JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Advokasi Peduli Lingkungan menilai, langkah PT Semen Indonesia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke-2 atas Putusan PK Mahkamah Agung Nomor 99 PK/TUN/2017 terkait pembatalan izin lingkungan PT Semen Indonesia, sebagai upaya hukum sesat. Advokat dari Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) Andi Muttaqien mengatakan, PK ke-2 yang dilakukan oleh korporasi pelat merah ini senyatanya adalah upaya untuk meruntuhkan sistem negara hukum Indonesia.

"Perlu ditekankan bahwa Upaya Hukum Peninjauan Kembali adalah Upaya Hukum Luar Biasa yang hanya bisa dilakukan sekali untuk memberikan kepastian hukum dan ke-efektifan lembaga peradilan," kata Andi dalam pernyataan tertulis yang diterima gresnews.com, Jumat (21/4).

Belum lagi berkaitan dengan upaya PK ke-2 tersebut, disinyalir terdapat upaya hukum sesat dengan adanya Putusan PN Gresik Nomor 05/Pdt G/2017/PN Gsk yang menjadi dasar Upaya PK ke-2 tersebut. Putusan ini sendiri dinilai sebagai putusan yang janggal.

Diketahui, pada 27 Februari lalu, majelis hakim PN Gresik yang terdiri dari ketua majelis Syaifudin Zuhri, anggota Putu Mahendra dan Aria Dedy memutuskan izin pabrik semen Kendeng sah. Putusan itu sendiri merupakan putusan atas gugatan yang diajukan dua warga, yaitu Pramono Setyo Mustiko dan Agus Sugiharto. Keduanya meminta kepada PN Gresik untuk mengeluarkan penetapan bahwa izin Gubernur Jawa Tengah tentang pabrik semen di Kendeng sah dan legal.

Gugatan itu dilayangkan setelah MA memenangkan gugatan warga Kendeng penentang pabrik semen yang menyatakan izin tersebut tidak sah. Atas putusan PN Gresik tersebut, pihak Tim Advokasi Peduli Lingkungan sudah melaporkan ketiga hakim tersebut ke Komisi Yudisial.

Tim Advokasi menilai, putusan itu janggal. Diantaranya, gugatan perdata itu divonis dalam waktu yang singkat, tidak sampai 2 bulan. "Karena itu kami melapor ke KY agar KY dapat melakukan pemantauan terhadap berlangsungnya upaya hukum PK ke-2 di Mahkamah agung. Selain itu, agar KY segera melakukan investigasi terhadap perilaku hakim PN Gresik yang diduga sarat akan kepentingan," jelas Andi.

Putusan PN Gresik itulah yang kemudian dijadikan dasar oleh PT Semen Indonesia untuk mengajukan PK kedua. Terkait hal ini, Andi Muttaqien mengingatkan, adanya SEMA RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali. Poin 2 (dua) SEMA tersebut menyatakan: "Apabila suatu obyek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang bertentangan satu dengan yang lain baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana dan diantaranya ada yang diajukan permohonan peninjauan kembali agar permohonan peninjauan kembali tersebut diterima dan berkas perkara tetap dikirimkan ke Mahkamah Agung".

"Putusan Peninjauan Kembali yang dimaksud diketahui sebagai Upaya Hukum Luar Biasa dan bukan sebatas Putusan tingkat pertama. Selain itu perlu ditekankan bahwa Perkara yang sedang dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke-2 tersebut merupakan perkara Tata Usaha Negara dan bukan perkara Perdata atau Pidana sebagaimana disyaratkan," terang Andi.

Karena itu, menurut pihak Tim Advokasi, semua praktik yang dirasa sesat tersebut sekiranya harus dihentikan demi tegaknya sistem negara hukum Indonesia. "Kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif perlu ditegakkan demi nyatanya kepastian hukum dan mencegah Indonesia terjerumus dalam rezim hukum yang bobrok," tegas Andi.

Tim Advokasi, pada Kamis (20/4) juga menyerahkan berkas Kontra Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Peninjauan Kembali di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Langkah ini diambil sebagai bentuk Upaya untuk memberikan pandangan hukum bagi Mahkamah Agung yang akan memeriksa setiap upaya PK ke-2 yang dinilai sesat tersebut.

"Sekiranya dua agenda penting hari ini harus diperhatikan dengan seksama oleh KY dan MA demi tegaknya sistem Negara Hukum Indonesia," pungkas Andi.

DIKAJI ULANG - Diketahui sebelumnya, pihak Kantor Staf Kepresiden (KSP), Kajian Strategis Lingkungan Hidup (KLHS), Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Geologi, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo hingga Pemkab Rembang telah bertemu di istana Merdeka, pada Rabu (12/4). Kepala KSP Teten Masduki mengatakan, rapat menerima laporan studi KLHS di Watuputih, Rembang.

KLHS merupakan perintah presiden kepada Menteri LHK dan KSP untuk menguji kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam di Pegunungan Kendeng, khususnya wilayah cekungan air tanah (CAT) Watuputih. Ada 2 tim KLHS. Satu tim di bawah Kementerian Lingkungan Hidup, satu lagi di bawah KSP. Tim pertama terdiri dari pejabat Kementerian LHK dan 15 ahli dari beragam universitas.

Sedangkan tim kedua diketuai mantan Rektor Undip Semarang Sudharto P Hadi dan 11 ahli dari berbagai universitas. "Nah tim KLHS pertama sudah melaporkan soal CAT Watuputih. Dalam 2 bulan ke depan, laporan KLHS untuk wilayah yang lebih luas akan dilaporkan," kata Teten.

Hasil KLHS tahap pertama dijadikan rujukan Kementerian LHK dan Kementerian ESDM untuk meneliti lebih lanjut terhadap fungsi lingkungan CAT Watuputih. "Selanjutnya, Kementerian ESDM akan melakukan studi lagi. Kira-kira antara 6 sampai 12 bulan," jelas Teten.

Teten menyebutkan penambangan di kawasan CAT Watuputih belum dapat dilakukan sampai ada keputusan status watuputih dapat ditambang atau tidak. "Jadi saya kira seperti itu hasil yang perlu kami sampaikan," tutupnya.

Sementara koordinator tim KLHS, Suryo Hadi Wibowo, menyatakan, Watuputih bukan hanya wilayah PT Semen Indonesia, tapi ada 21 pihak pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). "Maka ketika bicara konteks pabrik semen ada atau tidak, maka kita lihat totalitas dampak dari 22 (pemegang IUP) itu. Oleh karena itu, KLHS sebagaimana disampaikan Pak Teten (KSP) merekomendasikan perlu ada lanjutan studi yang lebih dalam Kementerian ESDM," kata Suryo.

Terkait hal ini, Pabrik PT Semen Indonesia sendiri menyatakan akan segera berproduksi. Namun pihak perusahaan akan tetap menghormati hasil rapat di Kantor Staf Presiden (KSP) tersebut. Kegiatan operasional yang bersifat komersial tersebut direncanakan akan dilakukan pada semester I tahun ini.

Direktur Utama PT Semen Indonesia Rizkan Chandra mengatakan, dari hasil rapat tersebut, tinggal masalah penambangan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih. Dengan demikian, hasil tambang yang diolah akan menggunakan hasil di luar tambang Semen Indonesia sembari menunggu hasil akhir kajian untuk CAT Watuputih dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

"Semen Indonesia sudah boleh mulai beroperasi dengan bahan tidak boleh diambil dari penambangan sendiri. Bukan luar Rembang, tapi luar tambang Semen Indonesia," kata Rizkan.

Rizkan menjelaskan, terkait dengan tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), pihaknya mendukung kajian lanjutan yang lebih ilmiah, termasuk batasan fisiografi zona Kendeng, zona Randublatung, dan zona Rembang. Menurutnya, ada isu yang perlu diluruskan, salah satunya pabrik di Rembang berada di zona Rembang, bukan di zona Kendeng, seperti yang selama ini disebut.

"Ini akan kita ikuti lagi. Pemerintah juga ingin melihat aspek kehati-hatian.Tentu kita dukung. Kita berharap bisa dilakukan tidak dalam waktu lama. Sehingga kita bisa cepat melakukan pembangunan dan memberikan manfaat bagi masyarakat," tuturnya. (dtc)

 

BACA JUGA: