JAKARTA, GRESNEWS.COM - Program diet plastik  dengan kantong plastik berbayar yang sedang diuji coba pemerintah dianggap sebagai langkah yang tidak progresif untuk mengurangi penggunaan plastik di Indonesia. Sebab, plastik masih bisa diakses dan hanya dikenakan biaya yang sangat murah.

Kebijakan hemat plastik pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini mulai diberlakukan sejak 21 Februari 2016 atau bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional. Konsumen diwajibkan membayar Rp200 untuk setiap kantong plastik yang diminta ketika berbelanja.

"Sekalian saja dilarang penggunaan kantong plastik sekali pakai," ujar Yuyun Indrani dari Greenpeace kepada gresnews.com, Rabu, (2/3).

Menurutnya plastik bukan hanya bermasalah saat sudah menjadi limbah. Proses penguraian plastik yang memakan waktu lama sudah pasti mencemari lingkungan. Bahan baku plastik sudah diketahui mempergunakan minyak bumi yang notabene adalah energi yang tak terbarukan.

Selain itu proses produksi plastik juga mengandung permasalahan, walaupun beberapa plastik mempergunakan bahan yang ramah lingkungan dan mudah terurai (oxo biodegradable) akan tetapi tetap menggunakan bahan kimia berbahaya sebagai campuran. Bahan-bahan ini  dikhawatirkan terlepas saat dipergunakan.

Untuk diketahui, setiap tahunnya produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon. Sekitar satu juta kantong plastik di pergunakan setiap menitnya,  50 persennya di dominasi oleh plastik sekali pakai. Dan hanya lima persen dari angka tersebut yang di daur ulang.

Menurut Yuyun, program diet kantong plastik ini patut diapresiasi, akan tetapi harga Rp 200 dipandang tidak dapat mengubah perilaku penggunaan kantong plastik. Pelarangan penggunaan kantong plastik adalah cara yang paling efektif untuk menjawab permasalahan. "Bukan lewat pembatasan dengan harga yang sangat murah," ujarnya.

Indonesia masuk dalam daftar penyumbang sampah plastik terbesar di laut. Empat negara lainnya yang menyumbang sampah terbanyak di laut merupakan negara berkembang, hal ini merupakan dampak dari perkembangan ekonomi. Di Indonesia sendiri, konsumsi kantong plastik tergolong tinggi, yaitu 9,8 miliar bungkus plastik per tahunnya.
PLASTIK DIHILANGKAN SAJA - Di lain pihak Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung serta mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. "Kita sangat mendukung gagasan ini," ungkap Husna Zahir kepada gresnews.com, Rabu (2/2).

Husna merasa selama ini pencemaran kantong plastik sudah dinilai berlebihan. Sehingga pengenaan harga pada kantong plastik merupakan salah atau cara meminimalisir sampah, utamanya plastik. Apalagi, sebagai salah satu konsumen plastik terbesar di dunia seharusnya masyarakat Indonesia paham betul tanggung jawab untuk menjaga bumi.

"Lingkungan  yang baik itu tanggung jawab kita untuk menjaganya," kata Husna.

Terkait harga yang dianggap merugikan konsumen lantaran konsumen harus membayar untuk mendapatkan plastik. Ia mengatakan idealnya penggunaan kantong plastik ditiadakan sama sekali.

"Mungkin membayar, dianggap masyarakat menjadi kerugian mereka dan menguntungkan retail. Jadi baiknya dihilangkan sekalian saja," kata dia. 

PENEKANAN KE DAERAH - Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah dan Bahan Beracun Kementerian LHK Tuti Hendrawati kebijakan kantong plastik berbayar ini sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. "Program kantong plastik berbayar ini bisa menjadi langkah konkret pemerintah untuk mengurangi munculnya sampah kantong plastik," kata Tuti dalam dialog ´Selamatkan Bumi dari Plastik´ di Kementerian LHK, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (9/2) lalu.

Penerapan kebijakan ini juga telah melalui pembahasan dengan pihak terkait seperti Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Pembahasan terkait besaran harga yang pantas untuk diterapkan. Belakangan ditetapkan besaran biaya untuk kantong berbayar ini sebesar Rp200 dari usulan awal sebesar Rp500 perkantong.

Sementara itu Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian LHK, Sudirman menambahkan, bahwa dalam persoalan ini diperlukan komitmen pemerintah daerah terkait untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. "Mestinya, pengawasan penggunaan sampah di tingkat kota, kabupaten sampai provinsi tak boleh longgar dari pemerintah pusat," katanya.

Sebab penerapan kantong plastik berbayar ini sudah diberlakukan sejumlah negara Asia, Eropa, serta Amerika. Bahkan Tiongkok yang diketahui merupakan negara tertinggi dalam pembuangan sampah ke laut sudah menerapkan kebijakan ini. Begitupun Bangladesh, Malaysia, serta Hongkong yang sudah sama-sama memberlakukan program ini.  (Dimas Nurzaman/dtc)

BACA JUGA: