JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jelang pergantian jabatan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sejumlah kebobrokan kepemimpinan dimasa Emirsyah Satar diungkap. Salah satu yang dipermasalahkan adalah beban hutang perusahaan yang sangat besar. Bahkan selama kepemimpinan Emirsyah aset yang dimiliki perusahaan tidak mengalami penambahan dan hanya tersisa 7 pesawat.

Sumber pegawai internal Garuda yang menolak disebut namanya,  kepada Gresnews.com menuturkan selama kepemimpinan Emirsyah kondisi keuangan perusahaan mengalami kerugian hingga Rp2,7 triliun. Utang itu kini meningkat menjadi Rp27 triliun. Perusahaan saat ini juga hampir tidak memiliki aset karena armada pesawat yang ada semuanya bukan milik perusahaan melainkan sewaan.

Dia menambahkan hanya ada 7 pesawat milik perusahaan dan itu pun hanya sebagai persyaratan airlines. "Sebagai pegawai kami ketar ketir," kata sumber tersebut di Jakarta, Jumat (8/8).

Sumber tersebut juga mengungkapkan menemukan adanya sejumlah transaksi yang patut diduga sebagai tindakan korupsi seperti pengadaan pesawat dan proyek-proyek perusahaan. Dugaan tersebut bahkan sudah pernah dilaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Chandra Hamzah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Akan tetapi laporan tersebut tidak dikembangkan KPK. Sumber itu menduga laporan mereka mandek karena salah satu pimpinan KPK mendapatkan proyek sebagai penasehat hukum di PT Garuda.

Oleh karena itu, sumber itu mengatakan kedepan akan kembali melaporkan kasus tersebut kepada KPK atas dugaan tindak pidana korupsi di tubuh perusahaan pada saat kepemimpinan Emirsyah Satar. Sumber meminta KPK agar serius mengusut keuangan perusahaan terutama soal pengadaaan pesawat.

Namun pengamat penerbangan Arista Atmadjati menjelaskan saat ini memang trend seluruh perusahaan penerbangan lebih memilih untuk sewa ketimbang membeli pesawat. Menurutnya trend pembelian pesawat terjadi pada era sebelum tahun 2000. Namun ada kerugian jika membeli pesawat, karena  akan kehilangan daya saing dengan maskapai lain. Dia mencontohkan seperti Singapur Airlines dan Cathay Pacific selama lima tahun sekali pesawatnya diganti karena pesawatnya merupakan pesawat sewa.

Menurutnya pesawat sama saja seperti barang elektronik, dimana setiap tiga tahun sekali selalu berganti acessoriesnya dan teknologinya. Pesawat pun juga berganti secara perangkatnya dan teknologi yang berubah menjadi menghemat bahan bakar. Disatu sisi pergantian pesawat juga menjadi tuntutan pelanggan karena pelanggan inginnya naik pesawat jenis baru.  "Kalau sewa, misalnya ketinggalan jaman kan bisa dibalikkan ke lessor. Apalagi tuntutan customer tinggi, wajar sih," kata Arista kepada Gresnews.com.

Arista juga mengakui pada masa akhir kepemimpinan Emirsyah memang mengalami tekanan keuangan perusahaan yang diakibatkan faktor eksternal karena kondisi nilai dolar yang terlalu tinggi dan beban operasional avtur. Menurutnya sebanyak 70 persen komponen keuangan perusahaan berupa dolar. Akibatnya ketika kondisi dolar menguat tentu berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. "Komponen dolar yang menguat itu, berakibat para airline menderita," kata Arista.

BACA JUGA: