JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dugaan adanya intervensi dalam berbagai permasalahan pajak terhadap beberapa perusahaan tertentu terungkap di pengadilan. Dalam sidang lanjutan kasus tersebut dengan terdakwa Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair, salah satu pejabat pajak mengungkap hal tersebut.

Kepala Kanwil DKI Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengungkapkan, dirinya pernah dipanggil Luhut Panjaitan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Pemanggilan itu disinyalir agar Ditjen Pajak membatalkan surat pencabutan pengusaha kena pajak (PKP) terhadap sejumlah perusahaan Jepang.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, pihaknya akan meneliti setiap keterangan yang muncul dalam fakta-fakta persidangan. Apalagi, saat ini KPK masih mempunyai dua tersangka lain yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Handang Soekarno.

"Fakta-fakta persidangan di kasus dengan terdakwa Mohan akan menjadi salah satu poin yang kita dalami dan diharap dapat membantu penyidikan HS," kata Febri kepada gresnews.com, Selasa (14/3).

Saat ditanya apakah yang dilakukan Luhut sebagai bentuk intervensi, Febri enggan mengungkapkannya. "Nanti akan kami pelajari," tutur Febri.

Dalam persidangan kemarin, Haniv mengaku dipanggil Luhut yang belakangan berakibat pada dilakukannya pembatalan pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang. "Saya dipanggil Pak Luhut. Jadi waktu itu dipanggil Pak dirjen, tapi saya yang dipanggil," kata Haniv saat bersaksi di sidang Rajamohanan, Senin (13/3).

Menurut Haniv, saat itu di Kantor Luhut ada Duta Besar Jepang dan beberapa wajib pajak perusahaan Jepang. Luhut meminta agar masalah pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dapat segera diatasi.

Dalam pembicaraan tersebut, Haniv berucap, Luhut mengklaim telah berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo. "Pak Luhut bilang, ´Ini Dubes Jepang sudah ke Presiden, Kau harus selesaikan ini. Sore ini bisa kau selesaikan?´" tutur Haniv menirukan ucapan Luhut.

Perintah itu pun disanggupi Haniv. Sebelumnya ia juga mengakui mendapat banyak keluhan dari pengusaha asal Jepang dan Korea, termasuk PT EKP soal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pencabutan PKP itu dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata.

Setelah pertemuan itu, Haniv kemudian menghubungi Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Tak lama kemudian, pencabutan PKP sejumlah perusahaan Jepang dilakukan. "Semua pengusaha Jepang datang ke saya, bilang terima kasih," kata Haniv.

BUKAN YANG PERTAMA - Adanya dugaan intervensi yang dilakukan terhadap Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terhadap beberapa perusahaan Jepang itu semakin melengkapi dugaan adanya campur tangan sejumlah pihak dalam menekan pihak Ditjen Pajak. Dalam surat dakwaan Mohan juga menyebut Ditjen Pajak telah menihilkan tagihan pajak PT EKP sebesar Rp78,7 miliar dan membatalkan pencabutan PKP.

Nihilnya tagihan pajak dan pembatalan pencabutan PKP PT EKP itu terjadi setelah adanya pertemuan antara Arif Budi Sulistyo yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo dengan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi dan juga Handang Soekarno selaku PPNS dan seorang pengusaha bernama Rudi Prijambodo.

"Pada tanggal 4 Oktober 2016, atas arahan Ken Dwijugiasteadi, Muhammad Haniv memerintahkan Jhonny Sirait agar membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP," kata Jaksa Ali Fikri dalam surat dakwaannya.

Kemudian atas saran Haniv, pada tanggal 5 Oktober 2016 PT EKP mengirimkan surat kepada KPP PMA Enam untuk membatalkan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang ditindak lanjuti oleh KPP PMA Enam dengan mengeluarkan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP.

"Beberapa hari setelah pertemuan antara Terdakwa dengan Handang Soekarno, selanjutnya Muhammad Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Nomor:KEP07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00270/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP," kata Jaksa KPK lainnya Muhammad Asri Irawan.

Selanjutnya Surat Keputusan Nomor: KEP08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor: 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP, yang mana kedua surat keputusan tersebut diterima Rajamohanan pada tanggal 7 November 2016.

Dengan demikian, tunggakan pajak PT EKP sebesar Rp52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015, menjadi nihil.

Dalam persidangan kemarin, Ken yang juga dihadirkan sebagai saksi membenarkan adanya pertemuan tersebut. Namun ia membantah tujuan dari pertemuan membahas permasalahan pajak PT EKP. Ken juga mengaku tidak mengetahui jika Arif Budi merupakan adik ipar Presiden Jokowi.

BACA JUGA: