JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Buni Yani, tersangka kasus dugaan penyebaran kebencian yang dijerat dengan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam persidangan dengan agenda jawaban dari pihak Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, kuasa hukum Polda Metro membantah semua materi permohonan yang diajukan oleh Buni Yani.

Kuasa hukum Polda Metro Jaya, Agus Rohmat, dalam persidangan Rabu (14/12), membantah permohonan Buni Yani yang dibacakan sidang sehari sebelumnya. Agus menilai ada beberapa persoalan yang menurutnya tidak tepat yang dijadikan dasar oleh Buni Yani dalam mengajukan permohonan praperadilan. Diantaranya, terkait Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009 yang dirujuk oleh Buni Yani.

Agus menegaskan dalam jawaban permohonannya, rujukan yang dipakai soal penetapan tersangka Buni Yani telah dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru. Jadi hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan permohonan Buni Yani.

"Yang paling fatal adalah mereka mendasari kepada Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 yang sudah tidak berlaku lagi. Telah diganti dengan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan," kata Agus di PN Jakarta Selatan kepada gresnews.com.

Dia menambahkan, Kepolisian telah melakukan langkah sesuai dengan prosedur saat menetapkan Buni Yani sebagai tersangka. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kepolisian bahkan telah melakukan gelar perkara dan memeriksa saksi baik pelapor maupun saksi untuk menguatkan argumentasi hukum penetapan tersangka.

"Telah melakukan gelar perkara sebelum penetapannya sebagai tersangka. Sudah memeriksa saksi baik saksi ahli ITE maupun ahli bahasa," imbuh Agus.

Dalam jawaban itu juga, pihak Polda Metro Jaya menyatakan Buni Yani dianggap memposting dengan konten yang menimbulkan rasa kebencian. Bahkan apa yang ditulis Buni Yani tidak sesuai dengan isi video yang diunggahnya.

Karena postingan itu, sesuai dengan keterangan saksi bahasa yang telah diperiksa, kalimat tersebut mengandung unsur Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Kalimat yang diposting itu soal Al-Maidah 51 bermakna positif. Namun ketika frase tersebut dihubungkan dengan predikat "dibohongi" menimbulkan nuansa kebencian.

"Yang disampaikan Buni Yani tidak sesuai dengan apa yang video upload. Menurut ahli, Pasal 28 UU ITE frase menimbulkan bermakna mengakibatkan kebencian," ujar kuasa hukum Polda Metro Jaya.

MASUK POKOK PERKARA - Sementara itu, penasihat hukum Buni Yani Aldwin Rahadian malah melihat jawaban yang dibacakan secara bergantian oleh kuasa hukum Polda Metro telah melampaui batas formil yang diuji melalui praperadilan. Jawaban Polda telah masuk ke pokok perkara yang bukan menjadi domain praperadilan untuk mengujinya.

Kalau jawaban yang telah masuk ke pokok perkara, imbuh Aldwin, tidak lagi diuji menjadi wilayah praperadilan namun diuji melalui persidangan yang lain. Sementara pihaknya hanya menguji soal prosedur penetapan tersangka kliennya dan penangkapan yang menurutnya melalui prosedur.

"Itu sudah masuk pokok perkara, kita permasalahkan pokoknya itu kan status tersangka Buni Yani, kalau jawaban formilnya ya boleh, kalo soal perbuatan dan unsur itu beda lagi harus diuji," ungkap Aldwin di PN Jakarta Selatan.

Buni Yani sendiri ditetapkan sebagai tersangka lantaran membuat caption saat mengunggah video Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu yang diduga mengandung unsur penistaan agama. Buni Yuni menulis caption di akun facebook-nya: "PENISTAAN TERHADAP AGAMA? "Bapak-ibu [pemilih Muslim]...dibohongi Surat Al-Maidah 51]... [dan] "masuk neraka juga [Bapak-ibu].. dibodohi". Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan vodeo ini".

Buni Yani menganggap penetapannya sebagai tersangka tak beralasan. Dia berdalih bahwa postingannya itu sama sekali tidak mengandung unsur Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Dari tiga kalimat yang diposting itu, dia yakin tidak ada unsur mengundang kebencian.

"Dasar hukum yang sangat lemah dijadikan tersangka, kawan ini tinggal tunggu waktu saja untuk jadi tersangka nanti, jadi itu yang ingin kita lawan," kata Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.

Pihaknya menganggap bahwa penetapan tersangka kepada Buni Yani langsung dilakukan penangkapan tanpa terlebih dahulu diperiksa sebagai tersangka. Dia menyimpulkan, penangkapan dilakukan sebelum pernah adanya pemeriksaan. Dari alasan itu, terdapat kesalahan prosedur saat penangkapan dan penetapan tersangka Buni Yani.

Adapun bunyi Pasal 28 Ayat (2) UU ITE berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".

BACA JUGA: