JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nasib Bupati Subang, Jawa Barat, Ojang Sohandi sudah ditentukan. Dia bakal menjadi pesakitan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan status Ojang sebagai tersangka kasus upaya penyuapan terhadap dua orang jaksa.

Jaksa yang disuap Ojang adalah Deviyanti Rochaeni dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dan Fahri Nurmallo dari Kejati Jawa Tengah. Kedua jaksa ini disangka menerima menerima uang suap yang berasal dari Lenih Marliani, Jajang Abdul Kholik, dan Ojang Suhandi sebesar Rp528 juta.

Kasus suap ini ditengarai terkait dengan kasus korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJS) Kabupaten Subang yang ditangani Kejati Subang. Salah satu tersangka pelaku penyuapan, Jajang Abdul Kholik, adalah terdakwa dalam kasus korupsi itu. Sementara Lenih adalah istri Jajang yang diduga yang berperan aktif menghubungi para jaksa.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, motif pemberian suap yang terungkap lewat operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Senin (11/4) ini mempunyai beberapa tujuan. Pertama, meringankan permintaan hukuman, seperti yang tertera dalam surat tuntutan kepada Jajang yang disusun oleh jaksa penuntut umum.

Motif kedua, untuk menghilangkan nama Bupati Subang, Ojang Sohandi, dalam kasus ini. "Setelah 1x24 jam KPK melakukan gelar perkara dan memutuskan meningkatkan status ke penyidikan," kata Agus di kantornya, Selasa (12/4).

Untuk Lenih, Jajang dan Ojang sebagai pihak pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Khusus untuk Ojang, ia dikenakan tambahan aturan hukum yaitu Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Tim menemukan uang sejumlah Rp385 juta di mobil tersangka sebagai dugaan penerimaan OJS sebagai bupati Subang," kata Agus. Fakta itulah yang menjadi alasan pengenaan pasal tambahan tersebut kepada Ojang.

Uang ini, kata Agus, tidak tersangkut kasus suap tersebut dan hingga kini masih diteliti. "Uang yang didapat di mobil OJS masih dipelajari apakah janji yang berhubungan dengan kasus atau tidak, tapi nanti akan diberikan update," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief dalam kesempatan yang sama.

Meski belum bisa dijelaskan, diduga duit sebesar Rp385 juta itu merupakan gratifikasi yang diterima Ojang. KPK masih belum mengungkap gratifikasi itu didapat Ojang dari siapa. Penyidik KPK masih mendalami asal-usul duit tersebut.

Sementara itu uang suap sebesar Rp528 juta untuk kedua jaksa itu, dipastikan berasal dari kocek Ojang. Duit tersebut diamankan KPK dari tangan jaksa Deviyanti.

KRONOLOGI PENANGKAPAN - Dalam kesempatan itu, Agus Rahadjo menyampaikan secara rinci kronologi operasi tangkap tangan terhadap kedua jaksa dan dua warga sipil itu. Agus bercerita, penangkapan terjadi di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada Pukul 07.00 WIB dan di wilayah Subang pada Pukul 13.40 WIB.

Penangkapan itu dimulai dari adanya laporan kepada tim bahwa ada pemberian suap terkait kasus penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang pada tahun 2014 dengan terdakwa Jajang Abdul Kholik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat.

"Sabtu 9 April 2016, saudara LM istri terdakwa JAH tadi membuat janji dengan DVR, JPU dari Kejati Jabar yang menangani kasus korupsi atas nama terdakwa dimaksud," terang Agus.

Kemudian sekitar pukul 07.00 WIB pada Senin 11 April 2016, terjadi penyerahan uang dari Lenih di ruang Devi di lantai 4 Kejati Jabar. Lenih keluar kantor Kejati menuju mobil, sekitar pukul 7.20 WIB. "Saat masuk mobil, LM diamankan di parkiran Kejati Jabar," tutur Agus.

Setelah itu, Tim Satgas KPK bergerak masuk ke kantor Kejati Jawa Barat dan mengamankan Devi di ruangannya di lantai 4. Dari situ, ditemukan uang Rp528 juta dari tangan Devi yang diduga merupakan uang suap hasil kesepakatan antara Lenih dan Fahri Nurmallo.

Fahri sebelumnya merupakan Ketua Tim Jaksa yang menangani perkara ini. Kemudian entah alasan apa, pihak Kejaksaan memindahkannya dari Kejati Jawa Barat ke Semarang, Jawa Tengah. "Sebagai ketua tim, FN ketua tim Kejati Jabar yang menangani kasus JAH dan FN sudah dimutasi ke Jawa Tengah," imbuh Agus.

Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Subang Ojang Sohandi yang bertujuan mengamankan agar nama Ojang tidak tertera dalam surat tuntutan. Sedangkan keuntungan yang didapat Jajang, yaitu meringankan permintaan hukuman jaksa yang tertera dalam surat tuntutan terhadap dirinya.

Sementara itu, Ojang sendiri ditangkap belakangan. Tim KPK menangkap Ojang saat tengah melakukan rapat koordinasi bersama Komandan Kodim Subang Letnan Kolonel Inf Budi Mawardi dan Kapolres Subang AKBP Agus Nurpatria.

"Bupati masih ada rapat muspida, ada Dandim, ada bupati, tapi petugas KPK bicara baik-baik dan Alhamdulilah atas bantuan Kapolres beliau-beliau menyerahkan begitu saja ke KPK dan dibawa ke Jakarta," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Syarief memastikan bahwa keberadaan Dandim dan Kapolres tidak ada hubungannya dengan penangkapan terhadap Ojang. KPK pun akhirnya membawa Ojang ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif.

"Tidak ada hubungan pak Dandim dan Kapolres kebetulan rapat muspida, petugas KPK meminta izin dan beliau berdua meyakinkan agar bupati ikut petugas KPK ke Jakarta," terang Laode.

KOORDINASI DENGAN KEJAGUNG - Terkait penangkapan Devi yang dilakukan di kantor Kejati Jabar, Laode Muhammad Syarief mengatakan, pihaknya tidak harus menunggu surat izin dari Jaksa Agung. Menurut Syarief, KPK adalah lembaga khusus dan dalam tugasnya mempunyai beberapa kelebihan diantara penegak hukum lain atau yang disebut lex specialis.

"(Tidak) harus izin Jaksa Agung sesuai UU Kejaksaan, karena KPK bergerak sseuai dengan UU KPK dan UU KPK tidak perlu mendapat izin Kejaksaan Agung dan kami menjalankan itu sebagai lex specialis," terang Syarief.

Meskipun begitu Syarief mengaku pihaknya tetap berkoordinasi dengan pihak Korps Adhyaksa itu terutama dengan Jaksa Agung HM Prasetyo dan juga Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Widyopramono. Selain itu, pihak Komisi Kejaksaan juga mendatangi KPK untuk mengklarifikasi masalah ini.

Salah satu bentuk komunikasinya adalah tentang Fahri Nurmallo. KPK tidak akan melakukan penjemputan kepada yang bersangkutan meskipun berstatus sebagai tersangka. Hal ini disebabkan Jamwas Widyopramono berjanji akan meminta yang bersangkutan untuk menyerahkan diri dengan sukarela kepada tim penyidik.

"Pak Jamwas Prof. Dr. Widyopramono telepon saya dan beliau mengantarkan sendiri petugas-petugas dari kejaksaan FN dalam waktu dekat jadi koordinasi KPK dan Kejaksaan berjalan dengan baik," ujarnya.

Sebelumnya, Widyo memang sempat mempermasalahkan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK itu. Namun KPK memastikan tidak ada prosedur yang dilanggar tim KPK.

"Perlu dijelaskan bahwa tidak ada terjadi kesalahan prosedur karena tim yang pergi menunjukkan surat perintah tugas dan melaksanakan ketentuan KUHAP dan SOP dalam menjalankan tugas kemarin," kata Syarief.

Syarief mengungkapkan, jaksa Deviyanti Rochaeni secara sukarela menyerahkan duit suap yang baru diterimanya dari Lenih Marliani (LM). KPK, kata Syarief, sama sekali tidak melakukan penggeledahan. Syarief menegaskan, KPK hanya menanyakan uang yang diberikan LM kepada Deviyanti dan yang bersangkutan menyerahkan secara sukarela. (dtc)

BACA JUGA: