JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hafisz Thohir menilai, program amnesti pajak (tax amnesty) yang dilaksanakan pemerintah belum sepenuhnya berhasil. Dari sisi jumlah tebusan pajak dan deklarasi harta, kata Hafisz, Indonesia memang terbilang sukses. Namun, dalam soal repatriasi atau dana yang kembali ke Indonesia dari luar negeri, justru masih jauh dari harapan.

"Justru repatriasi inilah yang kita tunggu-tunggu, tetapi tidak menjadi kenyataan," kata Hafisz kepada gresnews.com, Senin (5/12).

Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, secara keseluruhan sukses tax amnesty bisa redup gara-gara gagalnya target repatriasi tersebut. Meskipun berjalan cukup sukses dalam hal deklarasi dan tebusan pajak, tetapi bukan berarti membuat target penerimaan negara dari pajak sukses.

"Tidak..! malah target penerimaan Pajak 2016 sampai saat ini masih jauh dari target. Memang jumlah WP (Wajib Pajak) bertambah, tapi setoran pajak belum target," jelasnya.

Menurutnya, WP yang bertambah adalah WP kecil, sedangkan WP besar tidak bertambah, bahkan setoran pajak dari WP besar malah menurun, dikarenakan sejumlah usaha dan industri sedang mendapat tekanan, baik dalam negeri maupun global. "Mungkin prediksi Menko itu untuk target pajak tahun berikut (2017) nanti, memang bisa ada kemungkinan akan bertambah," paparnya.

Dia menambahkan, target repatriasi yang dicanangkan pemerintah sebesar Rp1.000 triliun, sedangkan yang tercapai baru Rp138 triliun per 30 september 2016.

Terkait masalah ini, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, sukses tax amnesty terlalu dibesar-besarkan pemerintah. Pasalnya, jika tercapai, tentunya tidak akan ada pemotongan anggaran kementerian/lembaga seperti yang terjadi belakangan ini.

"Kalau TA (tax amnesty-red) berhasil, seharusnya tidak ada atau nol amputasi anggaran atas setiap Kementerian. Kalau, pemerintah hampir bangkrut karena ada penurunan perpajakan iya juga sih," kata Uchok kepada gresnews.com, Senin (5/12).

Namun dia tidak membantah, bahwa kebangkrutan negara, bisa ditolong atau dihindari melalui kesuksesan tax amnesty. "Ada benar juga sih. Selain itu, tujuan TA adalah ´mengambil´ harta orang kaya di luar negeri agar bisa dibawah atau tercatat di ditjen pajak, ini kurang berhasil," jelasnya .

Menurutnya, jika sampai gagal, alih-alih menyelamatkan anggaran, TA hanya akan menyelamatkan orang-orang kaya yang punya utang pajak, dan ikut TA agar ringan  pembayarannya kepada negara. "Karena hanya melunasi utang pokok pajak, akan dihapus sanksi di SKP, dibebaskan dari pengenaan sanksi bunga penagihan, tapi penerimaan negara jadi buntung atau minim," tegasnya.

REPATRIASI MASIH KECIL - Terkait repatriasi, Presiden Joko Widodo sendiri mengakui, danayang berhasil dijaring dari program pengampunan pajak atau tax amnesty masih sangat kecil. Berdasarkan perhitungan Jokowi, dana repatriasi yang diraih baru mencapai Rp143 triliun. Ini, tidak sebanding dengan besarnya uang milik masyarakat yang disimpan di luar negeri yang besarnya mencapai Rp11.000 triliun.

"Uangnya menurut saya masih kecil-kecil. Yang repatriasi baru Rp143 triliun. Kecil banget. Sangat kecil," kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada Sosialisasi Tax Amnesty Periode Kedua, di Platinum Hotel, Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), Senin (2/12).

Jokowi menjelaskan ada Rp11.000 triliun uang milik WNI yang disimpan di luar negeri. Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setahun kurang lebih Rp2.000 triliun. Namun, untuk menarik uang itu ke dalam negeri, menurut Jokowi, diperlukan syarat-syarat agar yang memiliki uang juga merasa nyaman membawa uangnya masuk ke Indonesia.

Meski demikian, Presiden Jokowi menegaskan, program pengampunan pajak periode pertama merupakan yang terbaik dari amnesti pajak yang dilakukan di seluruh dunia. "Ini baru periode pertama saja sudah 30,88% dari PDB, 30,88%. Ini adalah angka yang besar. Dan Alhamdulillah berdasarkan tebusan, angkanya hampir mendekati Rp100 triliun, sudah Rp99,2 triliun. Angka yang juga sangat besar sekali," ungkap Presiden.

Besarnya angka tebusan yang dibayar wajib pajak itu, menurut Presiden Jokowi, menunjukkan dunia usaha percaya pada pemerintah. Tapi ia mengingatkan, bahwa masih kurang angka seperti itu. "Buat saya masih kurang. Masih ada duit, masih ada uang yang gede sekali di luar," ujarnya.

Presiden Jokowi mengingatkan, pada 2020 nanti akan ada keterbukaan informasi antar negara, keterbukaan pertukaran informasi antar negara. Sehingga yang memiliki uang di Swiss berapa triliun, semuanya jadi lebih mudah dilacak untuk keperluan pajak.

"Ibu punya uang ditaruh di Singapura kita juga ngerti, meskipun sekarang tidak tahu. Nanti akan terbuka, 2018 nanti semua negara sudah tanda tangan untuk blak-blakan semua," kata Presiden mengingatkan.

Untuk itu, Presiden Jokowi mengingatkan, sekarang ini saatnya untuk untuk terbuka. Ia menyebutkan, ada amnesti pajak yang bayar tebusannya sangat kurang sekali. "Yang periode kedua hanya 3% (tebusannya). Kalau negara lain (tebusan) pengampunan pajaknya 25-30%. Nggak ada yang kayak kita ini (hanya 3%)," ujarnya.


LUHUT OPTIMISTIS - Sementara itu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan optimistis, penerimaan pajak di Indonesia akan naik menjadi Rp700 triliun, karena dibantu dengan suksesnya program tax amnesty. Luhut mengatakan, program amnesti pajak yang dilakukan pemerintah Indonesia merupakan yang tersukses sepanjang sejarah, sebab dengan adanya tax amnesty jumlah wajib pajak di Indonesia semakin bertambah.

"Jadi tax amnesty belum pernah ada yang sampai sukses seperti saat ini. Maka untungnya adalah kita jadi number tax payer jadi banyak yang kita tahu," kata Luhut di Gedung MNC News Center, Jakarta, Senin (5/12).

Bahkan, kata Luhut, pemerintah dapat mendeteksi orang-orang kaya di Indonesia yang sebelumnya tidak bisa terdeteksi. Maka pembayar pajak di Indonesia yang sebelumnya hanya satu juta orang kini semakin bertambah. "Jadi ada penambahan, belum lagi kita kena yang besar-besar, seperti CEO yang belum ikut tax amnesty," jelasnya.

Menurutnya, rasio pajak di Indonesia masih minim dibanding dengan negara lain, atau negara anggota ASEAN lainnya. Pasalnya rasio pajak di Indonesia hanya 10,9 persen sedangkan ASEAN rata-rata sudah mencapai sekitar 13 persen hingga 15 persen.

Dia menegaskan, dengan adanya tax amnesty, maka membuat rasio pajak di dalam negeri dapat meningkat menjadi 13 sampai 14 persen, sehingga penerimaan pajak akan semakin meningkat. "Untuk saat ini saja Rp1.300 triliun, maka akan ada tambahan Rp700 triliun,kita harap dua sampai tiga tahun dapat Rp2 ribu triliun," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: