JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akan menunjuk PT Indonesia Asahan Alumunium/Inalum(Persero) menjadi induk dari holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertambangan. Inalum akan mengkoordinasikan BUMN-BUMN lain di bidang pertambangan seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk, untuk mengelola bisnis tambang skala besar.

Pembentukan holding perusahaan BUMN tambang itu dinilai sangat diperlukan di tengah kondisi pelemahan eksport komoditas, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Sebab pembentukan holding diharapkan dapat menciptakan efisiensi biaya perusahaan.

Direktur Utama PT Inalum (Persero) Winardi mengungkapkan laba perusahaannya akhir-akhir ini  mengalami penurunan pendapatan karena harga komoditas terjun bebas. Sehingga kinerja keuangan hanya mampu meraup laba sekitar US$79 juta. Menurutnya dengan adanya pembentukan holding tentu dapat menjadi kuat, besar dan berdaya saing tinggi.

"Tentunya tantangan holding BUMN pertambangan ke depan adalah mencari cara untuk mengelola potensi cadangan yang ada dengan maksimal. Sehingga bisa tercipta pengelolaan yang baik dan efisiensi biaya," ujarnya.

Dia menuturkan dengan pembentukan holding BUMN tambang akan menjadikan efisiensi biaya antara 10 persen sampai dengan 20 persen. Bukan hanya efisiensi, tetapi masing-masing perusahaan tambang yang tergabung di dalam holding BUMN Pertambangan itu juga bisa dikembangkan.

Dia mencontohkan seperti perusahaan BUMN yang bergerak di bidang eksplorasi batu bara. Perusahaan tersebut akan fokus untuk meningkatkan eksplorasi sektor batu bara. Sedangkan perusahaan BUMN lain yang juga menggarap sektor batu bara tidak perlu melakukan langkah serupa. Artinya, perusahaan BUMN yang mengeksplorasi batu bara hanya satu dan menggarap sektor batu bara yang sudah dikerjakan perusahaan lain.

"Ini kan tujuannya agar holding BUMN menjadi kuat dan besar," kata Winardi.

Inalum sendiri, menurut Winardi,  siap atas penunjuk perusahaan sebagai induk holding pertambangan oleh Kementerian BUMN. Menurutnya hanya saja rencana Kementerian BUMN harus dijelaskan secara rinci, sebab tantangan ke depannya adalah bagaimana mengelola dengan maksimal potensi cadangan tambang yang dimiliki Indonesia agar berdaya saing. "Ini yang menjadi harapan kita," kata Winardi.

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Hari Sampurno menjelaskan bahwa pembentukan holding BUMN pertambangan dapat memudahkan perusahaan BUMN melakukan pengawasan baik sektor kinerja maupun sektor keuangan proyek agar bisa berjalan dengan baik.

Disatu sisi, pembentukan holding BUMN pertambangan juga merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo untuk membentuk enam holding BUMN, diantaranya sektor infrastruktur, pertambangan, ketahanan energi, perbankan, perumahan dan jalan tol.

Menurut Fajar alasan pemilihan  PT Inalum (Persero) menjadi induk holding BUMN pertambangan karena Inalum bukanlah perusahaan terbuka (Tbk) dan negara masih menguasai saham Inalum 100 persen.

"Inalum belum IPO, maka dia (Inalum) jadi induk dan karena 100 persen sahamnya milik negara," kata Fajar.

Fajar juga menambahkan bahwa pemerintah menjamin BUMN Tambang yang berstatus terbuka, akan tetap sebagai perusahaan terbuka. Seperti halnya PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk dan PT Timah Tbk. Hal itu disampaikanya  menjawab isu yang berkembang bahwa pembentukan holding itu, perusahaan-perusahaan tambang akan digabung.

Selain itu Fajar mengungkapkan pemerintah masih memikirkan opsi lain, apakah akan membentuk perusahaan baru yang membawahi PT Inalum, Aneka Tambang, Bukit Asam dan Timah. Dengan pembentukan itu bisa saja Inalum diturunkan posisinya sejajar seperti perusahaan BUMN Lainnya.

Namun intinya pembentukan holding ini agar BUMN di sektor tambang menjadi lebih besar. Sehingga bisa menggarap proyek tambang skala besar. "Tujuannya agar tidak tergantung lagi dengan APBN," katanya.

Sebagai informasi, tak hanya Inalum yang mengalami penurunan kinerja keuangan. Namun hampir seluruh perusahaan BUMN bidang pertambangan saat ini mengalami penurunan. Misalnya, PT Timah (Persero) Tbk membukukan laba bersih hanya sebesar Rp10,58 miliar di akhir tahun 2015, mengalami penurunan 97 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 yaitu sebesar Rp454,85 miliar.

Penurunan kinerja keuangan itu salah satunya disebabkan karena penurunan harga komoditas timah di pasar dunia. Akhir tahun 2015 lalu, harga timah hanya US$16.516 per ton,  mengalami penurunan sebesar 27,14 persen jika dibandingkan sebelumnya yang mencapai US$22.668 per ton.

Kemudian, PT Bukit Asam (Persero) Tbk juga mengalami penurunan laba bersihnya sebesar 5,18 persen atau sebesar Rp1,5 triliun di akhir tahun 2015, perolehan laba bersih itu turun dari periode yang sama di tahun 2014 lalu yaitu sebesar Rp1,58 triliun. Sementara aset yang dimiliki PT Aneka Tambang mencapai Rp24,78 triliun, sedang Bukit Asam mencapai Rp16,15 triliun dan Timah mencapai Rp9,28 triliun.

DIAWALI PEMBENTUKAN KOMITE - Rencana pembentukan holding BUMN sektor pertambangan telah diawali dengan pembentukan Komite BUMN Pertambangan. Pembentukan badan ini  untuk mensinergikan kekuatan menjadi grup usaha pertambangan besar di kancah internasional.

Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu mengatakan komite tersebut menjadi langkah untuk konsolidasi dan menyamakan pikiran empat perusahaan tambang BUMN yaitu PT Aneka Tambang, PT Bukit Asam, PT Timah dan PT Inalum.

Disamping mengkoordinasikan, komite juga bertugas mengkaji dan merumuskan berbagai kerja sama dan sinergi bisnis yang mungkin dapat dikerjakan ke empat BUMN tersebut. Selain itu juga bertugas untuk mempersiapkan konsolidasi BUMN pertambangan menjadi satu holding company.

Menurut Rini, kesepakatan kerja sama‎ tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sumber daya dan keahlian yang dimiliki oleh masing- masing BUMN. Sehingga perusahaan tersebut tidak hanya besar di Indonesia tetapi di dunia. Rini sendiri menargetkan konsolidasi itu terbentuk pada akhir 2016.

BACA JUGA: