JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya membuka latar belakang kasus suap yang melibatkan dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Latar belakang kasus ini ternyata tak jauh dari "jual-beli" status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk audit keuangan pemerintah yang dilakukan BPK.

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan, latar belakang suap terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP) laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016. Suap itu disebut lantaran Kemendes PDTT ingin opini laporan keuangan di tahun anggaran sebelumnya naik level.

"Ada pembicaraan awal kejadiannya adalah minta agar pengin naik dari WDP (wajar dengan pengecualian) jadi WTP, tolong dibantu, nanti ada sesuatu," kata Agus di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5).

Ketika ditanya tentang siapa yang menginisiasi hal itu, Agus hanya mengatakan bila pertemuan awal itu terjadi antara pejabat eselon I Kemendes dengan auditor BPK. "Pertemuan terjadi antara eselon 1 Kemendes dan auditor BPK," kata Agus.

KPK menyebut commitment fee terkait dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Kemendes ke BPK adalah Rp240 juta. Uang Rp40 juta disita ketika operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung dan sisanya telah dibayarkan sebelumnya. "Pemberian Rp 40 juta lalu Rp 200 juta," kata Agus Rahardjo.

Sebelumnya diketahui, dalam LKKL (Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga) tahun 2015 Kemendes PDTT mendapatkan opini WDP. Dalam laporan tahunan BPK tahun 2015, keterangan soal WDP itu dicantumkan terhadap Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

Sementara itu, Kabiro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman memastikan bila pada tahun 2016, Kemendes PDTT mendapatkan opini WTP. "LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) kemarin kalau yang LKKL dapat WTP. Ya, ya (termasuk Kemendes)," ucap Yudi ketika dikonfirmasi, Sabtu (27/5).

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka yaitu Irjen Kemendes Sugito, pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo, pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri, dan auditor BPK Ali Sadli. Sugito dan Jarot disangka memberikan uang kepada Rochmadi dan Ali agar Kemendes memperoleh opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Uang senilai Rp40 juta pun disita KPK yang merupakan sisa dari komitmen fee sebesar Rp240 juta. Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara ini, KPK memamerkan barang bukti berupa amplop-amplop yang dipakai uuntuk menyimpan uang suap. Agus menyebut amplop itu ditemukan di BPK ketika tim KPK hendak mencari Rp 200 juta yang sudah dibayarkan. "Nah, masuk ke kamarnya itu kan mencari Rp200 juta. Nah amplopnya yang mana. Ini amplop apa. Itu masih dalam proses penyidikan lebih lanjut," kata Agus.

Sementara itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut amplop itu ada yang berisi uang, ada pula yang tidak. Amplop-amplop itu disita KPK dari ruangan yang digeledah. "Itu semua amplop yang diamankan dari ruangan yang digeledah. Isi ya ada yang uang ada yang bukan," sebut Febri di tempat yang sama.

KPK memang telah mengamankan uang dalam operasi tangkap tangan auditor BPK dan Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Uang ini diamankan dari ruangan di kantor BPK. "Ketika OTT dilakukan Rp 40 juta didapatkan di ruangan ALS (Ali Sadli)," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5).

Dalam penggeledahan berikutnya di ruang pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri, tim KPK menurut Febri juga menemukan uang dan amplop. "USD3.000 dari brankas RS (Rochmadi Saptogiri). (Mengenai amplop-amplop) Itu masih kita dalami. Jadi yang ketemu di ruangan ALS cuma Rp 40 juta, yang ketemu di ruang RS di brankas itu sama di tas yang tadi dilihatin itu ada dolar dan rupiah," terang Febri.

Tas berjenis travel bag itu disebut Febri berada di ruangan Rochmadi dengan banyak amplop di dalamnya. Total jumlah uang di dalam amplop adalah Rp1,145 miliar. "Ditemukan di ruangannya RS. Uang-uang itu di dalam tas itu, travel bag. Kalau tas kan gak mungkin disembunyikan di brankas," imbuhnya.

TIDAK TAHU MENAHU - Terkait adanya suap yang diberikan pejabat Kemendesa PDTT kepada auditor BPK, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengaku tak tahu menahu sumber uang suap terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP). "Saya nggak tahu, bisa ditanyakan langsung ke yang bersangkutan," ujar Mendes Eko dalam jumpa pers di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5).

Eko mengaku belum mengetahui mengenai pendekatan yang dilakukan Sugito ke auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Saya belum dapat informasi. Saya baru dengar informasi dari KPK tadi. Saya nanti akan berkoordinasi dengan KPK untuk membantu proses ini. Kita akan bantu semua yang dibutuhkan KPK agar proses ini lancar," jawab Eko ditanya soal inisiatif pemberian duit untuk memuluskan Kemendes mendapat opini WTP.

Eko juga menyesalkan keterlibatan Irjen Kemendes Sugito dalam kasus suap terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Mendes mengenal Sugito sebagai sosok berkinerja baik dan juga inisiator pembentukan satgas internal saber pungli.

"Mereka semua bekerja keras untuk mendapatkan WTP, sayang ada cacat soal peristiwa ini. Beliau (Sugito) juga termasuk punya ide saber pungli, membentuk satgas internal saber pungli. Hati kecil saya tidak percaya Pak Irjen tersangkut masalah ini. Saya sangat menghargai sosok Irjen," ujar Eko.

Eko juga mengaku kecewa dengan tindakan Sugito memberikan duit suap kepada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mendapatkan opini WTP untuk tahun anggaran 2016. Padahal Sugito menurut Eko kerap memberikan contoh kepada para pejabat/pegawai Kemendes untuk bekerja sesuai aturan.

Dia memastikan Sugito akan diganti dari posisinya saat ini. Eko menegaskan tidak menoleransi penyimpangan yang terjadi di kementerian yang dipimpinnya. "Kalau sudah tersangka secara aturan sudah harus diganti. Tapi kalau terbukti tidak bersalah ya tidak diganti. Selama proses beliau tersangka sudah harus diganti. Besok pagi kita lakukan, siapa yang ganti, kita lakukan besok pagi," sambungnya.

KPK sendiri langsung melakukan penahanan terhadap keempat tersangka tersebut. Mereka ditahan di rutan berbeda. "Terhadap 4 orang tersangka dalam kasus suap ke auditor BPK, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama mulai 27 Mei-15 Juni 2017," ujar Kabiro Febri Diansyah.

Tersangka pertama yang keluar dari gedung KPK adalah Ali Sadli (Auditor BPK). Tersangka kedua yang ditahan adalah Rochmadi Saptogiri (pejabat eselon I BPK). Sedangkan tersangka ketiga dan keempat, Jarot Budi Prabowo (pejabat Eselon III Kemendes PDTT) dana Sugito (Irjen Kemendes PDTT) menyusul setelahnya.

"Tersangka SUG dan JBP ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, RS ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur dan ALS di Rutan Cabang KPK di Guntur," sebut Febri. (dtc)

 

BACA JUGA: