JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembangunan berbagai proyek infrastruktur kini menjadi prioritas pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Untuk mewujudkan itu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan membentuk holding BUMN Perbankan guna membiayai program infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah.

Rencananya BUMN perbankan yang terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank BNI (Persero) Tbk, PT Bank BRI (Persero) Tbk, dan PT Bank BTN (Persero) Tbk akan dijadikan satu dan terealisasi pada 2018.

"Kami ingin mencari pendanaan murah. Kalau lebih besar modalnya kan lebih bagus," ujar Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (16/2)

Ia menjelaskan, jika mengacu pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah membutuhkan dana dalam lima tahun sebanyak Rp5.420 triliun. Artinya, setiap tahun perlu ada dana lebih dari Rp1.000 triliun untuk pembangunan infrastruktur.

Selain pendanaan infrastruktur, pembiayaan juga diperlukan untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp100 triliun dan pendanaan proyek-proyek perusahaan sebesar Rp350 triliun. Sedangkan kemampuan pendanaan bank BUMN dan bank swasta hanya Rp450 triliun.

Selain tujuannya untuk pembiayaan infrastruktur, Gatot menjelaskan pembentukan holding BUMN perbankan bukan untuk memperbesar aset tetapi memperbesar profitabilitas perbankan BUMN. Jika tujuannya memperbesar aset maka kewajiban untuk membayar (liabilitas) perbankan akan tinggi sehingga membebani kas perusahaan.

"Agar kita punya bank yang kuat, bank yang bisa memberikan pendanaan kepada project yang direncanakan pemerintah," ungkapnya.

Apalagi ekuitas perbankan Indonesia masih tergolong kecil dan pendanaan untuk infrastruktur dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih sangat terbatas. "Holding lebih banyak efisiensi," kata Gatot.

Gatot menjelaskan dalam peta jalan (roadmap) Kementerian BUMN, pembentukan holding BUMN perbankan, nantinya akan ada induk holding bank BUMN yang membawahi empat perusahaan perbankan BUMN yaitu Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN dan Bank BRI. Rencananya Kementerian BUMN akan menunjuk PT Danareksa (Persero) sebagai induk holding BUMN perbankan.

"Jadi untuk induk holding-nya, saham pemerintah sebesar 100 persen," kata Gatot.

Di samping itu juga akan dilakukan sinergi dalam operasional Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan mesin EDC. Sehingga nantinya akan diatur melalui satu sistem.

Menurut Gatot, hal tersebut akan mengurangi beban operasional masing-masing perbankan cukup besar. Efisiensi yang ditargetkan juga dapat terwujud. Dengan disatukannya ATM dan EDC, bisa pangkas tiga per empat biayanya bank. "Peredaran mesin ATM bukan hanya di kota tetapi bisa sampai ke desa-desa," ungkapnya.

Gatot menambahkan, rencana ini sudah dibicarakan dan disepakati oleh para direksi perbankan serta kemudian disetujui oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Maka diharapkan tidak ada masalah yang menghambat ke depannya.


BANK SPESIALISASI VS HOLDING -
Menanggapi hal itu, anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menjelaskan di tengah wacana pembentukan holding BUMN perbankan, Komisi XI DPR RI memiliki opsi untuk pembentukan spesialisasi perbankan BUMN. Misalnya, Bank BRI khusus pendanaan KUR, Bank BNI untuk menangani pendanaan sektor perdagangan dan industri, dan Bank Mandiri menangani investasi jangka panjang dan infrastruktur.

Kendati demikian, Hendrawan mengungkapkan wacana untuk pembentukan spesialisasi perbankan masih dalam perdebatan antara pemerintah dengan DPR. Sebab, antara pembentukan holding BUMN perbankan dan spesialisasi perbankan memiliki kelemahan dan kelebihannya serta memiliki konsekuensi masing-masing.

Dia menjelaskan dalam struktur organisasi perusahaan tentunya ada kelebihan dan kekurangannya. Untuk kelebihan pembentukan holding BUMN perbankan diantaranya menciptakan pasar modal internal. Kemudian, holding BUMN perbankan memiliki kelebihan likuiditas yang bisa digunakan untuk entitas bisnis lain. Selain itu, secara koordinasi dan komunikasi bisa lebih cepat dan membangun pertahanan finansial perbankan Indonesia.

Namun, pembentukan holding BUMN memiliki kelemahan tersendiri diantaranya dalam persaingan global jika perbankan asing mengalahkan holding BUMN perbankan maka sektor finansial dan perbankan Indonesia akan ambruk dengan seketika. Berbeda jika membesarkan spesialisasi perbankan BUMN maka perbankan asing akan sulit menyerang perbankan Indonesia.

Kendati demikian, Hendrawan mengapresiasi wacana yang digulirkan oleh Kementerian BUMN untuk membentuk holding BUMN perbankan karena menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN sebab rata-rata modal perbankan Indonesia masih sangat kecil jika dibandingkan dengan bank-bank asing.

"Tapi kami bersepakat membangun bank yang memiliki kekuatan besar dalam persaingan global. Itu menjadi penting," kata Hendrawan kepada gresnews.com.

BACA JUGA: