JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan sikap manajemen PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) yang menahan tunggakan kewajiban pembayaran gaji dan dana pensiun kepada eks pegawai. Kedua kewajiban itu hingga kini belum dituntaskan pihak manajemen Merpati, meski Merpati sudah mendapatkan bantuan kucuran dana pemerintah.

Anggota Komisi IX DPR RI Irgan Chairul Mahfiz mengatakan, pihak manajemen PT Merpati harus transparan atas penggunaan dana bantuan senilai Rp500 miliar dari pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Bantuan itu memang diprioritaskan bagi penyelesaian masalah hak pegawai.

"Kita pertanyakan alasan pihak PT Merpati (Persero), kenapa belum mau membayarkan tunggakan para eks karyawan dan pensiunan," kata Irgan kepada gresnews.com, Kamis (23/6).

Irgan sendiri mengaku sudah mendapatkan informasi adanya dugaan penyelewengan dana tersebut oleh manajemen Merpati. Informasi itu muncul dari para eks karyawan dan pensiunan Merpati. Karena itu, Irgan mengaku, telah meminta pihak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk mengawasi.

Jika terbukti ada penyelewengan, kata Irgan, pihak manajemen Merpati harus bertanggung jawab. "Soal adanya kabar dana disalahgunakan, kita minta pihak PT Merpati bertanggung jawab dan Kemenaker untuk mengawasinya," jelasnya.

Selain itu, politisi PPP itu menegaskan, agar realisasi pembayaran tunggakan gaji eks para karyawan dan pensiunan tidak ditunda-tunda karena mereka sangat membutuhkan untuk kebutuhan hidup. Bahkan, dia mendesak pihak Merpati segera membayarkan dana tersebut sebelum hari raya Idul Fitri.

"Kita mendesak merpati untuk membayar semuanya sebelum Lebaran, kasihan mereka butuh, apalagi sudah mau dekat hari raya Idul Fitri, buat beli kebutuhan anak dan keluarganya," tegasnya.

Dia menambahkan, jika terdapat ada unsur penyelewengan dalam bantuan dana PPA dari pemerintah, pihak manajemen yang terlibat harus diberikan sanksi hukuman. "Harus transparan soal dana yang selama ini sudah masuk kepada pihak manajemen, kalau ada penyelewengan atau dugaan indikasi korupsi, maka pihak Merpati harus diberikan sanksi tegas," ujarnya.

Sebelumnya, mantan Public Relation Manager Merpati Sudiyarto mengungkapkan, Merpati tidak melaksanakan perjanjian pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang sudah ditandatangani bersama. Merpati nyatanya tak juga membayarkan tunggakan gaji dan dana pensiun karyawan.

Tunggakan gaji dan dana pensiun yang harus dibayarkan kepada para pegawainya itu sendiri mencapai Rp1,4 triliun. Sesuai perjanjian, kata Sudiyarto, Merpati harus melaksanakan perjanjian dengan menggunakan mekanisme Program Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai (Program P5). Untuk itulah kemudian pemerintah mengucurkan bantuan sebesar Rp500 miliar.

Namun Sudiyarto yang ditunjuk rekannya sebagai koordinator karyawan mengatakan, patut diduga bantuan dari pemerintah melalui dana senilai Rp500 miliar dari pemerintah melalui PT PPA yang seharusnya untuk diprioritaskan bagi penyelesaian masalah hak pegawai disalahgunakan pihak manajemen Merpati. "Kami menduga adanya penyelewengan dana bantuan tersebut oleh pihak manajemen, karena itu dana tersebut hingga saat ini belum diberikan kepada kami (eks karyawan)," kata Sudiyarto, Kamis (23/6).

Para mantan karyawan yang tergabung dalam Forum Pekerja Merpati (FPM) mendesak realisasi pembayaran tunggakan gaji setelah mendengar pemerintah telah mengucurkan dana ratusan miliar rupiah untuk Merpati. Mereka juga mendatangi Kemenakertrans untuk mediasi soal pembayaran tunggakan gaji sejak Desember 2013.

Para mantan karyawan Merpati meminta Dirjen PPHI Kemenaker agar membantu untuk menyelesaikan masalah ini hingga tuntas. Selain itu, mereka juga meminta bantuan kepada Komisi IX DPR untuk mempertanyakan kepada pihak Merpati terkait aliran dana bantuan pemerintah yang telah masuk ke manajemen.

"Kita berharap selain dari Dirjen PPHI Kemenaker, pihak Komisi IX DPR RI agar mau membantu soal dana yang belum diberikan kepada eks karyawan dan pensiunan, kalau ada dugaan penyelewengan DPR diminta agar tegas kepada manajemen Merpati," tegasnya.

Ia berharap mediasi yang akan dilakukan PPHI Kemenakertrans pada Senin (27/6) pekan depan bisa memutuskan hasil yang terbaik bagi eks karyawan dan pensiunan.

HARUS DIAUDIT - Terkait hal ini, para karyawan Merpati mengatakan, pemailitan Merpati ini seharusnya bisa diselidiki oleh penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, kepolisian dan KPK. Penyelidikan harus dilakukan untuk mengusut dugaan adanya tindak pidana korupsi di tubuh manajemen Merpati. Eks karyawan Merpati juga meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas maskapai pelat merah yang telah sekarat itu, meski kondisinya sudah dipailitkan.

Soal perlunya audit atas Merpati juga disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. Menurutnya, audit atas Merpati penting untuk menjawab pertanyaan mengapa manajemen Merpati selalu gagal bersaing dengan maskapai lainnya.

Padahal saat masih beroperasi, Merpati kerap mendapatkan suntikan dana dari APBN. "Tetapi tetap saja Merpati gagal bersaing dan mengalami kebangkrutan," ujarnya kepada gresnews.com, Kamis (23/6).

Timboel mengungkapkan, kehadiran Merpati pada awalnya adalah untuk mengurusi penerbangan perintis di daerah-daerah yang memang tidak efisien untuk dijangkau Garuda Indonesia. "Tapi kenyataannya, peran perintis tersebut dibiarkan tersaingi oleh maskapai swasta lainnya sehingga Merpati dibiarkan bertarung bebas dengan maskapi lain, dan faktanya Merpati gagal," kata Timboel.

Menurutnya, kegagalan Merpati ini salah satunya juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah, kata Timboel, memang tidak serius lagi memfokuskan Merpati untuk melayani penerbangan perintis. "Bila memang pemerintah tidak serius untuk mem-back up Merpati, ya memang benar dipailitkan saja, tinggal dihitung kewajibannya kepada karyawan dan kreditor lainnya," jelasnya.

Dia menyebutkan, sesuai putusan MK, bila perusahaan pailit maka pembayaran upah karyawan menjadi prioritas utama dibandingkan kreditor lainnya. "Merpati wajib membayar upah para karyawannya terlebih dahulu," ujarnya.

Sebelumnya, Asisten Deputi BUMN bidang Restrukturisasi dan Pendayagunaan Portofolio Kepemilikan Negara Minoritas Chariah mengatakan saat ini Merpati memiliki utang termasuk kewajiban kepada karyawan mencapai Rp8 triliun dengan ekuitas minus Rp6,5 triliun. Untuk itu, PPA tengah menghitung ulang jumlah gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan Merpati. Sebab berdasarkan perhitungan kotor besaran gaji yang harus dibayarkan kepada karyawan mencapai Rp1,4 triliun.

Namun, dia menambahkan alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima oleh PPA sebesar Rp1 triliun, hanya Rp500 miliar untuk pembayaran gaji karyawan Merpati. Untuk itu, PPA harus menghitung kembali seluruh jumlah kewajiban yang harus dibayarkan kepada karyawan Merpati, sebab beberapa karyawan Merpati saat ini sudah tidak bekerja di perusahaan. "Diharapkan pembayaran gaji karyawan bisa diselesaikan," katanya.

TIDAK CUKUP - Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius K.Ro juga pernah mengungkapkan, uang yang disediakan pemerintah memang tidaklah cukup untuk membayar keseluruhan gaji karyawan yang tertunggak bertahun-tahun. Sebab dana yang disiapkan pemerintah melalui PT PPA (Persero) untuk revitalisasi dan restrukturisasi Merpati hanya sebesar Rp500 miliar.

Dari dana Rp500 miliar itu diperuntukkan untuk membayar gaji karyawan sebesar Rp350 miliar dan sisanya Rp150 miliar untuk dana biaya modal awal Merpati. Oleh karena itu, Aloysius meminta pengertiannya kepada pegawai Merpati terkait keterbatasan pemerintah dalam menggaji karyawan Merpati.

Sementara itu Kasubdit Direktorat Jenderal Penyelesaian Peselisihan Hubungan Industrial (PPHI) Kemenaker Reyman Aruan menjelaskan dana Rp350 miliar dialokasikan untuk penyelesaian tunggakan kepada karyawan. Berdasarkan hasil rapat antara manajemen Merpati, Dirjen PPHI, dan Kejaksaan Agung disepakati untuk hak normatif karyawan sebesar Rp254 miliar dan untuk pesangon Rp96 miliar.

Reyman menyebutkan, program P5 yang dibuat manajemen Merpati telah mengabaikan kesepakatan bersama yang dibuat sebelumnya. "Seharusnya masalah ini bisa selesai, jika pihak manajemen PT Merpati mau membayar tunggakan gaji dan dana pensiun para pegawainya," kata Reyman kepada gresnews.com, Senin (20/6).

Menurutnya, apabila manajemen Merpati tidak membayarkan hak para karyawan, bisa diancam sanksi pidana yang hukumannya di atas 5 tahun penjara.

Sementara itu, perwakilan pihak manajemen PT Merpati, yang juga Ketua Tim P5 Aris Munandar, saat dimintai keterangan oleh gresnews.com terkait tuntutan mantan karyawan Merpati ini, menolak berkomentar.  "Maaf, Mas saya tidak bisa kasih komentar," kata Aris, Senin (20/6).

BACA JUGA: