JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan gelar perkara dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos) di Sumatera Selatan senilai Rp2,1 triliun. Hasilnya adalah tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan adanya kebijakan Gubernur Sumatera Selatan (Sumatera Selatan) Alex Noerdin yang tidak sinkron dengan fakta di lapangan.

Kebijakan tersebut di antaranya adalah sejumlah program penyaluran dana hibah dan bansos tidak tercantum dalam rencana anggaran, namun masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Ekpose sudah kami lakukan untuk kasus Sumsel, kami minta penyidik dalami kebijakan-kebijakan (gubernur) dalam pengeluaran uang (dana hibah dan bansos)," kata Jampidsus Arminsyah di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/5).

Menurut Arminsyah, ada pengeluaran fiktif dana hibah dan bansos yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel saat itu. Selain itu, tambahnya, terdapat sejumlah program yang digulirkan oleh gubernur, namun dalam APBD tidak dicantumkan. Kendati demikian, penganggaran untuk program tersebut tetap disetujui.

Dugaan penyelewengan dapat dibaca jelas dalam berkas Surat Keputusan Gubernur Sumsel Nomor 96/KPTS/BPKAD/2013 tentang Penerima Hibah dan Bantuan Sosial pada APBD Sumsel 2013 sebesar Rp2,1 triliun. Dengan rincian Belanja Hibah Lembaga/Organisasi Pemerintah sebesar Rp1,8 triliun; Hibah untuk Organisasi Keagamaan sebesar Rp39 miliar; Hibah untuk Organisasi Wartawan sebesar Rp15 miliar; Dan hibah untuk Organisasi Kemasyarakatan sebesar Rp34 miliar, serta hibah aspirasi DPRD Provinsi Sumsel sebesar Rp152 mililar.

Dari dana Rp2,1 triliun itu yang terealisasi sebesar Rp2,031 triliun, termasuk di dalamnya realisasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar Rp776 miliar, untuk sekolah swasta sebesar Rp165 miliar, BOP dan Insentif Guru Non-PNS SLB swasta sebesar Rp1,8 miliar dan guru honor TK sebesar Rp5 miliar.

Penyaluran untuk dana BOS dan sekolah swasta langsung ditransfer ke rekening sekolah masing-masing, sedangkan Insentif Guru Non-PNS SLB swasta dan guru honor TK langsung ditransfer ke rekening guru masing-masing. Sehingga, belanja hibah yang harus dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah kepada BPKAD Provinsi Sumatera Selatan di luar keempat kegiatan tersebut yaitu sebesar Rp1,081 triliun.

Namun berdasarkan hasil audit BPK Nomor: 32.c/LPH/XVIII.PLG/06/2014 ditemukan ada penyimpangan dana bansos dan hibah sebesar Rp821 miliar yang belum dipertanggungjawabkan. Di antaranya terdiri dari belanja hibah untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan Rp253 miliar dan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Selatan Sebesar Rp328 miliar, serta penerima hibah lain sebesar Rp336 miliar.

Tak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah penyimpangan berupa penyaluran dana yang tidak sesuai peruntukkannya. Bahkan ada penyaluran dana hibah dan bansos untuk kepentingan politik tertentu saat itu. Dana hibah dan bansos tersebut disalurkan ke sejumlah masjid, kegiatan karang taruna, kelompok tani serta kelompok pengajian.

Ketua Tim Jaksa kasus ini, Haryono, mengatakan penyaluran dana hibah Sumsel tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur yang semestinya. Penyalurannya menyalahi ketentuan dari Kementerian Dalam Negeri. Penyidik mengaku juga telah memeriksa ratusan penerima dana hibah dan bansos. "Faktanya penerima itu diduga fiktif dan tidak jelas pertanggungjawabannya," jelas Haryono.

Siapa yang bertanggung jawab dalam penyelewengan dana hibah dan bansos ini, penyidik telah memeriksa Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Pemeriksaan dilakukan dua kali. Dari pemeriksan tersebut, penyidik mengaku tengah mempertimbangkan langkah hukum pencegahan bepergan ke luar negeri terhadap Alex Noerdin. "Ya, sekarang belum, tapi arahnya ke sana," jelas Arminsyah.

Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen ini juga mengisyaratkan akan kembali memanggil Alex Noerdin untuk diperiksa oleh penyidik untuk mengungkap terang kasus korupsi yang berkisar triliunan rupiah itu.

ALEX AKUI - Alex Noerdin usai diperiksa beberapa waktu lalu mengakui ada dugaan penyalahgunaan dana bansos dan hibah. Itu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dan salah satu rekomendasi BPK pengembalian dana bansos yang sudah dicairkan sebesar Rp15 miliar. Alex saat itu mengaku jika jajaran Pemprov Sumsel telah menjalankan rekomendasi dari BPK kala itu. "Itu sudah ditindaklanjuti semua," kata Alex usai diperiksa beberapa waktu lalu.

Namun Direktur Penyidikan pada Jampidsus Fadil Zumhana tak menggubris pengembalian tersebut. Bahkan Fadil menyebut, temuan BPK berbeda dengan hasil temuan dari penyidik. Penyidik melihat ada pelanggaran hukum dalam penyaluran dana hibah dan bansos di Sumsel tiga tahun lalu tersebut yang terindikasi pidana.

"Ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengelolaan dana hibah Sumsel sebesar Rp2,1 triliun, itu yang kami selidiki," kata Fadil.

Penyidik Kejagung menemukan indikasi adanya penerima fiktif dana bantuan tersebut. Para penerima dana bansos diduga membuat akta palsu untuk bisa menerima bantuan. Pendistribusiannya ada yang tidak benar, antara lain akta notaris dibuat segera seolah-olah penerima kelompok itu memang ada. "Jadi dipercepat pembuatan aktanya," ujar Fadil.

BACA JUGA: