proyek yang  baru rampung proses lelangnya pada bulan September 2013 itu diketahui memiliki keanehan diantaranya, dari 12 peserta yang ikut lelang ternyata hanya dua perusahaan yang mengajukan penawaran. Yakni, PT JTP Tbk senilai Rp 202 miliar dan PT AI senilai Rp 230 miliar.

Padahal menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 85 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa menyebutkan penawaran harga dalam proyek pengadaan di pemerintahan minimal harus diikuti oleh tiga perusahaan dan jika peserta lelang di bawah tiga perusahaan maka proses lelangnya harus diulang. "Namun Korlantas Polri tidak mengulang proses lelang proyek STNK ini dan justru menetapkan PT AI sebagai pemenang," katanya.

Keanehan kedua menurut Neta meski penawaran yang diajukannya lebih mahal, PT AI tetap saja ditunjuk sebagai pemenang. Sehingga patut dipertanyakan mengapa Korlantas Polri justru berorientasi pada ekonomi biaya tinggi. Neta mencurigai ada keluarga perwira Polri terlibat di balik perusahaan pemenang tender tersebut.

Keanehan Ketiga, menurut Neta adalah pagu harga perlembar STNK yang diajukan oleh Korlantas sangat mahal. Biaya cetak per lembar STNK sebesar Rp 15 ribu dengan jumlah STNK yg dicetak sekitar 19,7 juta lembar. Setelah dikritisi oleh berbagai pihak ternyata ketika dilakukan free audit maka harga cetak perlembar STNK mendadak diturunkan menjadi Rp 10.250.

Harga tersebut menurut Neta juga masih kelewat  mahal untuk selembar STNK yang hanya berukuran 25 cm x 10 cm. Neta membandingkan harga cetak STNK sebelumnya hanyalah sebesar Rp 7500 per lembar. "Sementara harga cetak BPKB saja hanya Rp 18 ribu per lembar," katanya.

Menurut Neta Kapolri baru Komjen Sutarman perlu mencermati berbagai proyek pengadaan di Korlantas agar kasus korupsi Simulator SIM tidak kembali terulang. Selain Kapolri IPW juga mengharapkan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mencermati proyek pengadaan STNK tersebut. Menurut Neta bagian pencegahan KPK harus difungsikan dengan lebih maksimal dalam mencermati proyek-proyek pengadaan di Korlantas pasca terbongkarnya kasus simulator SIM. "BPK juga perlu melakukan audit forensik terhadap proyek STNK ini agar kasus Simulator SIM tidak terulang, " ujarnya.

Namun Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Riyanto yang dikonfirmasi Gresnews.com soal tudingan IPW, tersebut mengaku belum memperoleh informasi. "Saya coba cek dahulu dan koordinasikan  dengan kawan-kawan  di Korlantas" kata Agus.

Kasus korupsi di lingkungan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat. Terutama dengan terungkapnya kasus korupsi Simulator SIM yang melibatkan  mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Bersamaan dengan kasus tersebut juga menyeruak dugaan korupsi dalam proyek pengadaan  STNK dan plat nomor  kendaraan  yang nilainnya mencapai  ratusan miliar.

Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia yang juga menjadi terpidana dalam kasus pengadaan simulator SIM, Sukotjo Sastronegoro Bambang mengungkapkan proyek pengadaan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor alias pelat nomor digelembungkan hingga seribu persen. Diungkapkan dia, proyek itu direkayasa oleh Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto, dibantu oleh Primer Koperasi Polri (Primkoppol).

Menurut dia proyek TNKB pada 2011 lalu itu nilai anggarannya  Rp 782 miliar. Ia mengungkapkan harga perlembar pelat alumunium alloy sebagai dasar pembuatan pelat nomor hanya Rp 2900, sesuai harga pasaran internasional. Tapi dalam proyek itu, pelat TNKB yang dibeli Primkoppol dan Korlantas dari PT CMMA harganya menjadi Rp 31 ribu. (Yudho Raharjo/GN-02)

BACA JUGA: