JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi tidak menerima permohonan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan tiga anggota DPD lainnya, yang meminta sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dinyatakan inkonstitusional.

"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Arief Hidayat, Selasa (28/2).

Sebelumnya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan tiga orang koleganya Djasarmen Purba, Anang Prihantoro, dan Marhany Victor Poly Pua menggugat Pasal 260 ayat (1), Pasal 261 ayat (1) huruf i, serta Pasal 300 ayat (2) UU MD3, karena tidak secara jelas mengatur masa jabatan pimpinan DPD.

Dalam pertimbangan, Hakim konstitusi Maria Farida Indrati menilai, pokok permasalahan yang diajukan para Pemohon pada dasarnya berkaitan dengan masa jabatan Pimpinan DPD-RI yang semula 5 (lima) tahun, kemudian diubah menjadi 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan. Sehingga  laporan kinerja Pimpinan DPD dapat berujung pada pemberhentian, serta pemberlakuan surut Peraturan Tata Tertib di internal DPD-RI.

Hanya, MK menilai pokok gugatan para pemohon sebetulnya merupakan materi Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib dan bukan materi pengujian undang-undang. MK menegaskan bahwa norma-norma yang dipersoalkan para pemohon merupakan norma-norma yang konstitusional.

"Dengan demikian, ketiga permasalahan yang diajukan para Pemohon di atas, menurut Mahkamah tidak disebabkan oleh norma pemilihan Pimpinan DPD-RI, penyampaian laporan kinerja sebagai salah satu tugas Pimpinan DPD-RI, dan pemberlakuan Tata Tertib, sebagaimana diatur dalam Pasal 260 ayat (1), Pasal 261 ayat (1) huruf i, Pasal 300 ayat (2) UU MD3, melainkan persoalan pengaturan lebih lanjut dari norma-norma tersebut," kata Maria.

Lantaran itulah ditegaskan Maria, MK tidak menemukan ada persoalan konstitusionalitas dalam pasal-pasal tersebut. Apa yang dipermasalahkan para pemohon merupakan materi Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib, sehingga MK tidak berwenang menilainya.

Maria juga menyebut, tata cara pemilihan pimpinan DPD-RI dan tata cara pelaksanaan tugas pimpinan, kewenangannya sudah diberikan pembentuk UU kepada DPD-RI. Demikian pula soal substansi tata tertib DPD, pembentuk UU telah menentukan tata cara pemilihan, penetapan, bahkan pemberhentian dan penggantian pimpinan. Di  atas itu semua, pembuat UU juga telah mengamanatkan agar penetapan tata tertib harus berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Menimbang, berdasarkan pertimbangan di atas telah nyata bahwa substansi yang dipersoalkan para Pemohon adalah substansi yang diatur dalam Peraturan Dewan Perwakilan Daerah tentang Tata Tertib, meskipun pada perihal permohonannya disebutkan sebagai permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, sehingga Mahkamah tidak berwenang mengadilinya," pungkas Maria.

MENUNGGU PUTUSAN MA - Menanggapi putusan ini, GKR Hemas menyatakan terkait gugatannya terhadap masa jabatan pimpinan DPD, dirinya masih memiliki harapan di Mahkamah Agung (MA).

"Kami berharap Mahkamah Agung secepatnya berikan keputusannya," kata Hemas, seusai sidang pembacaan putusan.

Ia mengakui, seiring gugatannya ke MK, pihaknya juga mengirim gugatan serupa ke MA. Bedanya, materi gugatan yang dilayangkan ke MA sepenuhnya menyoal Peraturan DPD. Sedang gugatan ke MK menyoal materi UU MD3. Hanya, meski gugatan uji materi ke MA sudah cukup lama dilayangkan, Hemas mengaku hingga saat ini belum mendapat putusan terkait gugatan itu. "Jadi, saya kira ini harus kita dorong atau MA harus sesegera mungkin berikan putusan," katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum GKR Hemas Andi Irmanputra Sidin menjelaskan, pihaknya menggugat UU MD3 lantaran menilai UU a quo tidak mengatur masa jabatan ketua DPD dengan jelas. Hal itu dianggap Irman telah menimbulkan ketidakpastian hukum. "Seharusnya diatur dengan jelas. Selama ini, masa jabatan diatur dalam tata tertib yang disepakati oleh para anggota," kata Irman, Selasa (28/2).

Pada sidang perdana perkara yang teregistrasi dengan nomor 109/PUU-XIV/2016 ini, Irman juga sempat mendalilkan bahwa para pemohon selaku pimpinan DPD mengalami kerugian konstitusional karena UU MD3 sama sekali tidak mengatur persoalan masa jabatan pimpinan DPD. Hal itu berlaku juga bagi pimpinan MPR dan DPR. Fakta demikian, sambung Irman, bisa membuat para pemohon dilengserkan sewaktu-waktu karena alasan kepentingan politik.

"Permohonan kami ini tidak semata soal kekuasaan yang mau dipertahankan, tapi yang diinginkan adalah pembangunan sistem ketatanegaraaan. Seperti diketahui, ternyata masa jabatan pimpinan lembaga parlemen sejak tahun 1970 itu tidak pernah diatur dalam undang-undang," kata Irman, Kamis (15/12).

Senada dengan Hemas, Irman pun berharap MA segera memberi putusan soal masa jabatan pimpinan DPD, pasca ditetapkannya putusan MK yang menolak gugatan mereka.

"Ya, itulah makanya nasib masa jabatan legislatif nantinya ditentukan oleh keputusan MA, karena kalau terbuka ruang seperti ini masa jabatan itu bisa setahun, sebulan, bahkan bisa lebih masa jabatan keanggotaannya. Nah, kami harap MA segera keluarkan putusan," pungkasnya. (Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: