JAKARTA, GRESNEWS.COM - Bupati Subang Ojang Sohandi mencoba melemparkan kesalahannya dalam kasus suap perkara dugaan korupsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada pihak lain. Yang disasar adalah istri mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jajang Abdul Kholik, Lenih Marlina.

Pengacara Ojang, Rohman Hidayat, mengatakan, Lenih adalah pihak yang aktif berupaya menyuap jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang menangani kasus tersebut. Dia menuding, Lenih punya motif untuk menyuap jaksa sebesar Rp528 juta kepada jaksa Deviyanti dan Fahri Nurmallo, karena Jajang sang suami sudah menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Kasus Jajang sendiri telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Jawa Barat. Rohman mengaku, dalam kasus ini, posisi kliennya pasif. "Tentunya dalam hal ini pihak Pak Ojang posisinya pasif. Dia menunggu kabar. Saya pikir itu inisiatif dari istrinya Pak Jajang," kata Rohman, di Jakarta, Kamis (28/4).

Namun, saat ditanya alasan mengapa kliennya ikut memberikan uang untuk menyuap dua jaksa tersebut, Rohman mengaku belum mengetahui secara pasti. Dia berdalih, hal tersebut ada dalam berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas Ojang di awal perkara saat dia belum mendampingi.

Keterangan Rohman itu tentunya berbeda dengan keterangan Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus mengatakan, pemberian uang suap kepada kedua jaksa itu, justru diduga untuk "menghilangkan" nama Ojang dari surat tuntutan jaksa pada Kejati Jabar dalam sidang kasus Jajang. Agus juga memastikan, pemberian uang sebesar Rp528 itu seluruhnya berasal dari Ojang.

Agus mengatakan, Jajang juga tentunya memiliki kepentingan dengan upaya penyuapan itu. Menurut Agus, tujuan berikut dari suap itu juga meringankan permintaan hukuman, seperti yang tertera dalam surat tuntutan kepada Jajang yang disusun oleh jaksa penuntut umum. Karena itulah, Lenih ikut serta berperan aktif menghubungi para jaksa tersebut.

Terkait perkara ini, tak hanya Ojang yang mencoba berkelit dari tudingan suap-menyuap. Pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat juga mencoba berkelit dengan menyebut uang yang diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan adalah uang pengganti kerugian negara dalam kasus BPJS Kabupaten Subang.

"Terdakwa kan sudah setor ke jaksa. Mengenai uang itu tadi mungkin jaksanya tidak tahu mengenai sumber itu, yang jelas uang itu sudah disetorkan oleh terdakwa ke jaksa," ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jabar Raymond Ali, beberapa waktu lalu.

Duit itulah, kata Raymond, yang kemudian ditemukan para penyidik KPK saat melakukan operasi tangkap tangan atas Deviyanti dan Lenih. Hal senada juga disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar Feri Wibisono. Dia menyebut, uang yang dibawa KPK senilai Rp528 juta dari meja Deviyanti adalah uang pengganti cicilan yang dibayarkan terdakwa.

Feri menjelaskan, total kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp4,7 miliar yang dibayar secara bertahap atau dicicil terdakwa. "Pembayaran uang pengganti cicilan yang ikut dibawa oleh tim ke sana sehingga ini terkait dengan perkara yang kita tangani, tetapi KPK memiliki bukti-bukti terkait dengan perbuatan tindak pidana yang ada. Kita hormati dan kita dukung," imbuhnya.

Kelitan jaksa ini juga dibantah KPK. "Di rentut (rencana penuntutan) yang diambil KPK sudah jelas uang pengganti hanya Rp160-an juta. Uang itu juga tidak ada pengadministrasiannya. Enggak ada tanda terima dan lain-lain," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Selain itu, Syarif menyebut uang itu disimpan dalam kantong-kantong berbeda dan di dalam lemari. Menurut Syarif, uang pengganti seharusnya dicatat dan dimasukkan ke rekening kantor. "Dan masak kalau uang pengganti disimpan dalam kantong-kantong yang berbeda dalam lemari kerja. Logikanya uang pengganti seharusnya dicatat dan dimasukkan dalam rekening kantor, bukan dimasukkan kantong plastik dan amplop," papar Syarif.


PENAHANAN DIPERPANJANG - Sementara itu, untuk kepentingan penyidikan kasus ini, KPK juga telah memutuskan untuk memperpanjang penahan para tersangka selama 40 hari. Hal itu dibenarkan oleh Rohman. "Hari ini saya datang hanya mendampingi Pak Ojang untuk perpanjangan masa penahanan untuk 40 hari dari tanggal 2 Mei sampai bulan Juni, perpanjangan kedua," tutur Rohman.

Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan perpanjangan penahanan itu tidak hanya berlaku untuk Ojang, tetapi juga untuk para tersangka lain. Mereka adalah Fahri Nurmallo, Deviyanti, dan Lenih. Sedangkan Jajang, memang sebelumnya telah ditahan karena kasus korupsi tersebut.

"Untuk kepentingan penyidikan TPK suap terkait penanganan perkara tipikor penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi pada program jamkesnas di Dinkes Kab Subang TA 2014 penyidik memperpanjang penahanan terhadap keempat tersangka, yaitu: FN, DVR, LM dan OJS selama 40 hari terhitung mulai 2 Mei-10 Juni 2016," pungkas Yuyuk kepada wartawan.

HARTA OJANG DISITA - Selain memperpanjang penahanan, pada sore tadi juga terlihat ada dua mobil mewah yang tiba-tiba saja masuk ke dalam gedung KPK. Kedua mobil yang masing-masing yaitu Toyota Vellfire dan juga Jeep Wrangler Rubicon tersebut ternyata adalah milik Ojang serta satu unit kendaraan bermotor roda dua yang disita KPK.

Sebelumnya, KPK juga telah menyita mobil Toyota Camry dan juga uang senilai Rp385 juta yang ada di mobilnya. Uang dan kendaraan mewah itu diduga merupakan gratifikasi yang diterima Ojang berkaitan dengan jabatan yang diemban olehnya.

Hal itu pun diakui oleh Rohman yang mengakui beberapa kendaraan kliennya disita KPK. "Kita lihat nanti, soalnya ada satu lagi Camry udah masuk di laporan kekayaan, termasuk Vellfire, Pak Ojang bilang udah masuk laporan kekayaan. Artinya pada periode sebelumnya dua mobil itu sudah dimiliki oleh beliau. Apakah itu akan diproses sebagai hasil kejahatan itu akan kita lihat perkembangannya," ujar Rohman.

Namun saat ditanya lebih rinci mengenai siapa yang memberikan gratifikasi, dan juga apa jenis gratifikasi apa yang diterima, Rohman mengaku belum mengetahuinya. "Nah ini kita juga belum jelas, karena di BAP pertama Pak Ojang belum didampingi pengacara, baru pada perpanjangan ini kita dampingi nanti rencananya penyidik KPK adakan BAP tanggal 9 Mei," imbuhnya.

Saat dikonfirmasi, Yuyuk membenarkan bahwa penyitaan tersebut diduga berkaitan dengan gratifikasi Ojang. "Sitaan gratifikasi OJH," singkatnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Ojang, Lenih, dan Jajang sebagai tersangka pemberi suap. Ketiganya disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tak hanya itu, KPK juga menetapkan Deviyanti dan Fahri sebagai tersangka penerima suap. Kedua jaksa tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (dtc)

BACA JUGA: