JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejatuhan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sebentar lagi menjadi perusahaan swasta terjadi bukan semata karena bisnis. Namun karena digerogoti oleh korupsi dari dalam. Hal  itu dibuktikan dengan banyaknya kasus korupsi Merpati yang ditangani Kejaksaan Agung.

Diantara kasus-kasus itu adalah kasus rekayasa penjualan tiket Merpati 2010 – 2013 Kasus korupsi itu  diduga merugikan negara sebesar Rp12, 7 miliar. Saat ini perkaranya masih terus disidik Kejaksaan Agung.

Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat pegawai PT MNA sebagai tersangka. Mereka adalah Hendro Cahyono selaku General Manager PT MNA Distrik Jakarta, Bambang Prajoko  (Manager Distrik Jakarta di PT MNA), Asrianto  (Manager Distrik Cabang Jakarta) dan Rucie Novihari selaku Chief Ticketing Distrik Jakarta.

Pada Selasa (10/11), penyidik Kejaksaan Agung juga telah memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Merpati Nusantara Airlines (MNA)  Capt. Asep Eka Nugraha terkait kasus ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan, Asep Eka Nugraha diperiksa sebagai saksi untuk pemberkasan para tersangka kasus penjualan tiket Merpati.

"Dia diperiksa dalam kapasitas sebagai Direktur Operasi pada PT MNA saat itu," kata Amir  di Kejaksaan Agung, Rabu (11/11).

Diungkapkan Amir, penyidik mengorek keterangan tentang kronologis terjadinya temuan adanya selisih keuntungan antara penjualan tiket dengan hasil penerimaan penjualan yang tidak disetor oleh para tersangka. Sementara Asep Eka sendiri tak banyak menjelaskan soal pemeriksaannya. Dia yang dicegat wartawan hanya mengatakan statusnya sebagai saksi.

TERSANGKA BURON - Satu dari empat tersangka yakni Rucie Novihari dinyatakan telah mangkir dari pemanggilan penyidik Kejaksaan Agung. Bahkan namanya saat ini telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Rucie telah dipanggil lebih dari tiga kali secara patut namun tidak hadir. Sementara tiga tersangka lain telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak akhir Oktober lalu.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Maruli Hutagalung memastikan tim penyidik tak akan melepaskan Rucie. Mantan Kajati Papua itu mengaku telah mengirimkan permintaan ke Tim Monitoring Centre (pemburu koruptor), di bawah Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), untuk dikejar, diburu,  dan ditangkap.

"Ini soal waktu, tim monitoring sangat handal dalam mengejar buronan," ujar Maruli meyakinkan.

Rucie Novihari ditetapkan tersangka sesuai  Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-102/F.2/Fd.1/09/2015, tanggal 29 September 2015.

Kasus  ini bermula saat penyidikan menemukan adanya bukti dan dokumen serta keterangan saksi terkait dugaan rekayasa penjualan tiket pesawat di MNA.  Para tersangka  diduga membuat laporan tidak benar, dengan memanipulasi data penumpang yang berangkat, namun dilaporkan tidak berangkat atau refund (mengembalikan tiket). Praktik itu  berlangsung empat tahun sejak 2010-2013.

KORUPSI LAIN -  Bukan hanya kasus rekayasa penjualan tiket saja yang membelit Merpati. Kasus lain yang sempat menghinggapi Merpati adalah kasus korupsi pengadaan pesawat Merpati jenis Boeing 737 seri 400 dan seri 500 oleh Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG, washington DC, USA) kepada PT Merpati Nusantara Airlines tahun 2007. Dalam kasus ini tiga orang telah menjadi terpidana.

Terakhir Tim Intelijen Kejaksaan Agung menangkap Tony Sudjiarto, mantan General Manager Aircraft Procurement Division PT MNA. Tony dinyatakan bersalah berdasar putusan MA RI No: 414 K/Pid.Sus/2014 tgl 7 Mei 2014, dan dijatuhi pidana penjara empat tahun dan denda sebesar Rp200 juta, subsider enam bulan kurungan.

Tony Sudjiarto ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung atas kasus korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 senilai US$1 juta pada 2011. Dua tersangka lain yakni mantan Direktur Utama PT Merpati Hotasi Nababan dan mantan Direktur Keuangan Merpati Guntur Aradea. Keduanya juga telah divonis bersalah oleh pengadilan dan dieksekusi ke Lapas Cipinang.

Hotasi Nababan sendiri ditangkap oleh Satuan Khusus Kejaksaan Agung pada 22 Juli 2014. Dia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Hotasi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus sewa menyewa 2 unit pesawat Boeing 737 dari Thidstone Aircraft Leasing Group yang menyebabkan kerugian negara sebesar US$1 juta berdasarkan Putusan MA Nomor: 417 K/Pid.Sus/2014 tanggal 7 Mei 2014.

Kasus ini mencuat setelah penyidik Kejaksaan Agung menemukan ketidakberesan dalam perjanjian sewa antara Merpati dan TALG inc. pada Desember 2006. Perusahaan penyewaan pesawat asal Amerika Serikat itu berjanji menyiapkan dua pesawat untuk Merpati berjenis Boeing 737 seri 400 dan 500. Lalu Merpati mengirimkan uang sebesar US$1 juta atau setara dengan Rp9 miliar ke TALG sebagai jaminan atau security deposit penyewaan. Tapi hingga tenggat waktu yang disepakati, yakni Januari 2007, pesawat tak kunjung datang. Begitu pula dengan duit jaminan penyewaan, US$1 juta, tak bisa ditarik kembali.

PRIVATISASI MERPATI - Pemerintah, melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara saat ini telah memutuskan untuk menjual Merpati kepada pihak swasta. Proses privatisasi Merpati itu sendiri akan segera dilakukan setelah penyelesaian hak normatif karyawan seperti gaji, tunjangan dan sebagainya yang belum terbayar sebesar Rp1,4 triliun selesai dilakukan.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K.Ro menjelaskan, saat ini posisi Merpati sudah tidak memiliki aset lagi. Meski begitu, rencana privatisasi Merpati akan tetap dilakukan pemerintah. Pertama, Kementerian BUMN akan menyelesaikan persoalan gaji karyawan yang tertunggak. Untuk penyelesaian gaji karyawan tersebut, Kementerian BUMN akan menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp500 miliar.

Menurut Aloysius, dana PMN tersebut dalam waktu dekat akan cair dari Kementerian Keuangan. Setelah itu gaji terbayarkan, berikutnya pemerintah akan membayarkan pesangon yang juga belum terbayarkan besama kewajiban lainnya yang total nilainya mencapai Rp1,4 triliun.

Khusus untuk pesangon, kata Aloysius, Kementerian BUMN akan membicarakannya kepada investor. Pembayaran hak normatif kepada karyawan merupakan prioritas utama sebab seluruh karyawan Merpati sudah di-PHK oleh perusahaan."Yang penting gaji terutang kita selesaikan. Kalau pesangon kita bicarakan dengan calon investor," kata Aloysius di Kementerian BUMN, Jakarta.

BACA JUGA: