JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta segera menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan untuk menghapus privatisasi air. Sebab Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) baru bisa melaksanakan putusan tersebut setelah ada instruksi langsung dari gubernur DKI Jakarta.

Manajer Pengendalian Kehilangan Air PDAM Jakarta Efendi Napitupulu mengatakan privatisasi air di Jakarta dimulai sejak perjanjian kerjasama antara PDAM dengan PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air. Namun kini majelis hakim PN Jakpus telah memutuskan perjanjian tersebut batal yang berarti aspirasi masyarakat sudah diimplementasikan.

"Keputusan ini kami dukung sepenuhnya. Untuk menerapkan putusan ini, harus ada instruksi gubernur. Gubernur juga harus tunduk pada putusan," ujar Efendi pada wartawan usai sidang putusan gugatan kontrak swastanisasi air di gedung PN Jakpus, Jakarta, Selasa (24/3).

Sementara Kuasa Hukum penggugat dari Lembaga Bantuan hukum Jakarta Arif Maulana menyatakan pemerintah harus mempersiapkan diri untuk pengelolaan air yang memberikan jaminan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas air untuk masyarakat. Sehingga pengelolaan air harus dikembalikan ke PAM Jaya sesuai Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1992.

"Tidak perlu ada akuisisi untuk membayar Palyja dan Aetra," ujar Arif pada kesempatan terpisah di PN Jakpus.

Arif menuturkan berdasarkan putusan, perjanjian kerjasama antara PDAM dengan Palyja dan Aetra batal demi hukum. Sehingga kondisi dikembalikan seperti semula. Maksudnya harus dihitung ulang bagaimana kondisi sebelum adanya kerjasama ini. Misalnya berapa investasi Palyja dan Aetra dan juga negara. Investasi tersebut harus dikembalikan ke masing-masing pihak.  

Ia melanjutkan pemerintah harus membuka hati dan pikirannya agar tidak menyeleweng dari hasil putusan PN Jakpus. Sebab negara diatur oleh konstitusi dan konstitusi merupakan suara rakyat yang merupakan suara tertinggi dalam kehidupan bernegara.

Menurutnya, kalau sampai pemerintah mengabaikan putusan ini maka sama saja dengan mengabaikan konstitusi dan rakyatnya. Karena putusan majelis hakim telah menyatakan penandatanganan kerjasama tersebut adalah perbuatan melawan hukum.

Arif mengatakan kemungkinan upaya hukum yang dilakukan pemerintah sebagai tergugat dalam perkara ini adalah banding dan paling nekat melakukan akuisisi. Namun ia menegaskan kalau pemerintah nekat mengakuisisi kedua perusahaan asing tersebut dalam pengelolaan air di Jakarta maka, mereka tidak segan akan menggugatnya kembali. Sebab menurutnya tidak ada dasar apapun untuk mengakuisisi Palyja dan Aetra.

Ia menambahkan kalau sampai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak melaksanakan putusan ini maka ia mengimbau pada masyarakat agar jangan memilihnya lagi pada pemilu mendatang. Sebab seorang pejabat publik ketika dilantik telah bersumpah akan taat pada konstitusi dan perundang-undang. Sementara putusan ini dinilai sangat mencerminkan konstitusi Pasal 33 UUD 1945.

Terkait kemampuan pengelolaan air oleh PDAM, ia menjelaskan pegawai di Palyja dan Aetra sebenarnya adalah pegawai PAM Jaya yang diperbantukan. Sehingga seharusnya PDAM Jakarta siap mengelola air di Jakarta. Terkait hal ini, Gresnews.com mencoba mengkonfirmasi pihak Palyja dan Aetra usai putusan sidang PN Jakpus, tapi kuasa hukumnya enggan berkomentar.

PN Jakpus telah memutuskan menerima sebagian permohonan gugatan atas kontrak antara PDAM dengan Palyja dan Aetra. Gugatan ini diajukan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Mereka menggugat Presiden dan Wakil Presiden RI, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, Gubernur DKI Jakarta, PDAM, dan DPRD Provinsi DKI Jakarta, PT PAM Lyonnaise dan PT Aetra Air Jakarta atas kontrak antara PDAM dengan kedua perusahaan asing PAM Lyonnaise Jaya asal Perancis dan Aetra asal Inggris hingga 2023.

BACA JUGA: