JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembentukan perusahaan induk (holding) BUMN disambut optimistis oleh para pimpinan perusahaan pelat merah. Setelah holding BUMN energi yang rencananya bakal terbentuk pada Juli mendatang, pemerintah juga akan membentuk holding BUMN lainnya yaitu di sektor pertambangan dan infrastruktur. Holding BUMN pertambangan rencananya akan terbentuk pada akhir 2016.

Pembentukan holding BUMN pertambangan ini dilakukan selain untuk efisiensi juga dalam rangka memperkuat permodalan, apalagi di tengah lesunya harga komoditas pertambangan. Dengan permodalan yang kuat, diharapkan BUMN pertambangan akan berjaya. Nah di tengah upaya ini juga muncul optimisme dengan adanya holding BUMN pertambangan, saham-saham asing di sektor pertambangan juga bisa diambil alih oleh perusahaan milik negara.

Optimisme itu salah satunya disampaikan oleh Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk Tedy Badrujaman. Tedy menjelaskan, dengan adanya holding BUMN pertambangan, secara pendanaan tentu menjadi lebih besar untuk melakukan pembelian saham-saham perusahaan asing.

Dia mencontohkan salah satu bentuk awal pembentukan holding yaitu melalui kerjasama dengan PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) untuk membangun smelter. Gabungan kedua BUMN tambang ini kemudian bekerjasama untuk membeli saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen atau sebesar US$1,7 miliar (Rp22,4 triliun).

Selain membeli saham Freeport Indonesia, ternyata holding BUMN pertambangan juga tertarik untuk membeli saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Menurutnya, ketertarikan mengambil saham-saham perusahaan tambang asing dikarenakan memiliki kesamaan lini bisnis di sektor pertambangan. "(Dengan) adanya holding, kapasitas meminjam menjadi lebih besar," kata Tedy, di Jakarta, Kamis (15/4).

Tedy menegaskan, Antam sangat berminat membeli saham Newmont Nusa Tenggara. Sementara itu untuk Freeport Indonesia, kini tengah dalam proses. "Saham-saham asing yang related business core BUMN tambang bisa diambil," kata Tedy.

Selain membeli saham asing, kata Tedy, holding BUMN pertambangan juga memperkuat permodalan untuk membangun smelter. "Kayak pembangunan di pabrik SGAR (Smelter Grade Alumina Refinery) kan Antam perlu modal banyak, dengan holding kan induknya bisa carikan modal, nggak hanya ke Antam tapi juga keseluruhan. Jadi kapasitas pinjam lebih besar," jelasnya.

Optimisme serupa juga diapungkan oleh Direktur Utama PT Inalum (Persero) Winardi. Dia mengaku, dengan pembentukan holding, BUMN pertambangan dapat menjadi kuat, besar dan memiliki daya saing tinggi. "Tentunya tantangan holding BUMN pertambangan ke depan adalah mencari cara untuk mengelola potensi cadangan yang ada dengan maksimal, sehingga bisa tercipta pengelolaan yang baik dan efisiensi biaya," ujarnya.

Dia menuturkan, dengan pembentukan holding BUMN tambang dapat menciptakan efisiensi biaya sekitar 10 persen hingga 20 persen. "Bukan hanya efisiensi, tetapi masing-masing perusahaan tambang yang tergabung di dalam holding BUMN pertambangan juga bisa dikembangkan," tegasnya.

Dia mencontohkan seperti perusahaan BUMN yang bergerak di bidang eksplorasi batubara, perusahaan tersebut akan fokus untuk meningkatkan sektor batubara. Artinya, perusahaan milik negara yang mengeksplorasi batubara hanya satu dan menggarap sektor batubara yang sudah dikerjakan perusahaan lain. "Ini kan tujuannya agar holding BUMN menjadi kuat dan besar," kata Winardi.

Pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno membenarkan adanya langkah BUMN megambil saham pertambangan asing lewat holding BUMN. Dia mengatakan, Kementerian BUMN akan membentuk konsorsium untuk mengambil saham Freeport sebagai wujud kesiapan dan minatnya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

Hanya saja, menurutnya, besaran saham Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen dengan harga US$1,7 miliar (Rp22,4 triliun) masih dirasa kemahalan. Maka dari itu, Kementerian BUMN sedang berkoordinasi dengan pemerintah untuk menunggu kepastian dalam pembelian saham Freeport Indonesia. Kementerian BUMN masih menunggu kepastian dari pemerintah, dalam hal ini yang diwakili oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Jika mengacu pada PP Nomor 77 Tahun 2014, pemerintah diberikan waktu 60 hari untuk memutuskan apakah akan membeli saham Freeport Indonesia atau tidak. Jika pemerintah tidak mampu untuk membeli saham tersebut maka penawaran saham Freeport Indonesia akan diserahkan kepada pemerintah daerah dan kemudian ditawarkan kepada perusahaan BUMN. "Yang memutuskan adalah pemerintah setelah penawaran dari Freeport," kata Fajar.

HOLDING BUMN TOL - Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga menyebut holding perusahaan pelat merah di bidang jalan tol bakal segera terbentuk. Pembentukan holding BUMN tol sejalan dengan pembentukan holding di bidang pertambangan, keuangan dan energi.

Holding ini nantinya terdiri dari beberapa gabungan BUMN dan anak usaha BUMN yang telah berkecimpung dalam pengembangan dan pengelolaan jalan tol. "Jadi Hutama Karya, Waskita Karya, sama Jasa Marga," kata Rini usai acara HUT ke-18 Kementerian BUMN di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).

Dengan pembentukan holding ini, jumlah jalan tol yang dibangun dan dikelola bisa bertambah. Saat ini, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) baru mengelola sekitar 700 km jalan tol. Pasca pembentukan holding, panjang jalan tol yang dikelola bisa 1.290 km hingga 2 tahun ke depan. "Kita membangun 1.290 km yang tadinya di ultah Jasa Marga ke-38, cuma ada 700 km. Makanya dalam dua tahun bisa nambah, kan hebat," katanya.

Rencana ini juga disambut antusias para pimpinan BUMN di sektor tersebut. Direktur Utama PT Waskita Karya Tbk, M Choliq, mengatakan, pihaknya sangat terbuka jika anak usaha yang bergerak di pengelolaan jalan tol, PT Waskita Toll Road, digabung dengan pengelola jalan tol lain dalam satu induk usaha.

"Itu keputusan pemilik bukan keputusan direksi, sudah policy-nya pemilik, bukan pengelola. Mau digabung mau dipisah itu (keputusan) pemilik," kata Choliq ditemui di Kementerian BUMN, Rabu (13/4).

Menurutnya, meski nanti pihaknya kehilangan kendali atas anak usahanya, pembentukan holding malah akan membuat perusahaan semakin memiliki kekuatan memperbesar akses pendanaan. "Misalnya saya punya perusahaan 5 bisa digabung, ditambah dengan anak tak apa, tujuannya pasti baik. Kan salah satunya membuat kekuatan yang jauh lebih besar, sehingga bisa diciptakan dana lebih besar untuk pembangunan yang lebih besar," ujar Choliq.

Waskita saat ini telah mengakuisisi pengelolaan jalan tol yakni PT Semesta Marga Raya, pengelola Jalan Tol Kanci-Pejagan; PT Pemalang Batang Toll Road, pengelola jalan tol Pemalang-Batang; serta PT Trans Jawa Paspro Jalan Tol,  pengelola jalan Tol Pasuruan-Probolinggo. Selain itu, masih ada jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) yang juga akan diakuisisi perusahaan.

SINERGI ANTAR BUMN - Terkait pembentukan holding BUMN, khususnya di bidang energi, Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan optimismenya bahwa rencana ini akan dapat membangun sinergi antar BUMN energi. Contohnya adalah PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang sama-sama bergerak di bidang usaha hilir gas bumi.

"Yang sangat diharapkan adalah dari holding itu masalah kompetisi antar BUMN itu bisa selesai. Mudah-mudahan urusan PGN dan Pertagas itu bisa selesai," kata Sudirman, Kamis (14/4).

Sudirman menegaskan, holding dapat membuat BUMN energi semakin kuat dan besar. Tentu negara akan sangat diuntungkan bila BUMN lebih ramping dan punya kapabilitas yang lebih besar.

"Itu sudah dibicarakan di rapat terbatas kabinet dua minggu lalu. Saya kira manfaatnya holding bisa menarik resources seperti modal, marketing, banyak hal yang bisa dilakukan bersama. Jadi kita menyambut baik pembentukan holding," paparnya.

Dia menambahkan, PGN tidak akan terkungkung meski menjadi anak usaha Pertamina, ruang geraknya untuk menggenjot pembangunan infrastruktur gas bumi tidak akan dipersempit. "Kan ada holding, lalu unit-unit usaha. Unit usaha punya kebebasan bergerak juga. Yang mau dibuat adalah investment holding di mana anak-anak usahanya bisa bergerak sebagaimana BUMN sekarang," tukas dia.

Selain itu, tidak akan jadi masalah bila PGN menjadi anak usaha Pertamina walaupun PGN sudah go public dan 43% sahamnya dimiliki publik. "Itu sih corporate structure, bisa diatur lah. Kan bagaimana pun pemegang saham mayoritas punya kewenangan. Semuanya dikembalikan kepada RUPS, nanti dibicarakan di masing-masing RUPS," ucap Sudirman.

Penggabungan Pertamina dan PGN tentu juga akan menimbulkan monopoli di bisnis hilir gas bumi. Namun, menurut Sudirman, itu juga tidak akan jadi masalah karena pemerintah akan membatasi margin keuntungan yang boleh diambil, seperti halnya tarif listrik PLN. "Monopoli itu baik-baik saja asal ada regulasi, marginnya diatur, seperti PLN. Jadi nggak masalah," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: