JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Rencana pemerintah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2x 1000 MW di Indramayu menuai penolakan sebagian warga. Dihinggapi pengalaman buruk pada proyek PLTU Sumuradem 1, para pemilik lahan di Desa Mekarsari dan Patrol, maupun nelayan Kongsi Sukahaji serta Buruh Tani Pulau Kuntul Mekarsari menyatakan menolak rencana tersebut.

Aksi penolakan warga itu diwujudkan dalam aksi unjuk rasa di kantor Kecamatan Patrol, Indramayu. Aksi penolakan besar-besaran yang melibatkan ratusan warga Indramayu ini bertepatan dengan kegiatan Konsultasi publik untuk persiapan pelaksanaan pengadaan tanah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Koordinator aksi Solidaritas Buruh Tani dan Nelayan Indramayu Asep Saefudin mengatakan, sejak PLTU  Sumuradem Unit 1 beroperasi pada tahun 2011, warga sudah merasakan dampak negatifnya. Diantaranya, berkurangnya tangkapan hasil laut akibat pencemaran air yang menyebabkan pendapatan nelayan berkurang drastis bahkan merugi.

"Juga menurunnya produktivitas pertanian dan pengangguran akibat penggusuran lahan produktif, serta dampak kesehatan akibat debu batubara," kata Asep dihubungi gresnews.com, Rabu,(24/2).

Diperkirakan rencana pembangunan PLTU unit 2 akan menggusur lahan pertanian produktif seluas 269,7 hektar di wilayah Desa Mekarsari, Patrol Baru dan Sumuradem. Hilangnya lahan pertanian  tersebut akan berdampak pada penurunan produksi gabah hingga lebih dari 5.000 ton per tahun.

Selain itu, ribuan buruh tani juga akan turut kehilangan pekerjaan. Berdasarkan pengalaman dari PLTU unit 1, warga yang kehilangan pekerjaan akibat penggusuran lahan produktif dan pencemaran lingkungan hingga kini masih menganggur atau kerja serabutan. Kesejahteraan warga di sekitar PLTU juga menurun drastis akibat dari turunnya bahkan hilangnya pendapatan mereka.

"Produksi gabah jelas turun, selain itu ada 1000-an buruh yang kehilangan pekerjaan. Sementara soal ganti rugi belum ada pembayaran masih tahap konsultasi. Dasar warga menolak adalah kaitan kesehatan dan dampak sosial lainnya," jelasnya.

Dia menambahkan, bahwa dengan keberadaan PLTU 1 saja tidak bisa membawa banyak manfaat untuk masyarakat sekitar.

Sementara itu,  salah satu pemilik lahan, yang terkena proyek pembangunan PLTU, Nur’ Amin mengatakan akan terus membela kepentingan masyarakat. Sebab tanah tersebut adalah tanah produktif untuk pertanian.

"Bagaimana nanti nasib ribuan petani dan buruh tani? Mereka akan kerja apa jika tanahnya diambil? Dari PLTU Unit 1 saja yang kapasitasnya 3 x 330 MW debunya sudah sangat terasa hingga ke rumah warga di desa-desa sekitar PLTU. Apalagi sekarang yang kapasitasnya lebih besar 2 x 1000 MW. PLTU Unit 2 juga akan menggusur warga dan warga harus bedol desa," kata Nur Amin kepada gresnews.com, Rabu,(24/2).

Oleh karena itu, Amin menyampaikan, warga sepakat untuk menolak PLTU Unit 2 dan meminta rencana proyek tersebut dibatalkan. Bahkan akan lebih baik jika PLTU Unit 1 ditutup karena dampaknya sudah sangat merugikan warga sekitar.

KANTONGI IZIN AMDAL - Menanggapi aksi penolakan warga itu Manajer Hukum Komunikasi dan Pertanahan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Pembangunan VI, Kateni mengatakan pihaknya siap menampung aspirasi warga.  Menurutnya aksi unjuk rasa warga itu karena kekhawatiran mengenai dampak lingkungan seperti yang terjadi di PLTU I dulu. Padahal, menurutnya,  proyek pembangunan kali ini berbeda.

Ia pun menjelaskan bahwa proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) II Indramayu kini telah memasuki tahap persiapan pengadaan tanah. Tahapan ini menurutnya dilakukan setelah pihaknya mengantongi izin analisis dampak lingkungan dari instansi terkait.

"Itu artinya pembangunan sudah memenuhi aturan lingkungan hidup yang ada," ungkap Kateni kepada wartawan, kemarin.

Kateni juga mengungkapkan saat ini pihaknya tengah melakukan kegiatan konsultasi publik kepada ratusan warga di tiga desa yang menjadi lokasi pembangunan PLTU II.

CARI SOLUSI BERSAMA - Sementara Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sebaiknya semua pihak baik masyarakat dan pihak pemerintah yang melakukan pembangunan proyek PLTU tersebut sama-sama mencari solusi terbaik. Sebab pembangunan PLTU tersebut penting untuk meningkatkan akses listrik.

Komaidi juga mengingatkan dalam pembangunan proyek PLTU, pemerintah maupun pihak terkait,  harus melihat dampak yang ditimbulkan, seperti berkurangnya lapangan kerja dan lahan produktif. Hal ini  juga perlu menjadi pembahasan dan dicarikan solusinya.

"Jadi saya kira masing-masing  pihak tidak bisa egois. Tetapi harus mencari jalan tengahnya,"  ujar Komaidi kepada gresnews.com, Rabu (24/2/16) malam.

BACA JUGA: