Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menyatakan hukuman bersalah terhadap Nenek Rasminah yang dituduh mencuri piring oleh majikannya membuktikan bahwa para penegak hukum mulai dari penyidik hingga lembaga pemasyarakatan (lapas) melihat hukum sangat mekanistik prosedural.

Hanya peraturan yang ditegakkan oleh mereka dan bukan keadilan substansial. "Jadi para penyidik, para penuntut seharusnya mempunyai sensitivity of justice, apa lagi hakim. Jadi kalau ada perkara-perkara seperti sandal jepit, Mbok Minah yang mencuri kakao itu tidak layak untuk diperkarakan," papar Jimly, sat ditemui, di Gedung KY, Jakarta, Selasa (31/1).

Jimly menanggapi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memvonis nenek Rasminah, 54, yang dinyatakan bersalah mencuri piring. Ditegaskan pakar hukum tata negara ini, para sarjana hukum di negeri ini, khususnya bagi mereka yang telah berkarir sebagai penegak hukum, telah mengalami krisis.

Orientasi penegak hukum, kata Jimly, rata-rata hanya berkecimpung pada peraturan, bukan menegakkan keadilan.

Sebelumnya diberitakan, keinginan nenek Rasminah binti Rawan alias Rasmiah untuk bebas dari segala dakwaan senin (30/1) berakhir. Dalam sidang kasasi di Mahkamah Agung (MA), nenek Rasminah dinyatakan bersalah mencuri enam buah piring dan 1,5 kilogram bahan baku sop buntut sang majikan.

Menurut situs resmi MA, Rasminah terbukti bersalah melakukan pencurian dan dihukum selama 130 hari. Rasminah adalah pembantu rumah tangga yang dituduh majikannya, Siti Aisyah Soekarnoputeri, mencuri enam piring pada 6 Juli lalu.

Nenek Rasminah dituntut hukuman 5 bulan penjara, namun dibebaskan Pengadilan Negeri Tangerang. Ia sempat ditahan selama 130 hari hingga penangguhan penahanannya dikabulkan.

BACA JUGA: