JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah 31 Kepala Keluarga (KK) warga perumahan Zeni, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, yang tidak terima rumah tinggal mereka digusur pihak Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), memilih menempuh jalur hukum untuk mendapatkan keadilan. Warga resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dalil pihak TNI telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Warga menilai, tindakan pihak TNI yang menggusur warga Zeni Mampang melanggar Pasal 1365 KUH Perdata. Pihak yang digugat adalah Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan Darat dan Direktorat Zeni Angkatan Darat dan Pangdam Jaya.

Juru bicara Warga Zeni Mampang, Mayjen (Purn) Syamsudin, Rabu (31/8), mengatakan, tanah yang digusur oleh TNI pada 17 Januari 2016 lalu itu bukanlah aset TNI. Alasannya, karena tanah yang ditempati adalah milik warga yang dibeli pada 1959 dengan uang pribadi masing-masing prajurit kala itu.

"Kami merasa hak kami diperkosa. Kompleks ini dibangun sendiri oleh warga. Waktu itu ada proyek Monas (Monumen Nasional) yang dikerjakan oleh batalion ini. Uangnya kemudian diorganisir oleh komandan batalion, lalu dibelikan tanah," tutur mantan Panglima Daerah Militer (Pangdam) Lambung Mangkurat tahun 1982 itu kepada wartawan ketika ditemui di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Rabu (31/8).

Pada tanah yang dibeli dari hasil upah yang diterima itu, kemudian warga membangun rumah dengan mandiri. TNI sendiri, imbuh Syamsudin, tak pernah membantu pembiayaan pembangunan rumah tersebut. "Tidak serupiah pun dari uang TNI AD. Artinya itu punya kami," ungkap mantan komisioner Komnas HAM tahun 1998-2002 ini.

Warga sendiri memang tidak memiliki bukti kuat atas kepemilikan itu karena bukti girik yang pernah dimilikinya pun hilang saat banjir tahun 1997 lalu. Namun begitu, ada warga yang rumahnya tidak dibongkar oleh TNI meski terletak di kawasan itu karena telah memiliki sertifikat.

Syamsudin beralasan, rumah yang tak jadi dibongkar itu, pada awalnya statusnya sama seperti rumah warga lainnya. Karena di dalam sertifikat hak miliknya yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu, berasal dari tanah persil dari komplek yang dibeli oleh batalion zeni. Dengan alasan itu, Syamsudin menganggap tanah tersebut bukan milik TNI AD.

Selain itu, dalam beberapa kali pertemuan dengan pihak TNI, pihak TNI sendiri tak berhasil menunjukkan bukti autentik atas klaim kepemilikan TNI. "Apa dasar kepemilikan Anda baik berupa girik atau bukti notaris pelepasan dari warga atas tanah itu? Tidak dapat menunjukkan apa-apa mereka," kata Syamsudin.

Dengan dasar itu, dia yakin warga Zeni Mampang merupakan pemilik sah atas tanah tersebut. Itu pula alasan warga untuk menggugat Panglima TNI terkait penggusuran beberapa waktu lalu. Ada beberapa tuntutan yang diajukan oleh warga baik materi dan imateril.

"Minta ganti rugi tanah dan bangunan rumah kami yang telah dibongkar. Kembalikan tanah kami. Dan minta maaf kepada kami. Selain itu ada juga ganti rugi immateril sebesar Rp200 juta per KK," ujarnya.

MENOLAK DIPINDAHKAN - Kuasa hukum warga Perumahan Zeni Mampang Prapatan, Tigor Gemdita Hutapea, menuturkan, sebanyak 31 KK tersebut menolak untuk direlokasi ke Cilodong, Bogor, Jawa Barat. Pasalnya, warga menganggap mereka merupakan pemilik sah atas tanah yang terletak di Kompleks Zeni Mampang Prapatan.

"Ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Panglima TNI, Kepala Staf TNI AD, Direktorat Zeni dan Pangdam Jaya, dengan cara melakukan pengusiran dan penggusuran paksa terhadap tanah yang mereka miliki," ungkap Tigor kepada wartawan di PN Jakarta Selatan.

Berdasarkan rilis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sejak 2009 pihak TNI telah melakukan penggusuran sepihak tanpa menunjukkan bukti kepemilikan atas kepemilikan tanah. Pada 2009, TNI AU bersengketa dengan warga Rumpin. TNI AU mengklaim atas kepemilikan lahan 1.000 hektare. Ada juga kasus klaim tanah oleh TNI AD Rindam Jakarta Raya atas tanah warga. Lalu ada pula klaim tanah garapan oleh prajurit eks 3 Mei.

Tigor menambahkan awal polemiknya terjadi pada tahun 2000. Waktu itu TNI mengklaim bahwa tanah yang ditempati oleh prajurit TNI di Zeni Mampang Prapatan adalah milik TNI. Namun TNI sendiri tak bisa menunjukkan bukti kepemilikan tanah tersebut.

Tigor membenarkan bahwa tanah tersebut dibeli oleh prajurit TNI secara pribadi. Pembelian itu diambil dari uang saku TNI yang saat mengerjakan proyek Asian Games dan pembangunan Monas pada tahun 1959. Sayangnya, bukti kepemilikan warga itu hilang pada tahun 1997. "Mereka beli secara pribadi dari salah satu warga yang memfasilitasinya," kata Tigor.

Lebih jauh Tigor mengakui, ada tawaran ganti rugi yang diajukan oleh pihak TNI dan memindahkan warga ke Cilodong. Bahkan sebagian warga ada yang telah mengikuti tawaran tersebut. Namun ke-31 penggugat menolak untuk tawaran tersebut karena dianggap tidak adil.

"Mereka bilang penggantian tidak adil. Karena tidal ada musyawarah yang jelas tentang tanah ini. Mereka tak terima tawaran dipindahkan ke Cilodong karena mereka mengaku tanah itu milik mereka," pungkas Tigor.

SEDIAKAN PENGGANTI - Saat melakukan eksekusi atas tanah di Kompleks Zeni, Mampang Prapatan, pertengahan Januari lalu, pihak TNI AD memang sudah menegaskan, telah menyediakan rumah pengganti bagi 70 kepala keluarga yang selama ini meninggali kompleks tersebut.

"Tersisa 60 KK yang menolak pindah dan tetap bertahan di asrama Mampang. Seiring berjalannya waktu bertambah 10 KK penghuni tambahan yang tidak terdaftar sehingga sekarang di lokasi asrama Zeni Mampang terdapat 70 KK yang akan ditertibkan," ujar Kepala Penerangan Daerah Militer Jakarta Raya (Kapendam) Jaya Kolonel Inf Heri Prakosa Ponco Wibowo dalam keterangan tertulisnya, saat itu.

Heri menjelaskan bagi 60 KK, pihak TNI AD memberikan rumah pengganti beserta tanah yang luasnya bervariasi di Kalibaru, Sukmayaja, Depok, dengan status kepemilikan SHM serta dana bantuan pindah rumah. "Sedangkan untuk 10 KK yang tidak terdaftar diberikan dana kerohiman sebesar Rp20 juta dan disiapkan rumah kontrakan selama enam bulan yang berlokasi di Jl Muara Tanjung Barat, Jl Pejaten Timur Pasar Minggu, Jl Aup Pasar Minggu, Jl Jati Padang Pasar Minggu," sambung dia.

Penertiban rumah di Zeni Mampang, ditegaskan Heri. berdasarkan surat perintah dari KSAD pada tanggal 25 September 2015. KSAD juga mengeluarkan perintah relokasi penghuni dengan surat Nomor Sprint/3473/2015 tanggal 7 Desember 2015. Pihak TNI AD sudah mengeluarkan surat peringatan sebanyak tiga kali pada 30 September 2015, 15 Oktober 2015 dan 22 Oktober 2015. Selain itu mediasi juga dilakukan dengan perwakilan warga pada 7 Oktober dan 10 Desember 2015. (dtc)

BACA JUGA: