JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati sejumlah fraksi telah tegas menyatakan penolakannya atas usulan pengajuan hak angket (hak untuk melakukan penyelidikan) terhadap KPK terkait rekaman pemeriksaan mantan anggota komisi II Miryam Haryani, namun pengajuan hak angket terus bergulir. Nasib kelangsungan hak angket akan ditentukan hari ini dalam rapat paripurna penutupan masa sidang DPR.

Sejumlah Fraksi seperti  Gerindra, PKB, dan Demokrat telah tegas menyatakan penolaknnya. Partai Gerindra beralasan menolak usulan angket karena KPK tidak boleh diganggu dalam mengusut suatu kasus. Sedang PKB menolak karena berpendirian hanya pengadilan yang berhak memerintahkan membuka rekaman BAP. Sementara Demokrat yang mendapat perintah langsung SBY untuk menolak usulan hak angket karena hal itu bisa melemahkan KPK.

Selain penolakan juga ada sejumlah fraksi yang masih abu-abu menyikapi pengajuan hak angket kepada KPK. Kendati meminta anggotanya tak ikut meneken usulan, namun juga tak melarang anggotanya ikut menandatangani hak angket.

Fraksi yang membebaskan pilihan kepada anggotanya itu diantaranya Faksi PAN, PPP, PDIP, dan Golkar.

"Sampai hari ini saya meminta untuk tidak menandatangani. Namun kita juga tidak bisa menghalangi karena sudah ada yang menandatangani," tutur Sekretaris Fraksi PPP Amir Uskara, Kamis (27/4).

Sedang menurut Ketua Fraksi PAN Mulfachri Harahap menyatakan hingga kemarin pihaknya masih mengkaji usulan angket. "Masih mempelajari materi yang dikhususkan di Komisi III. Apakah materi itu memang pantas diangkat ke angket atau tidak, kita belum putus," ujarnya.

Sementara PKS dan NasDem sejauh ini belum mengambil keputusan. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan PKS belum memutuskan karena tiga dari empat anggota yang duduk di Komisi Tiga saat ini sedang berada diluar. Sehingga belum bisa diambil kesepakatan. Namun pihaknya telah meminta anggota yang ada di Komisi III untuk mengkajinya.

Sedang satu-satunya fraksi yang menyatakan mendukung hak angket adalah fraksi Hanura. Alasan mendukung usulan hak angket KPK, karena untuk mengetahui pelaku penekan Miryam yang merupakan kader mereka.

Usulan mengusung  hak angket pertama kali terlontar dalam rapat Komisi III DPR dengan KPK Kamis (19/4) lalu. Dalam pertemuan itu sempat terjadi perdebatan alot, karena KPK menolak membuka rekaman proses BAP Miryam yang menyebut bahwa ada enam anggota Komisi III yang menekan Miryam untuk bersaksi dalam kasus korupsi e-KTP. Karena KPK menolak membuka Komisi III pun mengancam menggunakan hak angket untuk memaksa KPK membuka isi rekaman proses pemeriksaan Miryam.

Selanjutnya usulan angket itu pun bergulir kendati di Komisi III sendiri terjadi perbedaan pendapat tentang pengajuan hak angket.
Sesuai syarat untuk pengajuan hak angket, minimal harus terpenuhi 25 anggota DPR pengusul, yang bisa berasal lebih dari satu fraksi. Selanjutnya setelah syarat terpenuhi. Usulan diajukan kepada pimpinan DPR dan  telah akan dibacakan dalam rapat paripurna jumat pagi.

Dari usulan 25 anggota DPR yang telah membubuhkan tanda tangan itu,  mereka berasal dari delapan fraksi. Dua fraksi Demokrat dan PKS menolak tanda tangan. Belakangan tiga fraksi tegas menyatakan menolak angket KPK dan akan mencabut tanda tangan.

Rencananya usulan Angket itu akan dirapatkan dalam rapat badan musyawarah (Bamus) sebelum sidang paripurna penutupan hari ini. Kemarin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah  menyatakan usulan itu akan disampaikan dalam rapat paripurna hari ini. Selanjutnya akan disampaikan pendapat setiap fraksi atau penundaan pengambilan keputusan, pasalnya hingga saat ini baru dua fraksi belakangan menyatakan menolak.


"Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS saat ini secara resmi menolak usulan angket KPK," ujar Fahri. Kendati Fahri yang merupakan anggota Fraksi secara pribadi ikut menandatangani usulan.


ADA KETAKUTAN DPR - Dilain pihak pengajuan usulan hak angket ini dipandang sebagai bentuk ketakutan DPR atas proses penyidikan yang dilakukan KPK. Sebab diketahui penyidikan kasus e-KTP belakangan menyeret sejumlah nama anggota DPR.

Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli juga melihat usulan hak angket didasari motif tersebut. "Pasti ada ketakutan dari DPR karena mungkin itu kawan mereka, mungkin ada persinggungan dengan mereka. Saya menduga, apakah itu terjadi atau tidak," ujarnya.

Diajukannya hak angket untuk dibukanya rekaman pemeriksaan Miryam,  kata Raja, justru dinilai kontra upaya KPK memerangi korupsi. DPR seharusnya menunjukkan mendukung upaya KPK memberantas korupsi, bukan malah seperti ingin melemahkan. Belakangan Miryam sendiri yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemberian keterangan palsu telah menjadi buronan KPK, karena melarikan  diri.

Raja  menilai pengajuan hak angket belum  diperlukan. Hal itu justru akan memperlemah KPK. Padahal yang perlu dilakukan adalah memperkuat KPK supaya lembaga ini bisa bekerja lebih efektif, lebih efisien, membuat orang kapok korupsi.

Raja berharap KPK tak gentar dengan langkah Komisi III DPR ini. Justru akan lebih gigih mengungkap mega-korupsi kasus e-KTP. KPK juga.


AKTIVIS KRITIK HAK ANGKET - Sejumlah Aktivis anti korupsi  juga mengkritisi langkah Komisi III DPR mengajukan hak angket kepada KPK. Aktivis antikorupsi seperti Natalia Soebagjo, Betti Alisjahbana, Lelyana Santosa, dan Zainal Arifin Muchtar usulan angket tersebut sebagai bentuk tekanan kepada KPK. Seperti halnya kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan.

"Ini mengindikasikan adanya ancaman yang serius pada agenda nasional pemberantasan korupsi, sekaligus terhadap prinsip-prinsip konstitusi tentang negara hukum di Indonesia," ujar Natalia Soebagjo saat menyambangi KPK sebagai bentuk dukungan, pekan lalu.

Kendati pihaknya meyakini berbagai bentuk tekanan politik yang dialamatkan kepada KPK, tidak menyurutkan langkah KPK dalam memberantas korupsi. Namun para aktivis ini meminta kepada DPR agar dapat menahan diri dengan tidak mencampuri kewenangan penegakan hukum KPK.harus tetap bekerja secara profesional dan tidak terganggu dengan berbagai intervensi yang ada. (dtc)

BACA JUGA: