JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepolisian Daerah Metro Jaya selaku termohon dalam perkara praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Buni Yani tengah berupaya membantah dalil-dalil yang diajukan Buni Yani. Terkait penetapan tersangka dan penangkapan Buni Yani dalam kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian, Polda Metro Jaya beralasan hal itu telah melalui prosedur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Teguh Arifiyadi, ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dihadirkan sebagai ahli dalam persidangan Jumat (16/12) lalu oleh pihak Polda Metro Jaya, menyatakan, kasus yang menjerat Buni Yani memenuhi unsur Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Dia menjelaskan, akun Facebook Buni Yani dengan caption-nya yang disebar melalui media sosial itu dinilai memenuhi unsur kesengajaan.

Dalam akun Facebook ada setting publik atau setting private. Kalau dia di-set melalui setting publik maka ini pun bisa menyebar tanpa Buni Yani sendiri yang menyebar. Menurutnya, dengan meng-share di wall Facebook, maka itu sudah bisa diakses. Karena setelah itu, tidak ada penyangkalan terkait caption yang ditulisnya.

"Begitu dia login dengan akun sama dan tidak ada penyangkalan bahwa akun ini sudah diretas maka itu dapat dianggap sebuah kesengajaan," kata Teguh saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya.

Lebih jauh dia mengungkapkan, soal kasus yang dijerat dengan UU ITE, dimana menurut kubu Buni Yani, prosedur penahanannya masih harus menggunakan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), hal itu tidak bermasalah. "Pasal 28 Ayat (2) UU ITE delik formil tanpa terlebih dahulu menunggu akibat," ungkap Teguh.

Buni Yani mempermasalahkan, dia dijerat dengan menggunakan UU ITE yang lama. Sesuai UU ITE yang lama, soal penangkapan dan penahanan masih perlu mendapat penetapan dari pihak pengadilan negeri. Buni Yani keberatan karena dalam kasusnya, prosedur itu tidak ditempuh.

Dalam konteks ini, hakim tunggal Sutiyono sempat menanyakan apakah Pasal 28 Ayat (2) UU ITE merupakan delik aduan atau tidak. Teguh menjawab tegas, Pasal 28 Ayat (2) menurutnya bukanlah delik aduan tetapi delik formil. "Tanpa menunggu akibat dari tindak pidana pasal tersebut sudah bisa ditindak secara pidana," tegasnya.

Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya lantaran postingan di akun media sosial Facebook soal video Ahok yang diduga menistakan agama. Penetapan tersangkanya bukan soal konten video yang disebarkannya, tapi karena Buni Yani menulis caption dalam video tersebut yang diduga melanggar pasal 28 Ayat (2) UU ITE.

Saksi ahli lain yang dihadirkan Polda Metro Jaya adalah Effendy Saragih, dosen hukum pidana Universitas Trisakti. Effendy menjelaskan soal prosedur penetapan tersangka Buni Yuni yang sempat dipersoalkan pihak Buni Yani. Buni Yani menganggap penetapan tersangka tidak sah lantaran tidak didahului dengan gelar perkara terkait kasus tersebut.

Namun hal itu pun dibantah pihak Polda Metro Jaya. Kepolisian bahkan telah mengklaim melakukan gelar perkara hanya saja tidak melibatkan pihak Buni Yani.

Saat ditanya soal apakah ketentuan gelar perkara ada di dalam KUHAP, Effendy menyangkal. Menurut Effendy, tidak ada ketentuan di dalam KUHAP yang memerintah agar dilakukan gelar perkara sebelum penetapan tersangka.

"Gelar perkara tidak dikenal dalam KUHAP. Maka kalau tidak dilakukan gelar perkara tidak ada konsekuensi hukumnya, penyidikannya tetap sah," tukas Effendy.

SILANG PENDAPAT - Ketua tim kuasa hukum Polda Metro Jaya, Agus Rohmat, menguatkan dalil yang disampaikan Teguh Arifiyadi. Agus mengatakan, pihak kepolisian telah melakukan penyidikan, penetapan tersangka dan penangkapan Buni Yani sesuai dengan undang-undang ITE. Karena kejadian itu masih memakai UU ITE yang lama, maka penangkapan mesti mendapat penetapan dari pengadian negeri .

Dalam kasus Buni Yani, Polda telah mengeluarkan surat penangkapan dan penetapan dari pengadilan negeri setempat melalui kejaksaan negeri dalam waktu 24 jam. "Soal penangkapan juga bahwa tadi kita tunjukkan bahwa kita telah mendapatkan penetapan penangkapan dan penahanan dari pengadilan negeri," kata Agus kepada wartawan di PN Jakarta Selatan.

Kepolisian melakukan penangkapan terhadap BuninYani pada tanggal 23 November 2016. Seharu setelah itu, kata Agus, pengadilan negeri Jakarta telah mengeluarkan penetapannya sesuai dengan amanat pasal 43 ayat 6 UU ITE."Jadi semua telah sesuai dengan KUHAP," tegas Agus.

Sementara penasihat hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menganggap dasar penetapan kliennya dengan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE masih terlalu sumir. Menurut Aldwin, pasal tersebut perlu dikaji mendalam karena bisa mencederai hak konstitusional warga negara yang ingin mengungkapkan pendapatnya.

Aldwin sempat mempertanyakan soal batasan Pasal 28 Ayat (2) tersebut. Dalam perkara itu, mengacu kepada frase siapakah yang berhak sesuai bunyi pasal tersebut. Kalau bunyi pasal itu ada frase yang berhak, tentu ada yang tidak berhak, lalu siapa yang berhak?

"Siapa yang berhak? Kan tidak ada. Ini bisa menjerat orang justru membelenggu orang ketika dia menyatakan kebebasan berpendapatnya," ungkap Aldwin.

Untuk diketahui, Pasal 28 Ayat 2 UU ITE berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".

BACA JUGA: