JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan kasus dugaan korupsi pembelian hak tagih (cessie) PT Adyesta Ciptatama oleh Victoria Securities International Corporation (VSIC) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tak seheboh di awal. Belakangan kabar yang beredar, kasus cessie itu masuk daftar kasus yang akan dihentikan lewat pengeluaran surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Penghentian kasus itu semakin menguat setelah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus menginventarisir kasus-kasus lama. Terlebih lagi saat ini Kejaksaan Agung sedang mencanangkan zero outstanding kasus-kasus korupsi mangkrak.

Namun Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Fadil Zumhana membantah kasus cessie Victoria masuk daftar kasus yang diteliti jaksa untuk dihentikan penyidikannya. Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB itu mengatakan kasus cessie masih disidik. "Jalan terus, nggak ada SP3," kata Fadil di Kejaksaan Agung, Kamis (23/6).

Fadil mengatakan tim penyidik masih mencari benang merah untuk mencari siapa tersangka dalam kasus tersebut. Diakuinya sejumlah kendala dihadapi penyidik untuk mempercepat penuntasan kasusnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah sebelumnya mengatakan masih berupaya mencari keterangan eks pejabat BPPN. Kesaksiannya untuk mengklarifikasi keterangan para saksi selama ini khususnya dari pihak VSIC yang menampik terkait pembelian cessie tersebut.

Dalam kasus ini penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya Presiden Komisaris Bank Panin Mu´min Ali Gunawan pada akhir Januari lalu. Mu´min diduga memiliki kaitan dengan VSIC. Hanya saja Mu´min membantah terkait pembelian cessie milik PT VSIC ini.

Meskipun telah memeriksa sejumlah saksi, beberapa nama tak tersentuh. mantan Direktur Eksekutif PT VSIC Lislilia Djamin, Direktur PT VSI Rita Rosela, Komisaris PT VSI Suzana Tanojo, dan Direktur PT VSI lainnya, Aldo. Mereka juga telah dicegah ke luar negeri.

Kasus cessie milik PT VSIC diduga melibatkan BPPN. Saat itu Kepala BPPN adalah Syafruddin Arsyad Tumenggung. Diduga ada dugaan kongkalikong pembatalan hasil lelang yang dimenangkan PT First Capital kemudian dimenangkan PT VSIC.

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo mengungkapkan perlunya memeriksa eks pejabat BPPN. Karena sumber awal kejadian ini dari BPPN sebagai penanggung jawab penjualan cessie. Dengan keterangan dari BPPN akan makin terang posisi kasusnya.

"Ya saya kira perlu diperiksa juga peran BPPN digali. Itukan terjadi 2003 di mana Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung menjabat. Itu bisa dihadirkan untuk diperiksa, sehingga persoalan jadi jelas," kata Karyono.

HEBOH DI AWAL - Penanganan kasus cessie milik PT VSIC ini sempat panas. Penyidikan oleh Kejaksaan Agung dinilai bernuansa politis. Saat Setya Novanto duduk sebagai Ketua DPR langsung memanggil Jaksa Agung HM Prasetyo.

Namun belakangan, penanganan kasus ini kian tak terdengar. Tak ada lagi pemeriksaan saksi-saksi. Mu´min Ali Gunawan menjadi penutup pemanggilan saksi-saksi.

Komisi III DPR pada Rapat Kerja dengan Jaksa Agung M Prasetyo sempat mempertanyakan penyidikan kasus cessie Victoria ini. Setahunan kasus ini disidik namun belum ditetapkan siapa tersangkanya. "Kami minta Jaksa Agung menjelaskan sampai mana penyidikannya?" kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo.

Kuasa hukum VSIC Irfan Aghasar menegaskan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung salah kaprah karena tak ada kerugian negara dari kasus ini. Apalagi tak kunjung ditetapkannya tersangka dalam perkara ini membuat pihak VSIC meyakini tidak ada korupsi. Penyidikan kasus cessie hanya mengada-ada. "Kasus ini bukan korupsi tapi masalah bisnis," kata Irfan beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, kasus ini berawal saat PT Adyaesta Ciptatama (AC) meminjam kredit ke Bank BTN, untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare (ha). Bank BTN, lalu mengucurkan kredit sekitar Rp469 miliar, dengan jaminan sertifikat tanah seluas 1.200 ha.

Masalah muncul, ketika krisis moneter (Krismon) terjadi, BTN pun tak urung menjadi salah satu bank masuk program penyehatan BPPN. BPPN selanjutnya melelang kredit-kredit tertunggak termasuk aset PT AC berupa tanah 1.200 ha.

Lelang digelar, PT First Capital sebagai pemenang dengan nilai Rp69 miliar, tapi First Capital belakangan, membatalkan pembelian dengan dalih dokumen tidak lengkap. BPPN melakukan program penjualan aset kredit IV (PPAK IV), 8 Juli 2003 hingga 6 Agustus 2003 dan dimenangkan oleh PT VSIC dengan harga yang lebih murah lagi, yakni Rp 26 miliar. PT AC telah mencoba menawar pelunasan kepada Victoria dengan harga di atas penawaran BPPN, yakni Rp266 miliar, tapi VSIC menaikkan harga secara tidak rasional yakni Rp1,9 triliun.

BACA JUGA: