JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf meminta para penegak hukum (jaksa, kepolisian maupun penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan hakim) tidak memiliki rasa belas kasihan dalam menangani kasus-kasus pencucian uang atau kasus korupsi, terutama dalam hal penyitaan aset.

"Jangan ada belas kasihan untuk menyita aset. Kalau kita masih punya belas kasihan ya susah kita," kata Yusuf dalam seminar "Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Rangka Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Narkotika, dan Terorisme", yang diselenggarakan Kedeputian Polhukam Setkab di Hotel Millenium, Jakarta, Selasa pagi (4/11), seperti dilansir setgab.go.id.

Dia menilai, dalam sejumlah kasus korupsi seperti yang terjadi pada kasus Gayus Tambunan atau Bahasyim, seharusnya istri dan anak-anak mereka yang kedapatan menyimpan dana hasil korupsi dari suami atau orang tuanya juga harus diseret ke pengadilan melalui tindak pidana pencucian uang.

Namun karena para penegak hukum memiliki rasa belas kasihan, para istri tersangka korupsi itu bisa tenang-tenang saja. "Ini yang membuat kurangnya efek jera kepada keluarga koruptor," kata Yusuf sembari menyebutkan susahnya mengenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang kepada keluarga koruptor.

Dia mengungkapkan adanya pergeseran modus operandi para pelaku pencucian uang, di mana ada kecenderungan untuk meninggalkan transaksi melalui jasa formal yaitu perbankan atau transfer dengan cara transaksi tunai. Karena itu, kata Yusuf, PPATK mengusulkan perlunya aturan yang bisa membatasi besaran transaksi tunai.

BACA JUGA: