JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dugaan korupsi dana bantuan sosial dan hibah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp2,1 triliun terus dibongkar. Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menemukan titik terang siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut. 

"Sudah ada benang merahnya, kami sedang kaji penetapan tersangkanya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jumat (6/4).

Penyidik tengah mempertimbangkan untuk mencegah sejumlah nama ke luar negeri, termasuk terhadap Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Hal itu untuk memudahkan penyidikan kasus ini. "Kenapa tidak (untuk dicegah keberangkatan untuk ke luar negeri)," kata Armin.

Sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pencegahan dapat dilakukan terhadap tersangka yang diduga kuat terlibat tindak pidana.

Penyidikan dana hibah dan bansos Sumsel 2009-2013 diduga karena banyak ditemukan penyimpangan sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sejumlah pejabat teras Pemprov Sumsel, anggota DPRD Sumsel, hingga aktivis LSM telah diperiksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel dan Kejagung, termasuk Alex Noerdin. Hingga saat ini status Alex masih saksi.

KILAH ALEX - Seusai diperiksa penyidik pada Jumat pekan lalu Alex mengakui ada dugaan penyalahgunaan dana bansos dan hibah. Salah satu rekomendasi BPK, menurut Alex, adalah pengembalian dana bansos yang sudah dicairkan sebesar Rp15 miliar. Alex mengatakan Pemprov Sumsel telah menjalankan rekomendasi dari BPK kala itu.

Berdasarkan hasil audit BPK Nomor: 32.c/LPH/XVIII.PLG/06/2014 memang ada penyimpangan dana Bansos dan hibah. Ada dana sebesar Rp821 miliar yang belum dipertanggungjawabkan. Di antaranya terdiri dari belanja hibah untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan Rp253 miliar, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp328 miliar, dan penerima hibah lain sebesar Rp336 miliar.

"(Rekomendasi) itu kita sudah tindak lanjuti semua," kata Alex.

Kuasa hukum Alex, Susilo Ari Wibowo, menegaskan kliennya telah melakukan penyaluran dana hibah sesuai dengan ketentuan. Sebagai kepala daerah, Alex hanya memberikan persetujuan penerima dana hibah sesuai usulan dari bawah.

"Pak gubernur ini fungsinya hanya sebagai kepala daerah, pemegang kebijakannya, semua usulan-usulan tetap dari bawah," kata Susilo.

Meskipun Alex mengklaim telah melaksanakan rekomendasi BPK, namun penyidikan Kejagung jalan terus. Itu hal berbeda. Sebab temuan penyidik menyebutkan ada dugaan korupsinya. Direktur Penyidikan pada Jampidsus Fadil Zumhana mengatakan penyidikan lembaga adhyaksa berbeda dengan temuan BPK kala memeriksa APBD Provinsi Sumsel 2013.

Menurut Fadil, tak ada kaitan antara pengembalian dana bansos dan hibah sebesar Rp15 miliar dengan penyidikan yang dilakukan Kejagung. Lembaga adhyaksa bersikeras tetap memandang ada pelanggaran hukum dalam penyaluran dana hibah dan bansos di Sumsel tiga tahun lalu itu.

"Kejagung itu melihat perbuatan melawan hukum dalam proses pengelolaan dana hibah Sumsel sebesar Rp2,1 triliun," ujarnya.

Dugaan korupsi dana bansos dan hibah di Sumsel muncul setelah penyidik Kejagung menemukan indikasi adanya penerima fiktif dana bantuan tersebut. Para penerima dana bansos diduga membuat akta palsu untuk bisa menerima bantuan.

"Dalam pendistribusian bansos ada hal tidak benar, antara lain notaris dibuat segera seolah-olah penerima atau salah satu kelompok ini benar-benar sudah ada akta. Kan salah satu syarat (menerima bansos) itu, jadi dipercepat pembuatan akta," ujar Jampidsus Arminsyah beberapa waktu lalu.

Penyimpangan dana hibah dan bansos ini juga diduga terkait proses politik di Palembang yang mengantarkan Alex Noerdin menjadi orang nomor satu di Sumatera Selatan 2014. Dana tersebut disalurkan ke sejumlah masjid, kegiatan karang taruna, kelompok tani, serta kelompok pengajian. Namun penerima dana diduga fiktif dan tidak jelas pertanggungjawabannya.

Haryono, Ketua Tim Jaksa kasus ini, membenarkan bahwa dari temuan sementara penyidik, penyaluran dana hibah Sumsel tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur yang semestinya. Penyalurannya menyalahi ketentuan dari Kementerian Dalam Negeri. "Penyaluran tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan dari Kemendagri," kata Haryono di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu.

Dari penelusuran gresnews.com seperti diberitakan sebelum ini, kasus penyimpangan dana bansos dan hibah Provinsi Sumatera Selatan ini pernah menjadi fakta persidangan di Mahkamah Konstitusi. Saat itu pasangan Herman Deru-Maphilinda Boer menggugat pasangan Alex Noerdin-Ishak Mekki. Akhirnya MK memutus dilakukan pemungutan ulang karena pasangan Alex-Ishak terbukti melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan massif. Saat itu mantan Ketua MK Akil Mochtar yang memutus. Dengan putusan MK tersebut makin membuktikan dugaan politik uang terselubung tersebut. Berdasarkan hasil audit BPK Nomor: 32.c/LPH/XVIII.PLG/06/2014 ada penyimpangan dana bansos dan hibah.

Selain itu, dugaan penyelewengan dapat dibaca dalam berkas keputusan Gubernur Sumsel Nomor 96/KPTS/BPKAD/2013 tentang Penerima Hibah dan Bantuan Sosial pada APBD Sumsel 2013 sebesar Rp2,1 triliun. Dengan rincian Belanja Hibah Lembaga/Organisasi Pemerintah sebesar Rp1,8 triliun. Hibah untuk Organisasi Keagamaan sebesar Rp39 miliar. Hibah untuk Organisasi Wartawan sebesar Rp15 miliar. Hibah untuk Organisasi Kemasyarakatan sebesar Rp34 miliar. Hibah Aspirasi DPRD Provinsi Sumsel sebesar Rp152 mililar.

Dari dana Rp2,1 triliun yang terealisasi sebesar Rp2,031 triliun termasuk di dalamnya realisasi dana BOS sebesar Rp776 miliar, Sekolah Swasta sebesar Rp165 miliar, BOP dan Insentif Guru Non PNS SLB Swasta sebesar Rp1,8 miliar dan Guru Honor TK sebesar Rp5 miliar.

Dana BOS dan Sekolah Swasta langsung ditransfer ke masing-masing rekening sekolah, sedangkan Insentif Guru Non PNS SLB Swasta dan Guru Honor TK langsung ditransfer ke masing-masing guru yang bersangkutan. Sehingga, belanja hibah yang harus dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah kepada BPKAD Provinsi Sumatera Selatan di luar keempat kegiatan tersebut yaitu sebesar Rp1,081 triliun.

BACA JUGA: