JAKARTA, GRESNEWS.COM - Program pemerintah untuk mengendalikan penggunaan kantong plastik lewat program kantong plastik berbayar ternyata hanya berumur pendek. Pasalnya sejak tanggal 1 Oktober kemarin, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memutuskan untuk menghentikan program tersebut di semua toko ritel di Indonesia.

Untuk diketahui, kebijakan kantong plastik berbayar diberlakukan sejak 21 Februari lalu bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional. Ketentuan mengenai kantong plastik berbayar ini diatur dalam Surat Edaran Kementerian LHK cq Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3: S.1230/PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar.

Dengan dihentikannya program ini, maka sejak 1 Oktober kemarin, semua pembeli di toko-toko ritel tak perlu lagi membayar harga kantong plasti sebesar Rp200 per kantong. Ketua umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, alasan dihentikannya program kantong plastik berbayar adalah karena banyak terjadi pro-kontra di berbagai daerah.

Program itu sendiri akan dihentikan hingga diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkundan Hidup dan Kehutanan yang berkekuatan hukum. "Tujuan diterapkannya program kantong plastik tidak gratis ialah untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah penggunaan kantong plastik di tanah air," kata Roy.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi KLHK program ini sebenarnya sudah membawa hasil positif. Misalnya, terjadinya penurunan penggunaan kantong plastik sebesar 25-30 persen selama masa uji coba tiga bulan pertama. Dari hasil monitoring itu juga diketahui sekitar 87,2 persen masyarakat menyatakan dukungannya dan 91,6 persen bersedia membawa kantong belanja sendiri dari rumah.

Sayangnya, di tengah perjalanan, uji coba program tersebut menuai pro-kontra di berbagai kalangan masyarakat, sementara Permen LHK belum diterbitkan. Peritel modern menerima kritikan dari masyarakat yang berujung pada ancaman tuntutan secara hukum, karena dianggap memungut biaya tanpa berdasarkan peraturan hukum yang kuat.

Bahkan, seorang konsumen mengajukan gugatan atas Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup Nomor S.1230/ PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong plastik berbayar ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan telah dilayangkan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/4). Surat edaran tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata.

Dalam pasal yang dimaksud, negara menjamin kewajiban sang penjual untuk menyerahkan kebendaan tiap pembeli. Kantong plastik itu pun dianggap bagian yang tidak terpisahkan dari kewajiban penjual. Selain itu, surat edaran kantong plastik berbayar juga dinilai bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Hal ini karena barang yang mencemari lingkungan seharusnya tidak boleh diperjualbelikan, termasuk kantong plastik.

Terkait sikap Aprindo menghentikan program plastik berbayar ini, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Novrizal Tahar menyayangkannya. Pasalnya edaran untuk ujicoba plastik di seluruh Indonesia sudah ditetapkan berlaku hinggatanggal 31 Desember 2016.

Dia mengaku, saat ini KLHK sedang menyiapkan regulasi yang sifatnya permanen. "Ya mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah selesai," kata Novrizal kepada gresnews.com, Rabu (5/10).

Terkait Aprindo yang tidak melanjutkan program kantong plastik berbayar, pihaknya akan mempertanyakan keputusan tersebut ke Aprindo. "Kalau terkait Aprindo, tentu kita akan dengar, kenapa hal tersebut dilakukan," ujarnya. Bahkan, KLHK telah mendorong regulasi daerah terkait hal ini. "Misalnya seperti di Kota Banjarmasin salah satunya," jelasnya.

HARUS DILANJUTKAN - Tak hanya KLHK, para pegiat lingkungan hidup pun menyayangkan langkah yang diambil Aprindo. Juru Kampanye Laut Greenpace Indonesia Arifsyah Nasution mengatakan, jika memang Aprindo punya niat yang baik dan sungguh untuk mengendalikan pencemaran sampah kantong plastik di lautan, maka kebijakan tersebut harus dilanjutkan.

Kebiajakan kantong plastik berbayar menurutnya, perlu berlanjut sebagai solusi agar konsumen semakin sadar mengurangi konsumsi plastik. "Upaya pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai dapat dilakukan. Ini lompatan mundur, sangat disayangkan di lingkungan dan lautan," kata Arifsyah kepada gresnews.com, Rabu (5/10).

Dia menilai, KLHK lamban dalam menjalankan amanah UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang seharusnya mendorong tanggung jawab produsen termasuk dalam hal ini peritel mendukung penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan juga implementasi EPR (extended producers responsibility). "KLHK perlu mengakselerasi amanah UU 18/2008, segera dilaksanakan secara utuh," jelasnya.

Sementara itu, staf peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Nataliya Kurniawati mengatakan, upaya mengubah perilaku konsumen untuk mengurangi konsumsi plastik itu sangat sulit. Namun program plastik berbayar mulai mampu mengubah perilaku itu.

"Sekarang sudah cukup banyak dampak positif dimana konsumen mulai mengurangi konsumsi kantong plastik," kata Nataliya kepada gresnews.com, Rabu (5/10).

Namun, dia menyayangkan ternyata ritel tidak memiliki concern terhadap lingkungan. "Terlihat bahwa ritel hanya ikut-ikutan gertak sambal saja dengan kebijakan ini," ujarnya.

Menurutnya, jika ritel peduli perilaku konsumen hijau dan peduli pada bisnis yang ramah lingkungan. " Ada ataupun tidak adanya kebijakan kantong plastik berbayar mereka sudah gencar membuat kebijakan sendiri untuk pengurangan sampah, khususnya konsumsi kantong plastik," ujarnya.

Disini juga YLKI menilai pemerintah (KLHK) sangat lamban dalam menanggapi polemik di lapangan, lamban dalam proses pembuatan regulasi. "Masyarakat tentunya dalam hal ini merasa dipermainkan dengan kebijakan karena belum mendapat sosialisasi dan edukasi yang cukup dari pembuat kebijakan," tegasnya.

BACA JUGA: