JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masa depan program pengampunan pajak alias tax amnesty yang bakal terus berlangsung hingga tahun depan terancam suram. Target penerimaan baik dari uang tebusan lewat deklarasi harta maupun dana repatriasi masih belum memenuhi harapan. Pihak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pun  menegaskan tekad untuk bekerja keras demi mencapai target penerimaan negara dari program tersebut.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, dia siap mundur dari jabatannya bila tidak mencapai target. Dia mengaku pasrah apapun hukuman yang akan diberikan apabila program tax amnesty ini gagal. "Ya saya hanya berusaha, kalau tidak tercapai, siap menerima sanksi dari atasan saya Menkeu Sri Mulyani. Diminta mundur juga sudah tidak apa-apa," kata Ken dalam konferensi pers, di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (6/9).

Ken mengaku telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendatangkan wajib pajak (WP) besar sebanyak-banyaknya. "Untuk minggu ini ada ratusan pengusaha besar yang ikut pengampunan pajak, ya baru bertahap, nantinya, tapi Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) menyebutkan dana repatriasi bisa mencapai Rp1.000 triliun," ujarnya.

Dia melihat, para pengusaha besar mau ikut tax amnesty seperti yang dilakukan pengusaha kakap Sofyan Wanandi dan James Riyadi (Lippo Group) yang belum lama ini mendeklarasikan hartanya. "Maka mereka pasti mau WP besar ikut tax amnesty, karena mereka minta dibuatkan aturan Special Purpose Vehicle (SPV), PMK (peraturan menteri keuangan-red) soal SPV tersebut," tegasnya.

Ken mengatakan, hingga Selasa (6/9), uang tebusan dari hasil deklarasi harta baru mencapai Rp4,79 triliun atau 2,9% dari target sebesar Rp165 triliun. Jumlah uang tebusan tersebut berasal dari deklarasi sekaligus repatriasi harta sebesar Rp224,3 triliun dari 31.724 surat pernyataan yang masuk ke Direktorat Jenderal Pajak.

Dari jumlah itu, deklarasi dalam negeri mencapai Rp176 triliun dan deklarasi luar negeri mencapai Rp35,7 triliun. Sementara itu, untuk dana repatriasi, per tanggal yang sama, baru masuk sebesar Rp13,1 triliun dari target penerimaan Rp1.000 triliun.

Ken mengatakan, untuk dana repatriasi, paling banyak didominasi oleh kas dan setara 36,25%, diikuti investasi dan surat berharga 26,80% serta tanah bangunan, ditambah harta tak bergerak lainnya sebesar 16,34%. Dari jumlah total dana repatriasi yang sudah diterima, yang terbanyak adalah berasal dari Singapura yaitu mencapai Rp6 triliun. Sisanya berasal dari Australia, Swiss, Amerika Serikat (AS), dan Inggris.

Sementara untuk dana deklarasi kebanyakan berasal dari wajib pajak orang pribadi yaitu mencapai Rp196,28 triliun yang meliputi WP orang pribadi di Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) sebesar Rp30,13  triliun dan WP orang pribadi bukan UMKM sebesar Rp166,15 triliun. Sementara untuk WP badan hanya Rp27,61 triliun.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Ja​sa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan, OJK akan terus mendukung upaya keras pemerintah untuk mendorong lebih banyak lagi wajib pajak ikut serta dalam program tax amnesty. OJK, kata Muliaman, juga mendukung setiap usaha yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat untuk ikut mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan program pengampunan pajak, dalam mendorong percepatan pembangunan nasional.

"Saya sangat bersyukur karena komunitas di pasar modal yang dimotori oleh Asosiasi Eminten Indonesia, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia dan PT Bursa Efek Indonesia ikut berpartisipasi mendukung pelaksanaan program pengampunan pajak," kata Muliaman di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/9).

Muliaman mengaku, OJK optimistis program tax amnesty akan mencapai target. Dia menilai, keberhasilan tax amnesty akan sangat penting untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Dapat kita lihat pemerintah terus gencar membangun sarana inrastruktur pendukung misalnya pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, jalur kereta api, dan bandara. Semuanya tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit," kata Muliaman.

Bila keseluruhan pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut mengandalkan APBN, tidak akan mencukupi. "Pasalnya APBN yang tersedia dalam lima tahun diperkirakan hanya Rp1.500 triliun sedangkan kebutuhan pembangunan diperkirakan lebih dari Rp5.000 triliun," ujarnya.

TARGET TERLALU TAK RASIONAL - Di tempat terpisah, peneliti Institute for Development of Ekonomic and Finance (INDEF) Muhammad Reza Hafiz mengatakan, persoalan terkait tax amnesty hampir sama dengan masalah proyeksi penerimaan pajak yang seringkali overestimate. Pemerintah sejak awal dinilai pasang target dengan basis proyeksi yang terlalu optimistis.

"Saya masih ingat, proyeksi Bank Indonesia (BI) itu untuk repatriasi saja hanya Rp560 triliun, kurang lebih setengah dari target Rp1.000 triliun yang digaungkan pemerintah. Sementara itu, target tebusan pajaknya hanya Rp53,4 trilun, namun Direktorat Jenderal Pajak mematok Rp165 triliun untuk program pengampunan pajak," kata Reza kepada gresnews.com, Selasa (6/9).

Reza menilai, pemerintah terkesan memaksakan untuk mengejar target penerimaan dana dari program pengampunan pajak ini. "Sulit untuk berkata tidak, memang jika target yang diharapkan pemerintah bukanlah berasal dari research policy yang valid dan terkesan dipaksakan," tegasnya.

Dia menyebutkan, akhirnya dari yang ditarget orang super kaya lewat skema repatriasi sampai sekarang masih minim kontribusi. Padahal akhir September 2016 batas tarifnya merupakan yang terendah yaitu 2%.

Menurut Reza, itu artinya imbauan dan "ancaman" Presiden Joko Widodo pada setiap sosialisasi tax amnesty untuk para WP kakap itu belum ditanggapi dengan serius oleh mereka. "Malahan rakyat di bawah yang menjadi pusing karena diterpa isu teror TA. Ini menunjukkan persiapan pemerintah, termasuk sosialisasi dan aturan teknis, belum optimal sehingga informasi di masyarakat menjadi asimetris," ungkap Reza.

Terkait target penerimaan pajak sendiri, Wakil Presiden Jusuf Kalla memang mengakui terlalu tinggi. "Yang berlebihan ialah targetnya, yang berdasarkan data-data yang bagi kita juga tidak jelas. Yang keliru bukan tax amnesty, yang keliru penempatan target yang terlalu tinggi," kata Jusuf Kalla, Jumat (2/9).

Meski begitu, JK mengaku tetap optimistis penerimaan negara dari kebijakan pengampunan pajak akan meningkat seiring berjalannya waktu. "Masih ada waktu sampai Maret (2017) setidaknya. Walaupun, memang sebagian besar pasti diperkirakan akan direalisasi pada bulan ini, September ini. Kita tunggulah bulan ini," ujarnya. (dtc)

BACA JUGA: