JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di tengah penolakan sejumlah warga Rembang atas rencana  pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, muncul sejumlah kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat  (LSM) yang justru mengaku mendukung rencana pembangunan tersebut. Namun mereka mengajukan syarat pembangunan itu bener-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya Rembang dan Indonesia pada umumnya.  

Koordinator LSM Aliansi Tajam, Handoko selaku juru bicara sejumlah LSM itu mengatakan proses pembangunan pabrik semen itu harus dilaksanakan berdasarkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijak, dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Tiga pilar itu diantaranya pertama menguntungkan secara ekonomi (economically viabley), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ketiga ramah lingkungan (environmentally sound).

Handoko menilai kehadiran investasi di Kabupaten Rembang berakibat dapat memperluas lapangan kerja, kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan mempercepat laju pembangunan nasional dan daerah. Namun kegiatan investasi juga dapat menimbulkan kerusakan pada lingkungan, pergeseran nilai budaya, norma-norma sosial dan pandangan hidup yang berpengaruh pada perilaku sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi usaha. "Tentunya hal tersebut butuh peran tokoh masyarakat dan Pemkab Rembang," kata Handoko dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Senin (30/6).

Handoko mengatakan pemerintah daerah dan Kabupaten Rembang harus jeli menyeleksi pihak-pihak yang melakukan investasi. Menurutnya investasi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu diprioritaskan karena keuntungan perusahaan akan kembali kepada negara dan sebagai badan publik pengelolaannya lebih terbuka.

Akan tetapi saat ini ada pihak-pihak yang memprovokasi sebagian masyarakat khususnya di beberapa desa ring I seperti Tegaldowo dan Timbrangan bahwa seolah-olah keberadaan pabrik semen mengancam sendi-sendi kehidupan. Sehingga tidak ada pengharapan di masa mendatang. Seharusnya pihak-pihak yang memprovokasi belajar dari beberapa daerah yang lebih dulu dibangun pabrik semen seperti Tuban, Cilacap dan lainnya. "Bukan memaksakan kehendak pokoke pabrik semen harus batal. Itu bukan sikap seorang intelek yang bewawasan luas," kata Handoko.

Handoko mengungkapkan akibat provokasi tersebut masih ada sebagian warga yang secara fanatik menolak pabrik semen. Padahal fakta dilapangan menunjukkan bahwa dari 504 Kepala Keluarga (KK) di desa Timbrangan hanya sekitar 59 KK yang menolak dan dari 1.526 KK hanya 159 KK yang menolak. “Masyarakat sekitar lokasi usaha tidak boleh hanya menjadi penonton dan menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat mengarah pada tindakan kontra-produktif,” kata Handoko.

Sementara itu Pimpinan Nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Ferry Widodo mengatakan tidak ada sejarahnya NGO dan LSM menjelek-jelekkan rakyat Rembang mengenai pembangunan semen tersebut. Ferry justru mempertanyakan kenapa gabungan LSM tersebut mendukung korporasi atau perusahaan yang jelas-jelas  ditentang oleh rakyat.

Penolakan pembangunan pabrik semen di Rembang menurut dia karena rencana tersebut belum memenuhi prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya pabrik tersebut tidak memenuhi ketentuan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Menurutnya wajar masyarakat sekitar demo besar-besaran karena pembangunan pabrik tersebut tidak memenuhi ketentuan AMDAL.

Selain itu menurut dia sebelum pembangunan pabrik semen di Rembang, ternyata pembangunan tersebut direncanakan di daerah Sukolilo. Akan tetapi masyarakat Sukolilo menolak pembangunan itu, sehingga pabrik semen itu dipindah ke daerah Rembang. "Kalau sudah sesuai sudah pasti tidak ada demo dari masyarakat. Kalau proyeknya yang sudah ada AMDALnya tapi terus-terusan ditentang rakyat itu berarti AMDALnya bermasalah," kata Ferry kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (30/6).

Pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) di Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah memang sejak awal ditentang warga sekitar. Warga menolak ijin eksplorasi dan pendirian pabrik tersebut dikawasan tersebut.

Penolakan warga tersebut sempat berujung bentrok sehingga puluhan petani laki-laki dan perempuan mengalami luka-luka akibat kekerasan aparat keamanan. Alasan  penolakan pembangunan pabrik tersebut lantaran selama ini masyarakat tidak pernah tahu dan mendapatkan informasi yang jelas mengenai rencana pendirian pabrik semen. Selain itu masyaralat juga khawatir rencana eksplorasi pegunungan kars tersebut akan menghilangkan sumber mata air yang berasal dari kawasan tersebut. Sehingga sistem pertanian yang selama ini mengandalkan pengairan dari gunung tersebut  akan terganggu.


BACA JUGA: