JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan pemberian suap yang melibatkan Bupati Subang, Jawa Barat, Ojang Suhandi, mulai mengarah kepada upaya pengungkapan peran penegak hukum yang diduga turut menikmati uang haram milik Ojang itu. Uang suap itu sendiri diduga diberikan untuk menghapus jejak keterlibatan Ojang dalam kasus korupsi dana BPJS Kabupaten Subang tahun 2014. Kasus itu sendiri sudah menyeret mantan Kepala Bidang Layanan Kesehatan Dinkes Subang Jajang Abdul Kholik sebagai terdakwa.

Untuk mendalami dugaan keterlibatan aparat penegak hukum lainnya di luar jaksa Devyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo, KPK sudah menjadwalkan untuk memeriksa empat orang jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Mereka adalah Kepala Seksi Penuntutan Kejaksaan Tinggi (kejati) Jawa Barat Donny Haryono, jaksa pada Kejati Jabar Femi Irvan Nasution, Kepala Saksi Pidana Umum Kejari Garut Edward, dan staf Tata Usaha Pengelola Bahan Informasi dan Publikasi Kejati Jabar Arief Koswara.

Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua saksi dari kepolisian yaitu Teddy Prihantoro dan Hery Kurnia. Namun KPK tak menjelaskan asal kesatuan kedua anggota Polri tersebut.

Sayangnya, tak semua jaksa yang sedianya diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK itu hadir. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, dua jaksa yaitu Donny dan Arief tak datang tanpa ada keterangan apapun. "Donny Haryono dan Arief Koswara tidak ada keterangan kenapa mereka berdua tidak hadir," ujar Yuyuk di Kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (18/5).

Yuyuk tak menjelaskan kenapa Arief dan Donny dipanggil penyidik. Hanya saja dia menegaskan bahwa keduanya yang merupakan penyidik Polri dan Kejaksaan Tinggi sedianya akan dimintai keterangan untuk dugaan gratifikasi Ojang dan jaksa Fahri. "Untuk terkait kasus OJS (Ojang Sohandi-red), penyidik Polri dan Kejaksaan Tinggi (yang) hari ini tidak hadir terkait dengan kasus yang untuk gratifikasi baik untuk OJS maupun untuk jaksa Fahri," jelasnya.

Yuyuk mengatakan, banyaknya sumber gratifikasi membuat KPK harus meminta sejumlah keterangan dari para saksi. Ia pun menerangkan, Ojang sendiri mengakui aliran gratifikasi dan sumber gratifikasi saat diperiksa penyidik. Bahkan, tidak sedikit orang menerima gratifikasi tersebut.

Oleh karena itu, Yuyuk berharap para aparat penegak hukum yang dipanggil KPK bisa memenuhi panggilan. Hal ini dilakukan untuk mendalami kasus gratifikasi Ojang. Ia menjelaskan, KPK akan memperlakukan mereka selayaknya saksi untuk kasus gratifikasi. "Kita ingin itikad baik dari aparat penegak hukum ini untuk datang memenuhi panggilan sebagai saksi untuk kasus gratifikasi OJS," jelas Yuyuk.

Sayangnya, Yuyuk enggan mengatakan secara pasti apakah para aparat penegak hukum itu ikut menerima uang dari Ojang. Namun dari informasi yang diperoleh, mayoritas di antara mereka memang ikut menikmati uang dari Ojang.

Sebelumnya, pengacara Ojang, Rohman Hidayat, mengaku, kliennya siap membantu KPK untuk mengungkap kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Subang. Rohman bahkan mengaku bahwa Ojang telah mengajukan diri menjadi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator (JC). "Ojang menjadi JC itu dalam perkara kasus korupsi dana BPJS Kesehatan ketika (kasusnya) masih ditangani penyidik Polda Jabar. Dan JC itu telah diajukan ke KPK," kata Rohman.

Yuyuk pun mengakui, pemanggilan para aparat penegak hukum itu salah satunya karena ada pengakuan dari Ojang mengenai aliran dana. "Salah satunya, ada juga saksi lain," pungkas Yuyuk.

Dalam perkara suap, KPK menetapkan 5 orang tersangka yaitu Ojang Sohandi, 2 orang jaksa yaitu Devyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo, serta Jajang Abdul Holik yang (saat itu) berstatus terdakwa di Kejati Jabar dan istrinya, Lenih Marliani.

Dalam kasus ini, Ojang disangka menyuap dua jaksa Kejati Jabar Devyanti Rochaeni dan Fahri Nurmallo soal perkara BPJS Kabupaten Subang tahun 2014. KPK pun mengamankan uang berjumlah Rp528 juta dari ruang kerja Devyanti.

Namun, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jabar Feri Wibisono menyebut bahwa uang yang dibawa KPK senilai Rp528 juta dari meja Devyanti adalah uang pengganti cicilan yang dibayarkan terdakwa. Feri menjelaskan total kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp4,7 miliar yang dibayar secara bertahap atau dicicil terdakwa, tapi hal itu telah dibantah KPK bahwa petruntukan duit itu masih didalami.

KPK sendiri menduga duit Rp528 juta adalah hasil kesepakatan antara Lenih Marliani yang merupakan istri dari terdakwa kasus korupsi, Jajang Abdul Holik, dengan Devyanti serta Fahri. Namun Fahri telah dipindahtugaskan ke Semarang, Jawa Tengah. Uang tersebut bersumber dari Ojang agar namanya tidak terjerat perkara itu.

Ojang selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. KPK juga menyangkakan Ojang melanggar Pasal 12B (tentang Gratifikasi) UU Tindak Pidana Korupsi.

SITA HARTA OJANG - Sementara itu, KPK juga terus melakukan penyitaan terhadap harta milik Ojang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Selasa malam sebelumnya, penyidik KPK telah melakukan penyitaan mobil terkait gratifikasi yang diterima Ojang. Mobil yang disita yaitu satu unit Mazda CX-5.

Sebelumnya, KPK juga menyita 5 mobil dan 1 motor trail serta ATV dari Ojang. Tungganan Ojang itu diduga merupakan hasil gratifikasi. Kendaraan yang disita tersebut di antaranya 1 unit Camry warna hitam, 2 unit Toyota Vellfire, 2 unit Jeep Wrangler Rubicon, 1 motor trail KTM, dan 1 Yamaha ATV.

Pada Rabu (18/5) KPK juga kembali menyita sebuah motor Harley Davidson yang diduga milik Ojang. Motor besar tersebut diambil dari seseorang yang pernah bersaksi untuk Ojang. Namun Yuyuk masih menutup rapat-rapat siapa saksi yang dimaksud. "Dari salah satu saksi untuk OJS, swasta. Belum dapat inisialnya. Barangnya sudah disita dan dibawa ke KPK," ujar Yuyuk. Berdasarkan informasi yang diperoleh, saksi yang dimaksud merupakan orang dekat Ojang.

Meski KPK menutup rapat nama saksi dimaksud, namun dari informasi yang didapatkan para awak media, motor mewah pabrikan Amerika Serikat itu didapat dari istri kedua Ojang. Sayangnya, belum diketahui nama wanita yang dimaksud.

Ojang sendiri diketahui mempunyai istri sah bernama Dewi Nurmalasari. Ojang memang pernah dilaporkan selingkuh dengan istri atlet balap sepeda Ferinanto, Ani Nurekasari, namun ia telah membantah kabar tersebut.

Ojang sendiri saat dikonfirmasi usai menjalani pemeriksaan di KPK pada Kamis kemarin mengaku tak mempunyai banyak harta. Terkait dengan apakah segala rupa tunggangannya yang disita KPK itu merupakan gratifikasi atau bukan, Ojang mengaku tak tahu. "Kurang tahu saya," ucap Ojang.

VONIS 4 TAHUN PENJARA - Sementara itu, terkait kasus penyelewengan dana BPJS Kabupaten Subang sendiri, dua terdakwa kasus ini yaitu mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Budi Subiantoro dan Jajang Abdul Kholik, telah dijatuhi vonis empat tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Kedua terdakwa terbukti bersalah korupsi dana BPJS Kesehatan Rp4,7 miliar.

Para terdakwa, Budi dan Jajang, menjalani sidang putusan secara terpisah di Ruang Sidang I Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (11/5). Sidang dua terdakwa tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Tipikor Marudut Bakara.

Hakim menilai Budi dan Jajang terbukti korupsi dan melanggar Pasal 2 UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor yang diubah dengan UU Nomor 20/2011. Jajang mengawali agenda sidang. Marudut dalam pembacaan putusan, menyebut hal memberatkan terdakwa Jajang antara lain tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Menjatuhkan pidana penjara pidana empat tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan," ucap Marudut di hadapan Jajajng yang duduk di kursi pesakitan.

Ganjaran vonis terhadap Jajang tersebut lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar yang menuntut terdakwa dengan dua tahun penjara, denda Rp50 juta, dan subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, Jajang mesti membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar. "Jika tidak dibayar selama waktu satu bulan, harta disita untuk dilelang. Kalau tidak, diganti hukuman dua tahun penjara," ujar Marudut.

Setelah vonis atas Jajang, berikutnya giliran Budi melakoni sidang. Ketua Majelis Hakim Tipikor Marudut Bakara menyebut terdakwa Budi terbukti berperan menyunat dana tersebut dengan nilai kisaran 10 hingga 20 persen. "Menjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara sebagaimana diatur dalam dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) Undang Undang Tipikor," ucap Marudut.

Sebelumnya, Budi dituntut 2 tahun penjara oleh JPU. Hakim memerintahkan Budi membayar uang pengganti sebesar Rp2 miliar. Jumlah tersebut lebih besar ketimbang Jajang. Jika Budi tak sanggup membayar, harta bendanya disita. Apabila tidak memiliki harta, Budi diganjar kurungan selama dua tahun penjara. Hal meringankan terdakwa Budi yaitu belum pernah dihukum. (dtc)

BACA JUGA: