JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah terus menuai protes sejumlah warga. Bahkan aksi protes yang menolak ijin eksplorasi dan pendirian pabrik semen milik BUMN itu hingga berujung peristiwa bentrok antara warga dan aparat keamanan.

Ajkibat bentrok itu, menurut Ketua Umum Pimpinan Nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Ferry Widodo puluhan petani laki-laki dan perempuan mengalami luka-luka akibat kekerasan dari aparat keamanan. Menurut Ferry penolakan warga atas pembangunan pabrik semen itu akibat tidak adanya sosialisasi rencana tersebut kepada masyarakat.

Masyarakat tidak pernah tahu dan mendapatkan informasi yang jelas mengenai rencana pendirian pabrik semen dilokasinya.  "Hanya perangkat desa yang dilibatkan dalam sosialisasi dan informasi ini tidak pernah disampaikan kepada masyarakat," kata Ferry kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (17/6).

Disis lain, Ferry mengatakan,  masyarakat juga tidak pernah diperlihatkan mengenai dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Sehingga masyarakat tidak pernah mendapatkan penjelasan mengenai dampak-dampak negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.

Ferry mengatakan dirinya juga menemukan sejumlah fakta dugaan pelanggaran hukum dan kerusakan alam yang ditimbulkan akibat pendirian dan eksplorasi pabrik Semen Indonesia tersebut. Pertama, penggunaan kawasan cekungan air tanah Watuputih sebagai area penambangan batuan kapur untuk bahan baku pabrik semen melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air dan Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi.

Kedua, penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa kawasan yang diijinkan untuk ditebang adalah kawasan hutan KHP Mantingan yang secara administrasi pemerintahan terletak di Desa Kajar dan Desa Pasucen Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah.

Namun fakta di lapangan, Semen Indonesia menebang kawasan hutan Kadiwono kecamatan Bulu seluas kurang lebih 21,13 hektar untuk tapak pabrik. Perlu diketahui dalam Perda No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kab. Rembang Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar.

Ketiga, bukti-bukti lapangan mutakhir ditemukan 109 mata air, 49 gua, dan 4 sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit yang bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding gua, semakin menguatkan keyakinan bahwa kawasan karst Watuputih harus dilindungi. Sedang proses produksi semen berpotensi merusak sumber daya air yang berperan sangat penting bagi kehidupan warga sekitar dan juga warga Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air dari gunung Watuputih.

Keempat, kebutuhan lahan yang sangat luas untuk perusahaan-perusahaan semen akan berdampak pada hilangnya lahan pertanian, sehingga petani dan buruh tani akan kehilangan lapangan pekerjaan. Selain itu, hal ini juga akan menurunkan produktivitas sektor pertanian pada wilayah sekitar, karena dampak buruk yang akan timbul. "Misalnya, matinya sumber mata air, polusi debu, dan terganggunya keseimbangan ekosistem alamiah. Pada ujungnya, semua hal ini akan melemahkan ketahanan pangan daerah dan nasional," kata Ferry.

Untuk itu, Ferry meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup agar melakukan evaluasi terhadap AMDAL Semen Indonesia dan meminta kepada Semen Indonesia untuk menarik semua alat berat yang sedang beroperasi. Dia menegaskan bahwa warga sekitar juga menolak pembangunan apapun yang sifatnya menghilangkan hajat hidup rakyat terkait tanah, air dan segala isinya yang telah menjadi sumber penghidupan rakyat. "Kami mengutuk kekerasan aparat terhadap petani di Rembang Jawa Tengah," kata Ferry.

Menanggapi penolakan warga ini,  Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan dalam pembangunan pabrik semen tersebut perusahaan sudah memenuhi syarat-syarat. Namun jika ada pihak-pihak yang merasa perusahaan sudah melanggar aturan-aturan, perusahaan mempersilahkan pihak-pihak yang berkeberatan atas pembangunan tersebut untuk membawa masalah tersebut ke pengadilan.

Agung menjamin perusahaan akan memenuhi peraturan yang berlaku. Apapun keputusan yang diputuskan oleh pengadilan, perusahaan akan menghormati proses hukum. Misalnya Semen Indonesia dilarang untuk membangun pabrik tersebut maka perusahaan akan memenuhi putusan hukum tersebut. "Kalau ada pihak yang meragukan. Ya diajukan saja ke hukum. Siapapun yang benar kami hormati. Kami taat kepada hukum. Kami siap kalau putusan hukum untuk memberhentikan pembangunan pabrik," kata Agung kepada Gresnews.com.

Agung mengatakan memang ada beberapa pihak yang menuding perusahaan tidak memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Disatu sisi banyak juga pihak yang menilai pembangunan tersebut ada intimidasi-intimidasi. Untuk itu Agung menegaskan jika ada salah satu karyawan atau petugas dari perusahaan yang melakukan intimidasi agar segera dilaporkan kepada perusahaan. Perusahaan akan bertindak tegas dengan memecat dan membawa ke pengadilan karena intimidasi merupakan perkara pidana.

Ia menambahkan jika para pihak mempermasalahkan pembebasan tanah, menurutnya hal tersebut memiliki permasalahan kompleks bahkan timbul adanya kekerasan. Namun Agung menegaskan bahwa perusahaan tidak mengetahui sama sekali adanya kekerasan yang terjadi di lapangan. Agung mengklaim bahwa pembangunan pabrik semen itu telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

"Kalau ada intimidasi, laporkan kepada polisi biar diusut. Kalau ada yang melibatkan pegawai kami, kami siap pecat. Tidak hanya dipecat, silahkan pengadilan yang mengadili orang yang melakukan intimidasi," kata Agung.

BACA JUGA: