JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah harus memperbaharui teknologi bagi Air Trafic Control (ATC). Sebab tanpa memperbaharui teknologi tersebut, maka setiap penerbangan Indonesia harus meminta izin kepada Singapura, Thailand dan Australia. Hal itu dikarenakan teknologi ATC ketiga negara tersebut sudah memiliki standard global.

Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan International Civil Aviation Organization (ICAO) akan mengubah ATC menjadi Air Trafic Flow Manajemen (ATFM), dimana dalam ATFM tersebut akan dikelola oleh salah satu digital komputer yang berbasis satelit. Sehingga pengorganisasian ATC tidak lagi dikelola per negara seperti yang dilakukan saat ini, tetapi akan menjadi per regional.

Jadi nanti akan ada American control dan Europe control. Menurutnya saat ini di daerah Asia, baru tiga negara yang memiliki teknologi tersebut yaitu Thailand, Singapura dan Australia.

Dia mengatakan Indonesia tidak bisa mengajukan penggunaan ATFM berbasis satelit karena untuk memenuhi persyaratan internasional saja tidak dipenuhi. Sehingga Indonesia tidak mempunyai panggung untuk berbicara di tingkat global dalam konteks Civil Air Safety Regulation. Padahal Indonesia memiliki tata ruang udara yang terbesar di Asia, jika ICAO harus menentukan menggunakan ATFM maka dalam setiap penerbangan Indonesia harus meminta izin ke Singapura, Thailand atau ke Australia.

Maka dari itu pekerjaan prioritas Kementerian Perhubungan adalah menyelesaikan temuan dari ICAO untuk menjadi Indonesia dapat berdiri sejajar dengan negara-negara lain. "Nah itu realita yang akan terjadi kalau kita tidak melaksanakan sifat-sifat yang fundamental," kata Chappy.

Sementara itu, peneliti dari Populi Center Nico Harjanto mengatakan industri penerbangan adalah industri strategis, oleh karena itu pemerintah mempunyai andil besar untuk mengurusi hal-hal yang sifatnya strategis. Menurutnya dunia penerbangan kedepannya akan semakin canggih, tentunya sangat berpengaruh terhadap culture dan konsumen pun juga akan mengalami perubahan.

Perlu langkah strategis dari pemerintah yaitu dengan membenahi regulasi agar bisa mengantisipasi hal-hal yang terjadi dilapangan. Bahkan kalau perlu pemerintah membentuk lembaga baru untuk menangani masalah penerbangan. Bukan sekadar mengandalkan Kementerian Perhubungan saja.

Dia mencontohkan seperti negara Inggris, dimana masalah penerbangan tidak ditangani oleh satu kementerian tetapi juga ada salah satu komisi yang mengurusi dunia aviasi yaitu National of Console. Lembaga tersebut bukan hanya merumuskan regulasi industri penerbangan, tetapi juga mengurusi infrastruktur, sumber daya manusia, kemudian link and match potensi industri penerbangan sipil dengan industri penerbangan militer.

Dia menambahkan jika di negara-negara maju perusahaan maskapai merupakan bagian dari inovator sehingga membutuhkan masukan-masukan untuk menciptakan regulasi. Namun berbeda dengan Indonesia, dimana perusahaan maskapai sifatnya konsumen seperti Lion Air dan Garuda Indonesia. Maka dari itu, dunia penerbangan tidak lepas dari visi udara untuk mencapai kedaulatan udara Indonesia.

"Sekali lagi pemerintah mempunyai andil besar untuk mengurus hal-hal yang strategis. Jadi jangan sampai terjatuh dilubang yang sama," kata Nico.

BACA JUGA: