JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan dua tersangka dugaan penyalahgunaan pengelolaan dana Bantuan Sosial dan Hibah Tahun Anggaran 2013 di Provinsi Sumatera Selatan setelah memeriksa sekitar 1.000 orang saksi. Keduanya adalah mantan Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Sumsel Ikhwanudin dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumsel Laonma PL Tobing. Penyidik masih terus mendalami peran Gubernur Sumsel Alex Noerdin dalam kasus ini.

"Kerugian negara untuk sementara ini adalah sebesar Rp2.388.500.000," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto di Kejaksaan Agung, Selasa (31/5).

Amir menyampaikan kasus ini berawal dari pengaduan masyarakat, atas adanya dugaan penyalahgunaan pengelolaan dana Bansos dan Hibah 2013. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung kemudian melakukan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Dari hasil penyelidikan itu diketahui Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menganggarkan dana untuk bantuan Hibah dan Bantuan Sosial dalam APBD sebesar Rp1.492.704.039.000, yang kemudian di dalam APBD Perubahan menjadi Rp2.118.889.843.100. Dengan rincian Dana Hibah Rp 2.118.289.843.100 dan Dana Bantuan Sosial Rp600.000.000.

Menurut Amir, dari hasil penyelidikan diduga dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban terhadap dana hibah dan bantuan sosial tersebut yang diberikan langsung oleh Gubernur Sumatera Selatan dilakukan tanpa melalui proses evaluasi/klarifikasi SKPD/Biro terkait. Diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif, tidak sesuai peruntukan, dan terjadi pemotongan.

Hingga saat ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak kurang lebih 1.000 orang saksi baik dari pemerintahan maupun penerima bantuan, pengumpulan dokumen-dokumen, surat-surat dan berkas-berkas yang menyangkut pelaksanaan kegiatan hibah dan bantuan sosial tersebut.

PERAN ALEX DIDALAMI - Kejaksaan Agung mengaku tengah mendalami peran Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin dalam kasus ini. Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan kebijakan gubernur yang tidak sinkron dengan fakta di lapangan.

Ada pengeluaran fiktif dana hibah dan bansos yang dilakukan Pemprov Sumsel saat itu. Sejumlah program yang digulirkan gubernur namun dalam APBD tidak dicantumkan. Namun penganggaran untuk program tersebut tetap disetujui.

Dugaan penyelewengan dapat dibaca jelas dalam berkas keputusan Gubernur Sumsel Nomor 96/KPTS/BPKAD/2013 tentang Penerima Hibah dan Bantuan Sosial pada APBD Sumsel 2013 sebesar Rp2,1 triliun. Dengan rincian Belanja Hibah Lembaga/Organisasi Pemerintah sebesar Rp1,8 triliun. Hibah untuk Organisasi Keagamaan sebesar Rp39 miliar. Hibah untuk Organisasi Wartawan sebesar Rp15 miliar. Dan Hibah untuk Organisasi Kemasyarakatan sebesar Rp 34 miliar. Dan Hibah Aspirasi DPRD Provinsi Sumsel sebesar Rp152 mililar.

Dari dana Rp2,1 triliun yang terealisasi sebesar Rp2,031 triliun termasuk di dalamnya realisasi dana BOS sebesar Rp776 miliar, Sekolah Swasta sebesar Rp165 miliar, BOP dan Insentif Guru Non PNS SLB Swasta sebesar Rp1,8 miliar dan Guru Honor TK sebesar Rp5 miliar.

Dana BOS dan Sekolah Swasta langsung ditransfer ke masing-masing rekening sekolah, sedangkan Insentif Guru Non PNS SLB Swasta dan Guru Honor TK langsung ditransfer ke masing- masing guru yang bersangkutan. Sehingga, belanja hibah yang harus dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah kepada BPKAD Provinsi Sumatera Selatan di luar keempat kegiatan tersebut yaitu sebesar Rp1,081 triliun.

Namun berdasarkan hasil audit BPK Nomor: 32.c/LPH/XVIII.PLG/06/2014 ditemukan ada penyimpangan dana Bansos dan Hibah sebesar Rp821 miliar yang belum dipertanggungjawabkan. Di antaranya terdiri dari belanja hibah untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan Rp253 miliar dan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Selatan Sebesar Rp328 miliar dan penerima hibah lain sebesar Rp336 miliar.

Tak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah penyimpangan berupa penyaluran tidak sesuai peruntukannya. Bahkan penyaluran dana hibah dan bansos untuk kepentingan politik tertentu saat itu. Dana hibah dan bansos tersebut disalurkan ke sejumlah masjid, kegiatan karang taruna, kelompok tani serta kelompok pengajian.

"(Peran) Alex masih kita bahas. Sampai kini, belum ada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) khusus," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, di Kejaksaan Agung.

ALEX AKUI - Alex Noerdin usai diperiksa beberapa waktu lalu mengakui ada dugaan penyalahgunaan dana bansos dan hibah. Seusai diperiksa, Alex mengaku ditanya soal temuan Badan Pemeriksaan Keuangan terkait penyaluran dana hibah dan bantuan sosial di Sumsel pada 2013. Dan salah satu rekomendasi BPK pengembalian dana bansos yang sudah dicairkan sebesar Rp15 miliar. Alex saat itu mengaku jika jajaran Pemprov Sumsel telah menjalankan rekomendasi dari BPK kala itu.

"Macam-macam (diperiksa). Misalnya, apakah temuan oleh BPK sudah dikembalikan belum? Sudah. Itu kita sudah tindak lanjuti semua," ujar Alex, Jumat (29/4/2016).

Alex mengatakan, temuan tersebut antara lain keterlambatan dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban dan nilai dalam proposal yang kurang tepat. Namun, hal itu pun sudah diselesaikan pemerintah provinsi. "Begitu selesai audit BPK, ada waktu 60 hari, sudah kita tindaklanjuti," kata Alex.

Namun Direktur Penyidikan pada Jampidsus Fadil Zumhana tak menggubris pengembalian tersebut. Bahkan Fadil menyebut, temuan BPK berbeda dengan hasil temuan dari penyidik. Penyidik melihat ada pelanggaran hukum dalam penyaluran dana hibah dan bansos di Sumsel tiga tahun lalu tersebut yang terindikasi pidana.

"Ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengelolaan dana hibah Sumsel sebesar Rp2,1 triliun, itu yang kita selidiki," kata Fadil.

Penyidik Kejagung menemukan indikasi adanya penerima fiktif dana bantuan tersebut. Para penerima dana bansos diduga membuat akta palsu untuk bisa menerima bantuan. Pendistribusiannya ada yang tidak benar, antara lain akta notaris dibuat segera seolah-olah penerima kelompok ada. "Jadi dipercepat pembuatan aktanya," ujar Fadil.

BACA JUGA: