JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepolisian dinilai masih sering melakukan kesalahan dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak. Akibatnya potensi kesalahan dalam penetapan tersangkat sangat besar. Karenanya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung langkah Propam Polda Metro Jaya untuk menginvestigasi kasus kematian tak wajar salah satu pekerja kebersihan PT ISS dalam penyidikan kasus kekerasan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS).

"Setiap kematian tak wajar dalam proses penyidikan di kepolisian harus diinvestigasi. Langkah Propam sudah tepat, karena institusi kepolisian harus memastikan bahwa tidak ada penggunaan kekerasan dalam penetapan tersangka kekerasan seksual pada anak. Tidak ada polisi yang kebal hukum," kata Komisioner Kompolnas M Nasser kepada media, Kamis (11/6).

Menurut Nasser penggunaan kekerasan dalam proses penyidikan sebuah kasus kekerasan seksual pada anak untuk mencari tersangka sangat tidak dibenarkan. Hal itu justru akan berakibat fatal karena orang yang tidak salah dapat dijadikan tersangka karena adanya unsur pemaksaan dan kekerasan.

Sementara Komisioner Kompolnas lainnya Andrianus Meliala mengatakan, ada potensi pemaksaan oleh penyidik polisi dalam mencari pengakuan sebagai pelaku kasus kekerasan seksual. Salah satunya dalam kasus yang melibatkan para pekerja kebersihan PT ISS yang berakibat pada kematian tak wajar salah satu petugas kebersihan Jakarta Intercultural School (JIS).

Andrianus mengatakan jika pengakuan para pelaku di bawah ancaman, maka hasil penyidikan menjadi tidak akurat. Proses penanganan perkara sesungguhnya memiliki mekanisme berjenjang. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menjadikan orang tidak bersalah sebagai tersangka.

Di kepolisian sudah ada sistem cek dan ricek terhadap penanganan kasus. Itu sebabnya ada jenjang jabatan seperti di level penyidik ada kanitnya, dari kanit ada wasidik, ada satuan pengawasnya. Lalu dari Polri jika sudah P19 ada jaksa, jaksa kemudian diverifikasi di sidang.

"Mekanisme check and re check itu sudah baku. Tapi jika semua level itu tuli maka mekanisme tidak akan berjalan dan penunjukan tersangka bisa orang tak bersalah atau sebaliknya. Dan ini sering terjadi karena mekanisme tersebut tidak berjalan," kata Adrianus

Adrianus lantas mencontohkan proses penyidikan kasus kekerasan seksual di JIS. Saat penyidikan proses cek dan ricek tidak terjadi. Penyidik seperti memaksakan seseorang menjadi tersangka, sehingga muncul banyak kejanggalan. Karena itu, kata dia, kematian tak wajar salah satu petugas kebersihan JIS di kantor polisi memang harus diusut.

"Untuk kasus JIS yang OB, saya menduga para penyidik ditunjuk secara tidak proper (ahli). Kompolnas sudah minta Kanit Pominal (pengawas internal) untuk menginvestigasi kemungkinan kekerasan terhadap OB di JIS untuk mengakui perbuatan sodomi. Kalau pengakuan di bawah paksaan menjadi tidak nyambung. Jadi, semua pengakuan mereka bohong semua. Itulah fungsi dari cek dan ricek," tegasnya.

Perlu diketahui pada 4 Juni 2015 tim propam Polda Metro Jaya dan Propam Mabes Polri mendatangi rumah tahanan negara Cipinang. Mereka melakukan investigasi dengan mengumpulkan keterangan dari Virgiawan Amin, Syahrial, Agun Iskandar dan Zainal Abidin yang kini ditahan di rutan Cipinang.

"Kami berharap Propam dapat mengungkap rekayasa kasus yang telah mengorbankan pekerja kebersihan ini dari perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan," ujar Saut Irianto Rajagukguk, pengacara pekerja kebersihan PT ISS.

BACA JUGA: