JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung memperpanjang masa pencegahan ke luar negeri terhadap Presiden Komisaris Bank Panin Mu´min Ali Gunawan. Pencegahan kedua itu dilakukan karena Kejagung masih melanjutkan proses penyidikan perkara dugaan korupsi penjualan hak tagih utang (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dibeli PT Victoria Securities International Corporation (VSIC).

Tim penyidik mengungkapkan telah mengantongi calon tersangkanya, hanya saja penyidik masih enggan mengungkapkan.

"Mu´min kita perpanjang pecegahannya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampdisus) Arminsyah di Kejaksaan Agung, Selasa (9/8).

Mu´min dicegah pertama kali ke luar negeri pada Februari 2016. Sesuai dengan Undang-Undang Keimigrasian, pencegahan berlaku selama enam bulan. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka maupun orang yang diduga kuat terlibat tindak pidana.

Saat ini penyidik menilai merasa perlu kembali memeriksa Mu´min Ali Gunawan terkait sejumlah temuan baru dalam proses penyidikan. Namun demikian, Arminsyah belum memastikan apakah status Mu´min yang masih saksi akan menjadi tersangka. "Belum, tersangkanya belum," kata Arminsyah.

Mu’min sempat diperiksa penyidik Kejagung pada akhir Januari 2016 sebanyak dua kali. Namun, tim penyidik mengatakan, selama pemeriksaan, Mu’min mengaku banyak lupa. Dia hanya menjawab beberapa pertanyaan saja. Namun dalam keterangan tertulisnya Mu’min membantah terkait dengan VSIC. Baik sebagai pemegang saham, komisaris, maupun pengurus.

Mu´min merupakan pengusaha keturunan China dengan nama asli Lie Mo Ming. Mu´min Ali adalah pendiri Bank Pan Indonesia (Panin). Saudara ipar pemimpin Grup Lippo Mochtar Riady itu sekarang menduduki sejumlah posisi penting di perusahaan publik yang melantai di bursa efek.

Misalnya, di PT Panin Sekuritas Tbk (PANS), Mu´min menjabat presiden komisaris. PANS adalah perusahaan efek yang sahamnya dimiliki oleh PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) sebanyak 29%, PT Patria Nusa Adamas (30%), dan publik 41%.

Namun Arminsyah mengatakan Mu´min adalah salah satu kunci untuk membongkar kasus yang diduga telah merugikan negara ratusan miliar itu. Arminsyah meyakini Mu´min terkait dengan VSIC.

MAJU KE PENGADILAN - Kasus cessie ini sudah lebih dari setahun disidik Kejaksaan. Namun penyidikannya seperti berhadapan dengan jalan buntu. Kini, Kejagung bertekad mencari upaya untuk menuntaskan kasus cessie, salah satunya dengan mempertimbangkan untuk memajukan kasus ini ke persidangan in absentia. Menyusul sebagian pihak yang diduga bertanggung jawab dalam kasus ini telah menghilang.

"Apa perlu nggak di-in absentia, karena barang (calon tersangka) udah ada," kata Arminsyah, Sabtu (30/7).

Armin mengaku kesulitan untuk menyeret sejumlah nama yang diketahui telah berada di luar negeri seperti mantan Direktur PT VSI Rita Rosela, Komisaris PT VSI Suzana Tanojo, dan pegawai eks BPPN Aryanto Tanuwidjaya. "Calon tersangkanya di luar negeri," kata Armin.

Sementara saat ini tim intelijen Kejaksaan Agung masih mengumpulkan informasi dan mencari jejak para pihak. Ia menyatakan dalam waktu dekat akan bersikap atas kasus ini, apakah dimajukan ke persidangan dengan in absentia atau tidak. "Masih kerjaan intel, masih tertutup, kita masih cari, tim masih penasaran, kita lagi cari," kata Arminsyah.

Sebelumnya dalam acara Catatan Akhir Tahun 2015, Jaksa Agung Mohammad Prasetyo menyatakan kasus korupsi cessie ini merupakan satu kasus yang akan jadi prioritas untuk dituntaskan pada 2016. "Kasus ini memang sulit, apalagi (calon) tersangka sulit disentuh tapi kita akan tuntaskan, tidak ada takut," tegas Prasetyo.

Dalam kasus ini penyidik Gedung Bundar juga telah memeriksa taipan Prajogo Pangestu dan Dirut PT Barito Pasific Loeki S. Putera. Mereka diperiksa sebagai saksi.

Kasus ini sendiri berawal  saat PT Adyaesta Ciptatama (AC)  meminjam kredit ke Bank BTN, untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare (ha). Bank BTN lalu  mengucurkan kredit sekitar Rp469 miliar, dengan jaminan sertifikat tanah seluas 1.200 ha.

Masalah muncul, ketika krisis moneter (Krismon) terjadi, BTN pun tak pelak menjadi salah satu bank yang masuk program penyehatan BPPN. Badan ini selanjutnya melelang kredit-kredit tertunggak termasuk aset PT AC berupa tanah 1.200 ha.

Lelang digelar, PT First Capital sebagai pemenang dengan nilai Rp69 miliar, tapi First Capital belakangan membatalkan pembelian dengan dalih dokumen tidak lengkap. BPPN melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV),  8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003 dan dimenangkan oleh PT VSIC dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp26 miliar.

PT AC telah mencoba menawar pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp266 miliar, tapi VSIC menaikkan harga jual aset tersebut menjadi Rp1,9 triliun. PT AC kemudian mengadukan penjualan aset murah itu ke Kejaksaan.

BACA JUGA: