JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VI DPR RI menuding kenaikan harga beras yang tidak wajar terjadi karena adanya permainan para mafia beras. Para mafia tersebut diduga mengendalikan harga beras dan harga gula di pasaran.

Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana para mafia tersebut tidak berdiri sendiri, ada aparat pemerintahan yang membantu para mafia tersebut bekerja untuk mengendalikan harga beras di pasar induk. Dia menduga permainan para mafia tersebut berasal dari internal Perum Bulog yang menahan beras di pasar induk.

"Harga beras naik itu karena ada mafia. Ada berapa ribu ton yang masuk ke pasar Jakarta, beras itu nanti akan hilang dan akan ditahan oleh mafia," kata Azam kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (25/2).

Dia mengungkapkan modus operandi para mafia beras tersebut terlihat ketika pernyataan dari Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat, dimana terdapat beras yang keluar dari Bulog ke pasar induk. Namun beras yang keluar tersebut belum terdata oleh Bulog.

"Artinya, beras tersebut sebelumnya sudah disimpan oleh mafia tersebut. Ketika harga sudah melonjak naik, beras simpanan tersebut akan dikeluarkan dan dijual di pasar," kata Azam.

Azam menilai, tentunya mafia yang ada di internal Bulog tidak berdiri sendiri. Artinya beras tersebut bisa masuk ke pasaran tanpa pendataan dari Bulog, ada yang melindungi mafia tersebut dari aparat pemerintahan. Diluar dari mafia yang ada di internal Bulog sendiri, Azam mengindikasikan ada beberapa oknum yang dapat mengendalikan harga beras di pasaran.

Hal ini, kata dia, terbukti pada saat kunjungan kerja Komisi VI DPR RI ke pasar induk. Para pedagang melapor bahwa beras yang dikirimkan dari Bulog tidak sampai ke tangan para pedagang di pasar induk. "Seharusnya beras tersebut diperuntukkan bagi para pedagang di pasar induk," kata Azam.

Oleh karena itu, Azam meminta kepada Bulog agar membangun outlet di seluruh pasar di Indonesia. Sebab beras yang ada di Bulog merupakan barang milik pemerintah. "Jika ada aparat dari Bulog yang mengambil untung dari barang milik negara, maka hal itu merupakan bagian tindak korupsi,"  tegasnya.

"Mafia itu ada di tubuh Bulog. Logikanya begitu. Bulog tidak mencatat ada beras yang keluar, tapi beras itu sudah ada yang masuk ke pasar," kata Azam menambahkan.

Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia M Nuruddin menilai lonjakan harga beras terjadi karena beberapa faktor seperti cuaca ekstrim dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang berkontribusi atas tersendatnya suplai beras nasional. Meski harga BBM kembali diturunkan, namun tidak lantas serta merta menurunkan biaya-biaya non produksi beras seperti penggilingan, transportasi dan lain-lain.

"Sangat tidak tertutup kemungkinan, situasi permintaan yang tinggi dengan kemampuan suplai terbatas lantas ´dimainkan´ oleh sebagian besar spekulan pasar untuk menahan barang," kata Nuruddin.

Dia menambahkan akibat keterbatasan suplai akan memicu kenaikan harga beras di pasaran hingga mencapai 30 persen. Dia menuturkan seperti di daerah Jombang, Bojonegoro dan Madiun saat ini harga pembelian gabah kering panen berkisar Rp4500 sampai Rp4700, sementara harga beras dari penggilingan sudah mencapai Rp9500.

Dia menjelaskan kaitannya dengan lonjakan harga saat ini adalah harga yang tinggi di pasaran tidak serta merta mencerminkan pendapatan yang tinggi atau kesejahteraan bagi petani. Oleh karena itu, Nuruddin menyambut baik niatan pemerintah untuk menaikan harga HPP 2014, namun penerapan HPP multikualitas tetap harus dipertimbangkan secara serius sebagai komponen utama pembelian beras pemerintah.

Hal ini mengingat beragamnya kualitas produksi di level petani. "Tentunya hal itu juga akan berpengaruh terhadap baik peningkatan mutu maupun jumlah produksinya," kata Nuruddin.

BACA JUGA: