JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kredibilitas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebenarnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Ditunjuknya BPK menjadi auditor eksternal Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA menjadi salah satu acuannya.

Penetapan BPK sebagai auditor eksternal organisasi ini diumumkan melalui sidang umum ke-59 IAEA, Pada 17 September 2016 lalu. Tak hanya nama harum, kerja BPK sebagai auditor eksternal IAEA akan menyumbangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi Indonesia sebesar 414 ribu Euro atau setara dengan Rp6,61 miliar.

Sayangnya ibarat "nila setitik rusak susu sebelanga" kredibilitas BPK justru tengah diuji gara-gara ulah dua orang auditornya. Kedua auditor itu, bersama seorang stafnya, Jumat (26/5) sore, dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran persoalan suap. Suap itu diduga diberikan terkait pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).

Total ada 7 orang yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dua orang di antaranya auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Ada 7 orang yang dibawa ke kantor KPK dan sekarang dilakukan pemeriksaan dari OTT tersebut. Kita masih mendalami banyak hal," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (26/5).

Febri menjelaskan, dari ketujuh orang yang ditangkap, 2 adalah penyelenggara negara, sedangkan sisanya adalah PNS dan non-PNS. Saat ini KPK masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap ketujuh orang tersebut. "7 orang tersebut berasal dari 2 unsur institusi negara," ujar Febri.

Setelah penangkapan, KPK melakukan penggeledahan dan menyegel sejumlah ruangan di Kemendesa. Beberapa barang bukti diamankan. Berdasarkan informasi yang didapatkan, dua auditor tersebut ditangkap karena kedapatan menerima suap terkait pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Desa.

"Besok kita sampaikan lebih rinci. Tim sedang melakukan pemeriksaan kini sampai besok. Kita akan bahas sekali dan ekspose hasilnya dan ditetapkan status hukum lebih lanjut," ujar Febri ditanya soal penangkapan terkait dugaan suap pemberian WTP untuk Kementerian Desa

Sebelumnya Sekjen BPK Hendar Ristriawan mengatakan ada dua orang auditor dan satu staf yang terkena OTT KPK. Hendar mengatakan penangkapan dilakukan pada pukul 15.12 WIB.

Petugas KPK juga menyegel dua ruangan di kantor BPK. "Dua orang auditor dan 1 orang staf. Inisial R dan AS. Satu lagi Y (staf)," kata Hendar di Kantor BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (26/5).

Setelah melakukan penggeledahan, pada pukul 17.08 WIB kedua orang auditor dan 1 orang staf BPK tersebut dibawa ke KPK. "Sampai jam ini, saya masih menunggu, berita lebih lanjut dari KPK tetapi besok sore saya mendapat informasi dari KPK akan dilakukan konpres dan juga dari BPK juga akan turut serta dalam konpres itu," kata Hendar.

Belum diketahui pasti terkait apakah penangkapan tersebut. Selain itu, belum diketahui pula berapa uang yang disita KPK terkait penangkapan itu. "Tunggu besok saja ada konpers (konferensi pers)," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.

Tim KPK sendiri usai melakukan OTT langsung melakukan penghitungan uang yang diamankan dalam OTT tersebut. "Informasi dari tim uangnya dalam bentuk rupiah. Saya belum dapat detail, namun masih dilakukan penghitungan," kata Febri Diansyah.

Saat ini KPK masih memeriksa 7 orang yang ditangkap. "Penyidik perlu melakukan pemeriksaan lebih dahulu selama 1x24 jam ini sebelum menentukan status dari 7 orang itu. Ketika sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup sesuai UU maka ditetapkan sebagai tersangka. Tapi ada juga yang masih sebagai saksi. Ini standar yang sama yang kami berlakukan untuk OTT," sambungnya.

BERSIH - Sementara itu, terkait OTT ini, Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan, petugas KPK juga telah menyegel ruangan bagian biro keuangan Kemendes. Namun siapa pejabat Kemendes yang ditangkap KPK, Eko mengaku belum mengetahui. Saat ditanya soal dugaan suap terkait pemberian status WTP, Eko memastikan kementeriannya sangat bersih. "Kita sangat bersih. Bersih malah jadi kayak gini," ujar Eko di kantornya, Jl Kalibata, Jaksel, Jumat (26/5).

Eko sendiri mengaku masih terus menunggu perkembangan kasus ini dari pihak biro hukum Kemendesa PDTT yang diutusnya ke KPK. Eko mengatakan mengirim biro hukum demi mengetahui informasi adanya penyegelan dikantornya.

"Saya kirim biro hukum saya untuk ke KPK untuk mendapatkan kejelasan dari informasi itu. Saya nunggu sampai sekarang tidak pulang-pulang ini, nunggu dari biro hukum saya dapat informasinya, bagaimana supaya saya bisa menjelaskan bagaimana ke media secara pasti," kata Eko.

Eko mengatakan penyegelan yang terjadi informasinya masih simpang siur. Namun ia memastikan bahwa ada ruangan yang disegel oleh pihak KPK. "Sampai sekarang masih simpang siur ini informasinya, yang jelas ada ruangan di kantor biro keuangan saya yang disegel sama KPK," jelasnya.

Sedangkan nama pejabat dan kaitan kasusnya, Eko mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. Ia mengatakan menyerahkan kasus ini pada aturan saja. "Belum dapat informasi (nama pejabat), belum dapat informasi (kasusnya), kalau bisa tolong ditanyakan ke KPK juga, kalau dapet informasi juga, saya nggak tahu, ya diserahkan ke aturan hukum yang berlaku saja," ujarnya.

Eko juga mengaku belum mendapat informasi apakah ada barang yang diamankan atau tidak. Ia hanya mengetahui ada penyegelan saja. "Saya belum dapat informasi, baru disegel saja yang saya dapat, makanya saya tunggu nih nggak pulang pulang nih, belum dapat kabar ya, kita sangat bersih bersih malah jadi kayak gini," imbuhnya. (dtc)

BACA JUGA: